Friday, February 1, 2013

MENGENAL TUJUH LAPIS ’BADAN’ MANUSIA



 
Kita mencoba masuk lebih dalam ke diri manusia. Semakin ke dalam semakin halus tingkatannya, semakin tinggi frekuensinya, dan semakin dahsyat energinya. Sekaligus, semakin abstrak bentuknya. Secara umum, ’tubuh’ manusia bisa dibagi menjadi 3 eksistensi dasar, yaitu: badan, jiwa, dan Ruh. Badan adalah eksistensi paling kasar, jiwa lebih halus, dan ruh adalah yang paling halus. Tetapi, karena Jiwa memiliki tingkatan-tingkatan lagi, maka secara keseluruhan diri manusia lantas terdiri dari 7 lapisan, yang semakin ke dalam semakin tinggi kualitasnya.

Badan tersusun dari zat-zat biokimiawi seperti C, H, O, N, S, P, Ca, Na, dan lain sebagainya. Unsur-unsur itu ’dilebur’ dan disenyawakan oleh Sang Pencipta menjadi susunan tubuh yang terdiri dari susunan atom-atom. Kemudian, menjadi susunan molekul, menjadi susunan sel, menjadi jaringan sel, organ-organ, dan akhirnya menjadi tubuh seutuhnya. Inilah karya terbaik yang disebut al Qur’an sebagai ahsani taqwim ~ ’sebaik-baik bentuk’ makhluk hidup.

Seluruh tubuh itu dikoordinasikan oleh organ komando yang sangat hebat fungsinya, yakni Otak. Organ berbentuk bubur di dalam kepala ini mengomando tubuh lewat mekanisme sarafi dan hormonal, sehingga tubuh kita menjadi satu kesatuan koordinasi yang luar biasa canggihnya.

Otak juga dibantu 6 macam ’radar’ dalam bentuk alat pengindera, yakni: mata, telinga, hidung, perasa, peraba, dan hati. Semua itu, secara global sudah kita bahas serba sedikit, agar memperoleh pemetaan masalahnya secara holistik. Dan, semua yang telah kita bahas itu ternyata baru 'badan kasar' yang berada di lapis pertama eksistensi manusia.

Badan kasar manusia adalah ’alat’ atau fasilitas yang berfungsi untuk menjembatani alam dunia dengan sosok yang lebih halus di dalamnya. Itulah yang dikenal sebagai jiwa. Atau bioplasma, dalam istilah kedokteran jiwa. Inilah sosok halus badan manusia yang tersusun dari energi. Ada sejumlah lapisan energi di dalam tubuh manusia yang membentuk badan lebih halus, lebih halus, dan semakin halus, sampai menuju ke inti eksistensi seorang manusia.

Entah kebetulan atau tidak, banyak kalangan spiritual ~ yang Islam maupun non ~ memiliki persepsi yang mirip satu sama lain. Bahwa tubuh manusia ini terdiri dari 7 lapisan badan. Mulai dari yang kasar sampai yang terhalus. Sebutannya berbeda-beda, tetapi mengacu ke sesuatu yang kurang lebih sama. Ada yang menyebutnya: nafs, qalb, ruh, sirr, sirr as sirr, khafi dan akhfa. Ada pula yang meminjam istilah-istilah dalam al Qur’an dengan menyebut urutan: Jism, Nafs, Aql, Qalb, Fuad, Lubb, dan Ruh.

Di kalangan meditasi juga dikenal istilah: cakra dasar, cakra seks, cakra solar pleksus, cakra jantung, cakra tenggorok, cakra mata ketiga, dan cakra mahkota. Dan beberapa lagi istilah yang digunakan oleh beberapa kalangan yang berbeda, tetapi uniknya mengacu ke jumlah 'tujuh', mirip dengan jumlah langit yang diceritakan al Qur’an. Saya sendiri mencoba melihat realitas lapisan tubuh manusia ini dari sisi pemahaman yang berbeda, yakni dalam sudut pandang sains yang menjadi ’kacamata’ pendekatan Tasawuf Modern.

Selain badan kasar yang berupa material, badan manusia memiliki lapisan yang lebih halus. Yakni yang kita kenal sebagai jiwa. Sifatnya energial. Dalam sains dipahami, bahwa energi adalah suatu kuantitas dan kualitas yang terdapat pada materi secara inheren. Jika di situ ada materi, maka di situ pula ada energi.

Kualitas dan besarnya energi, seiring dengan kualitas susunan materinya. Sebagai contoh, sebuah kayu memiliki energi yang tersimpan di dalam kayu itu. Sepotong besi juga memiliki energi di dalamnya. Tetapi, kualitas energi kayu dan besi berbeda dikarenakan susunan atom-atom dan molekulnya berbeda. Tentu saja besi lebih kuat dari pada kayu, karena struktur penyusunnya yang lebih bagus.

Demikian  pula dengan tubuh manusia. Setiap kita memiliki susunan tubuh yang berbeda, sehingga kualitas jiwa kita juga berbeda. Semakin hebat struktur tubuhnya, terutama otak, maka semakin hebat pula kualitas jiwanya. Semua manusia memiliki jiwa berupa ’badan energial’ itu di dalam badan kasarnya.

Susunannya sama dengan badan kasarnya, tetapi dalam bentuk energial. Dia punya otak energial, punya jantung energial, punya mata energial, telinga energial, dan anggota badan energial lainnya. Jika badan kasarnya mengalami kerusakan, maka badan energialnya juga mengalami kerusakan. Jika otak materialnya mengalami kerusakan, dengan sendirinya, otak energialnya juga mengalami kerusakan. Itulah sebabnya, kenapa orang gila mengalami kerusakan otak fisik, sekaligus psikologisnya.

Secara fisika dan sufistik, kita lantas bisa menggambarkan lapisan badan-badan manusia itu mengikuti tingkat kehalusan energinya. Lapisan pertamanya adalah material dengan susunan fisikal yang sudah kita bahas. Lapisan kedua, adalah jiwa energial yang paling rendah kualitasnya, yakni setingkat getaran mekanik.

Lapisan ketiga, yang lebih halus, adalah setingkat energi elektromagnetik yang bersumber dari getaran atomik. Lapisan keempat, lebih halus lagi, setara dengan energi inti atom, atau yang kita kenal sebagai energi nuklir. Lapisan kelima adalah energi yang bersumber dari partikel di tingkat kwantum. Lapisan ke enam adalah energi yang muncul dari partikel penyusun paling dasar, yang kini sedang diteliti . Dan, lapisan yang ketujuh adalah Ruh, yang berisi sifat-sifat ketuhanan.

Secara energial, jiwa itu semakin ke dalam semakin tinggi kualitasnya. Dan semakin besar kekuatannya. Energi mekanik kalah besar dibandingkan energi elektromagnetik. Tapi, energi elektromagnetik kalah hebat dibandingkan energi nuklir. Dan energi nuklir, kalah dahsyat dibandingkan energi kuantum.

Semakin ke dalam semakin halus, tetapi semakin dahsyat. Eksistensi materialnya semakin hilang dan bergeser ke eksistensi energial. Jika energi mekanik masih sangat material, maka yang namanya 'kuantum' itu eksistensi materialnya sudah bisa dikatakan hampir lenyap. Ia disebut sebagai ‘pilinan energi’.

Kalau ini kita paralelkan dengan tingkat-tingkat langit secara inner-cosmos ~ dalam jiwa setiap manusia ~ maka kita akan memperoleh tingkatan demikian: materi berada di langit pertama, getaran energi mekanik di langit kedua. Getaran energi elektromagnetik berada di langit ke-3. Getaran energi nuklir ada di langit ke-4. Dan getaran energi kuantum berada di langit ke-5.

Di balik energi kuantum ini masih ada satu level energi lagi, yaitu getaran partikel yang disebut sebagai ‘god-particle’ dan kini sedang diselidiki keberadaannya dengan menggunakan mesin pemecah partikel - Large Hadron Collider (LHC). Mesin raksasa dengan panjang sekitar 27 km itu diinstal di perbatasan negara Prancis dan Swiss. Partikel yang sedang diteliti itu diperkirakan adalah partikel yang menjadi asal muasal penyusun alam semesta. Lebih tua dari energi kuantum yang sekarang dianggap sebagai penyusun segala jenis benda.

Jika partikel itu diketemukan, maka partikel kuno itu akan menjadi getaran paling halus di level energi penyusun alam semesta. Partikel itu kini sudah semakin jelas 'sosok'nya, meskipun masih butuh waktu untuk mengungkapnya secara lebih gamblang. Maka, inilah getaran energi paling halus yang sejajar dengan langit ke-6.

Sedangkan langit ke-7 sudah bukan berada di level-level energi itu, melainkan berada di dimensi Ruh. Apakah Ruh? Dia bukan energi, melainkan sifat-sifat ketuhanan. Substansi dasarnya tidak diketahui, karena itu Allah memberikan semacam warning ketika bicara tentang Ruh: tidaklah kalian diberi ilmunya, kecuali cuma sedikit...!

QS. Al Israa’ (17): 85
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan SEDIKIT".


Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~