Tuesday, August 14, 2012

Kuali Besar

Pagi itu Lutva tampak berpikir keras. Terlukis tiga garis yang cukup jelas berkerut di dahinya. Sambil jari telunjuk kanannya memencet pelipis kanannya, ia berharap menemukan jawaban atas apa yang sedang mengganjal di pikirannya. 

Kebingungannya berawal ketika ibunya membawakannya ikan yang berukuran besar. Ikan itu dibeli dari pasar subuh yang cukup jauh dari rumahnya. Saat itu ibunya terburu-buru untuk mengambil belanjaan lainnya yang tertinggal di pasar. Lutva diminta sang ibu untuk menggoreng ikan yang masih segar tersebut. Lutva memang sering melihat ibunya menggoreng ikan. Baginya pekerjaan itu cukup mudah. Meskipun ia belum pernah melakukannya sendiri sebelumnya. Kesempatan itu tak ingin disia-siakan gadis berumur sembilan tahun itu untuk membuktikan bahwa ia layak diandalkan.

Ikan merupakan makanan kesukaannya. Sejak kecil ia selalu meminta agar ibunya menyediakan ikan goreng di setiap menu sarapan. Namun ia tidak pernah membayangkan jika sekarang makanan yang selalu menjadi favoritnya itu mengharuskan ia untuk berpikir. 

Meski seringkali ia melihat ibu memasak ikan, namun ada sedikit perbedaan yang ia lihat kali ini. Ikan itu berbeda dari ikan yang biasa dibeli ibunya. Ukurannya cukup besar jika untuk dimakan sendiri dan terlalu lebar untuk digoreng dengan menggunakan kuali biasa.

“Aku harus mencari kuali besar.” pikirnya.

Lutva segera menuju dapur dan mulai membongkar-bongkar peralatan masak di dalam lemari dapur. Sekian menit ia sibuk dengan membolak balik perkakas dapur, ia tetap belum menemukan kuali yang ia butuhkan. Ide yang terlintas dalam pikiran mengarahkannya untuk meminjam ke tetangganya. Bergegas ia lari menuju rumah bu Rohmah, tetangga terdekat yang tinggal sebelah kiri rumahnya.

“Permisi Bu, bolehkah saya pinjam kuali yang besar?” pinta Lutva.

Wanita separuh baya itu menoleh dan menyahut,

“Apakah yang kamu cari seperti itu?” tunjuk bu Rohmah ke benda yang menggantung di tembok dapur.

“Bukan Bu, mungkin ada yang lebih besar lagi dari itu?” lanjut Lutva.

Bu Rohmah menggelengkan kepala sambil senyum. Lutva selanjutnya menuju rumah kedua. Kali ini ia berharap akan mendapatkan kuali yang ia maksudkan. Sayang hasilnya pun tidak jauh berbeda. Tetapi ia tidak berhenti di situ. Ia terus mencari sampai ia benar-benar menemukan benda yang bisa digunakan untuk menggoreng makanan kesukaannya. 

Sudah lima rumah ia datangi. Tak satu pun dari mereka memiliki kuali besar. Ia memutuskan untuk pulang. Ia menunggu ibunya pulang dari pasar dan berharap membawa kuali besar. Lutva duduk di meja makan. Matanya tak henti-hentinya memandang ikan sambil membayangkan jika ikan itu sudah matang.

Tak selang lama ibunya datang. Sebelum ia mengeluhkan sulitnya mencari kuali besar, sang ibu mendahuluinya,

“Kenapa ikannya belum digoreng?” 

“Aku belum menemukan kuali besar yang cukup untuk menggoreng ikan itu Bu.” kata Lutva dengan wajah sedikit putus asa. 

Lutva menceritakan apa yang telah ia lakukan untuk menemukan kuali besar. Sang ibu hanya tersenyum dan membungkukkan badan di depan Lutva. Wajahnya menghadap lurus dengan wajah Lutva yang tampak basah oleh keringat itu. 

“Sayang, kamu tidak harus mempunyai kuali besar untuk bisa menggoreng ikan yang besar.” kata ibu lembut.

Lutva masih bingung dengan pernyataan ibunya. Ia penasaran bagaimana ikan sebesar itu bisa matang kalau menggoreng dengan kuali kecil yang ada di dapurnya. Ibu menangkap raut muka polos putrinya yang masih belum mengerti itu.

“Kamu tetap bisa menggorengnya dengan kuali kecil yang kita miliki. Caranya potong dulu ikan itu menjadi ukuran kecil-kecil dengan pisau, lalu tinggal goreng deh.”
“Oh, iya!” sahut Lutva sambil menepuk pelan kepalanya.

Lutva mengangguk. Ia terlihat lega. Hari itu Lutva mendapatkan pelajaran berharga. Ia memahami bahwa banyak cara untuk menyelesaikan pekerjaan. Selalu ada cara kedua jika cara pertama tidak berhasil. Seperti halnya yang ia pahami bahwa tidak harus mempunyai kuali besar untuk menggoreng ikan yang besar. 

Selain itu, ia juga menyadari bahwa sesuatu yang dimilikinya adalah yang terbaik dan sudah cukup untuk menyelesaikan persoalan yang ia hadapi.

No comments:

Post a Comment