Friday, January 11, 2013

Bali Dalam Sepenggal Catatanku



Hmmm,,, udah lama gak up date nih blog. Posting pertama tahun 2013, kita isi dengan sedikit cerita dari pengalaman ya.

Siapa yang tidak kenal Bali? Pulau dengan sejuta pesona ini mampu membius masyarakat dunia untuk berbondong bondong datang mengunjunginya. Pemandangan indah dan budaya yang sangat melekat dalam kehidupan keseharian masyarakat Bali inilah yang menjadi daya tarik utama wisatawan baik asing maupun lokal. Pantai Sanur, Kuta, Nusa dua, Ubud, Tanah Lot, belum lagi upacara dan adat istiadat masyarakat asli Bali yang begitu mengagumkan. Sejurus keragaman kuliner juga magnet ampuh membuat Pulau dewata ini masuk daftar wajib para wisatawan untuk dikunjungi.


Belum lama ini Travel+Leisure, majalah wisata terkemuka yang berbasis di New York, menganugerahkan penghargaan "World Best Island in Asia 2010" kepada Pulau Bali dalam acara penyerahan penghargaan "World's Best Award 2010"

Pamor sebagai tujuan utama wisata dunia juga didukung tingkat kejahatan di Bali yang relatif rendah dibandingkan daerah lain. Anda akan sering menemukan orang yang memarkir kendaraan, terutama motor, di luar rumah di malam hari. Selain itu, banyaknya wisatawan asing dan pendatang menarik banyak orang untuk berbondong-bondong pergi untuk mengadu nasib di Pulau Dewata.

Dari sekian keindahan dan pesona pulau yang mayoritas beragama Hindu ini, ternyata ada beberapa hal yang menurut saya cukup mengusik kenyamanan.

Sedikit berbagi, alhamdulillah saya berkesempatan pergi ke Bali sekitar empat bulan yang lalu. Meskipun beberapa kali pernah berkunjung ke sana, namun baru kali ini saya tinggal cukup lama, 2 bulan. Saya berasal dari Banyuwangi yang notabene adalah tetangga dekat seberang laut.

Selain jalan-jalan, tujuan saya datang ke Bali adalah untuk cari pengalaman dengan bantu-bantu saudara yang kerja dan memiliki usaha di sana. Dari situlah saya menemukan hal-hal yang barangkali tidak pernah diperhitungkan atau tidak banyak orang tahu sebelum berkunjung ke sana. Hampir semua orang ingin mengunjungi pulau yang sangat tersohor seantero dunia ini. Minimal sekali dalam seumur hidupnya.

Berikut ini adalah hal-hal yang mengganggu kenyamanan saya, mungkin bisa juga disebut kekurangan, selama di Bali.

Jalanan Berlubang

Saat mengunjungi saudara yang tinggal di kawasan Gatsu Barat (jalan Gatot Subroto Barat), saya pernah mendapati jalanan di kompleks perumahan yang terletak di gang Matahari jalan Andakasa, Denpasar tersebut masih jauh dari kata layak. terlebih untuk ukuran perumahan yang terbilang cukup elit, sepanjang jalan aspal rusak parah, berdebu, berlubang, dan jika turun hujan akan muncul genangan-genangan air. Warga sekitar mencoba memperbaiki dengan memberi tambalan dari batu kapur yang dihaluskan, namun alhasil yang didapat malah pengguna jalan harus merasakan goyangan ketika melintas di sana. Saat udara panas, debu-debu dari kapur itu juga yang sangat mengganggu penglihatan dan pernafasan.

Penerangan Jalan Raya

Di suatu kesempatan saya pergi ke sebuah tempat di kabupaten Tabanan. Waktu itu saya berangkat pada sore hari dari Denpasar. Ketika masuk kawasan Tabanan hari sudah gelap. Awalnya tidak ada masalah dalam perjalanan walaupun lampu motor yang saya kendarai mati. Sampai jalan setelah pertigaan terminal Tabanan yang menuju kota Negara, saya dihadapkan dengan jalanan yang gelap gulita. Tidak ada penerangan jalan dan tidak ada rumah warga di kanan kiri jalan itu. Padahal jalan itu adalah jalan utama propinsi yang menghubungkan antar kabupaten di Bali. Tak ada cara lain selain melaju dengan sangat lambat sambil memanfaatkan cahaya dari lampu kendaraan pengendara lain yang sedang melintas.

Angkutan umum

Sulit sekali menemukan angkutan umum di Bali. Kalau pun ada hanya di jalur-jalur utama saja. Untuk menjelajahi tempat-tempat wisata, Anda harus mengandalkan kendaraan pribadi. Anda juga bisa menggunakan alternatif Taxi atau mobil sewaan yang biasanya digunakan oleh wisatawan asing.  Tentu saja tarif yang dikenakan sangat mahal.

Seorang pendatang dari Medan bercerita kepada saya, ia beberapa kali berkesempatan tinggal di kota-kota besar Indonesia lainnya seperti Jakarta, Bandung ,dan Medan sendiri. Dia mengatakan bahwa ketersediaan angkutan umum di Bali sangatlah jauh dibandingkan dengan kota-kota tersebut Sangat sulit untuk menggunakan selain kendaraan pribadi jika hendak bepergian. Selain minimnya angkutan umum yang bisa mengakses tempat-tempat umum di Bali, ketersediaan informasi juga menjadi hambatan. Terutama para pendatang baru. 
Trans Sarbagita

Untuk kawasan wisata kelas dunia,  Bali belum memiliki sistem transportasi yang integral. Setidaknya mereka harus memiliki angkutan umum seperti trans Jakarta atau trans Jogja. Saat ini memang sudah ada angkutan umum Sarbagita. Tapi itu pun masih baru berjalan dan bayak sekali kelemahannya, seperti ketersediaan halte yang memadai dan area parkir bus.

 Macet

Dalam video kampanye Jokowi saat pilgub tahun kemarin. Video parodi ini hasil modifikasi lagu "what makes you beautiful"-nya One Direction. 
Salah satu isi liriknya demikian, “Kok macet kayak gini, udah lama kok gak bisa diatasi. Katanya pada mau buat MRT. Tau gini gua...gua pindah ke Bali.


Jika yang mereka maksud Bali-nya adalah kota Denpasar, mungkin mereka perlu berpikir ulang dan mengganti lirik lagu tersebut. Sekitar jam 5 sore (saat-saat pulang kantor) adalah waktu yang cukup menguji kesabaran anda untuk melintasi jalan By pass Ngurah Rai. Tentu juga hal yang sama akan Anda jumpai pada jam-jam berangkat ke kantor.

Selain itu jalan Teuku Umar dan jalan-jalan di simpang lima akan membuat Anda frustasi jika Anda memaksa untuk melintas di sana pada jam-jam sibuk. Masalah ini merupakan dampak langsung dari minimnya sarana transportasi masal yang tersedia sehingga tiada alternatif lain kecuali kendaraan pribadi.
Jalan Teuku Umar
Banyaknya Pungutan
Kipem

Jika Anda warga pendatang, Anda diwajibkan mengeluarkan biaya untuk kebutuhan tertentu. Pertama adalah membayar surat izin mukim atau biasa disebut Kipem. Dan harus diperbarui setiap 3 bulan sekali. Saya membuat Kipem dengan harga Rp 125 ribu di Banjar (sebutan kantor desa adat di Bali). Jika Anda warga pendatang yang menetap di Bali dalam waktu lama, tetapi tidak membuat Kipem, siapkan diri Anda untuk didatangi Pecalang (polisi adat Bali).

Selanjutnya jika Anda seorang pedagang Anda akan dipungut 2 ribu perhari (selain biaya sewa regular tentunya) untuk keperluan pembiayaan upacara adat di masing-masing Banjar. Itulah kenapa kegiatan adat di Bali sangatlah hidup. Karena pendanaan yang lancar.

Kedua pungutan di atas adalah pungutan resmi. Ada juga pungutan-pungutan lain yang sifatnya liar atau tidak resmi yang bisa sampai dua jenis berbeda.

Anjing Liar

Anjing adalah hewan yang akan banyak Anda temui ketika berada di Bali. Selain rata-rata orang Bali yang memelihara anjing, tidak sedikit pula anjing-anjing liar berkeliaran di jalan-jalan. Jika Anda tergolong orang yang mudah terbangun saat tidur, gonggongan anjing di sepanjang malam akan menjadi masalah tersendiri bagi Anda.

Disamping itu, Anjing-anjing liar menimbulkan rasa jijik dan juga najis bagi sebagian orang. Di beberapa tempat Anda cukup kesulitan menghindari anjing-najing liar itu, mereka akan menjadi hal yang sangat mengganggu ketika Anda sedang jalan-jalan dengan membuntuti Anda.

Udara dan Air

Panas mungkin salah satu hal yang dicari di Bali terutama bagi wisatawan asing yang di negara asal mereka tidak menemukannya. Tapi bagi orang yang sama-sama orang Indonesia, dan tidak biasa dengan udara di Bali, maka bali sangatlah panas. Kulit saya pun sedikit menghitam dibuatnya meskipun tidaklah lama ukuran tinggal disana. Saya pernah kos di daerah  yang airnya tidak bisa di masak. Jadi ketika masak air untuk keperluan ya menggunakan air isi ulang (galon).

Nasib Pejalan Kaki

Sangat sulit bagi pejalan kaki untuk bisa merasa leluasa di Bali. Rata-rata (hampir semua) orang Bali menggunakan sepeda motor meskipun untuk keperluan yang sangat dekat jarak tempuhnya. Sepeda motor tidak bisa dilepaskan dari kehidupan orang Bali. Begitu juga masyarakat Indonesia pada umumnya.

Efeknya fasilitas pejalan kaki sedikit terabaikan, kecuali dikawasan yang memang untuk wisata. Seperti fasilitas trotoar yang sangat minim. Parahnya jika Anda melewati tempat yang baru dan Anda dianggap asing di daerah itu, maka anjing-anjing rumahan di seanjang jalan akan menggonggong kepada anda, seperti maling saja. Bisa dibayangkan ketidaknyamanannya bukan?

Suara Adzan, Masjid, dan Warung halal

Bagi seorang muslim (bukan islam KTP lho), kehidupan keseharian sangatlah bergantung dari keberadaan masjid. Dengan alasan kemudahan kegiatan ibadah. Untuk sholat yang minimal 5 kali sehari, atau minimal seminggu sekali bagi laki-laki untuk sholat jum’at. Saya pernah mengalami sendiri sholat jumat yang jaraknya beberapa kilo meter dari tempat tinggal saya dengan  berjalan kaki. Sedikit tidak biasa untuk ukuran orang yang lama tinggal di Jawa. Seorang teman bahkan tidak bisa jum’atan gara-gara tempat kerjanya sangat jauh dengan Masjid.

Ketika masjid (musholla) jauh, maka suara adzan juga hal langka. Selain itu tidak semua masjid bisa dengan mudah menggunakan pengeras suara untuk mengumandangkan adzan, sebagai kaum minoritas kebanyakan muslim di bali hanya menggunakan pengeras suara jangkauan dekat, ada juga yang tidak menggunakan pengeras suara sama sekali dengan alasan menghormati penduduk non muslim.

Tantangan seorang muslim tidak berhenti di situ, mencari makanan halal juga tidak semudah di tempat lain yang mayoritas adalah orang islam. Meskipun banyak pendatang yang beragama islam di sana, dan membuka usaha warung makan. Itu pun tak lantas kekhawatiran menjadi hilang. 

Setiap tempat pasti memiliki kekurangan tersendiri. Tulisan saya ini bukan merupakan betuk skeptisisme, tapi merupakan harapan besar bagi warga negara Indonesia untuk kawasan yang menjadi kebanggaan bangsa. Semoga senantiasa ada perbaikan untuk Bali tercinta kedepannya.