Monday, February 4, 2013

MELIHAT LEBIH DEKAT (3)



~ MENYAKSIKAN SAAT-SAAT PENCIPTAAN MANUSIA ~

Kapankah penciptaan manusia di dalam rahim seorang ibu mulai berlangsung? Ternyata, peristiwa dahsyat itu dimulai saat sel spermatozoa sang ayah bertemu dengan sel telur sang ibu di dalam sebuah lorong gelap saluran tuba falopii. Saluran yang ada di kanan kiri perut bagian bawah seorang ibu itu adalah sebuah kanal yang menghubungkan ’sarang telur’ yang disebut ovarium dengan ’rahim’, dimana cikal bakal manusia akan ’ditumbuhkan’ oleh Sang Pencipta.

Pertemuan sel telur dengan spermatozoa merupakan sebuah drama yang sangat mengagumkan. Sebuah peristiwa yang menjadi permulaan drama panjang kehidupan seorang manusia di muka Bumi. Sebuah peristiwa multikompleks dimana sebagian takdir seorang manusia ditetapkan oleh Sang Pencipta dalam bentuk qadar. Misalnya, jenis kelaminnya, kekuatan organ-organ tubuhnya, jenis rambut dan kulitnya, warna bola matanya, bakat-bakatnya, dan sebagainya. Selebihnya, Allah memberikan sebagian sifat ’Maha Berkehendak-Nya’ kepada sang manusia untuk mengusahakan sendiri takdirnya di alam dunia.

Pra-penciptaan manusia itu dimulai dengan lepasnya spermatozoa sang ayah dari ’sarangnya’ untuk dipertemukan dengan ovum sang ibu yang juga terlepas dari ’sarangnya’. Agar bisa bertemu dengan sel telur, jutaan spermatozoa dari seorang ayah harus menempuh perjalanan panjang sekitar 10 jam. Mulai dari bagian paling luar organ reproduksi wanita, sampai di jarak sepertiga dari sarang telur sang ibu. Kira-kira, setara dengan perjalanan naik mobil dari Surabaya ke Jakarta.

Jika jutaan spermatozoa itu ’kecapaian’ dan tidak bisa mencapai posisi sel telur ibu, maka kandaslah proses penciptaan manusia itu. Misalnya, karena daya vitalitasnya memang rendah. Atau dihalangi oleh alat kontrasepsi. Atau, barangkali ’tersesat’ karena ada kelainan struktur organ sang ibu.

Dalam keadaan normal, sel spermatozoa yang berjumlah jutaan dan berbentuk kayak kecebong kecil dengan ekor yang bergetar-getar itu seperti punya radar untuk menuju ke sarang telur sang ibu. Tidak tersesat. Meskipun sebagiannya boleh jadi ’gugur’ di tengah jalan. Bagi yang bisa melintasi ruangan rahim, mereka akan terus melaju memasuki lorong gelap tuba falopii, dan kemudian terjadi pertemuan bersejarah yang meleburkan spermatozoa dan sel telur disana. Walaupun jumlahnya jutaan, yang berhasil membuahi sel telur biasanya hanya satu saja. Kecuali, terjadi proses anomali sehingga terbentuk pembelahan sel kembar dikarenakan ada sejumlah sel bibit ayah yang berhasil menerobos masuk ke dalam sel telur.

Sejak pertemuan itulah proses penciptaan manusia berlangsung, dengan pentahapan yang sangat dramatis. Dari satu telur induk hasil leburan itu, lantas membelah menjadi dua, menjadi empat, delapan, enam belas, tiga puluh dua, dan seterusnya, sampai bertiliun-triliun, hanya dalam waktu sekitar 9 bulan saja.

Yang aneh, sambil membelah menjadi triliunan sel, setiap sel yang sebenarnya identik itu seperti ada yang mengomando untuk menjadi sel-sel yang berbeda posisi dan karakter. Ada yang menjadi sel darah, sel tulang, sel daging, sel jantung, sel hati, sel usus, sel liver, ginjal, paru, mata, otak, kulit, kelenjar-kelenjar, dan seterusnya, dan sebagainya, sampai mencapai sekitar 200 jenis sel dalam tubuh manusia dewasa. Bisakah Anda bayangkan jika sel-sel itu salah menerjemahkan perintah? Misalnya, mestinya membentuk sel jantung, keliru menjadi sel mata atau sel kulit atau sel tulang. Tentu akan menjadi masalah besar bagi sang janin.

Mereka lantas berkelompok-kelompok membentuk jaringan sel yang saling berkoordinasi. Dimulai dari sejumlah sel yang berkoordinasi membentuk sel-sel embrionik, yang menjadi cikal bakal bayi. Proses ini berlangsung selama beberapa hari pertama, sel induk yang melebur di dalam saluran falopii itu pun membelah sambil bergerak turun menuju rahim. Sesampai di rahim, ia mencari tempat menempel di dinding ruang pembiakan itu. Dan kemudian melekat sambil mengeluarkan ‘akar-akar’ yang menancap di dinding rahim, agar ia bisa menyerap sari-sari makanan untuk tumbuh dan berkembang.

Fase ini oleh al Qur’an disebut sebagai ‘Alaqah’ alias ‘yang menempel’ atau ’melekat’ di dinding rahim. Ada yang menyebut ini sebagai segumpal darah. Sebenarnya itu terjemahan yang kurang tepat. Karena, ‘alaqah memang berbeda dengan sel-sel darah. Meskipun secara mata awam mirip dengan darah yang menggumpal. Seperti terlihat pada ibu yang sedang mengalami keguguran.

’Alaqah adalah kumpulan sel-sel ’primitif’ yang dikenal sebagai sel embrionik alias stem sel. Dari sel-sel embrionik inilah kemudian tubuh calon manusia itu terbentuk menjadi lebih spesifik. Yakni, membentuk gumpalan daging yang kelak akan berkembang menjadi kulit bagian luar, bagian dalam, dan sejumlah organ dalam.

Setelah itu, bermunculanlah tulang-tulang rawan di dalam gumpalan daging itu. Dalam waktu yang bersamaan, gumpalan daging dan tulang belulang itu memanjang ke arah atas dan bawah, sehingga membentuk kepala, tubuh, kaki, dan tangan. Sementara di bagian dalamnya terus membentuk organ-organ dalam yang semakin kompleks. Dan tulang belulang yang semakin mengeras itu pun dibungkus dengan otot-otot sebagai penggeraknya. Akhirnya, terbentuklah tubuh manusia dengan sangat menakjubkan.

QS. Al Mukminun (23): 12-14
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani dalam tempat yang kokoh. Kemudian air mani itu Kami jadikan alaqoh, lalu alaqoh itu Kami jadikan gumpalan daging dan (di dalam) gumpalan daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging (otot-otot). Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.

Ayat diatas bercerita tentang proses penciptaan manusia dimana bahan-bahan dasar tubuh manusia disarikan dari zat-zat organik dalam tanah. Tetumbuhanlah yang ’bertugas’ menyerap saripati tanah itu, lantas diubah menjadi buah, daun, biji-bijian, dan umbi yang dimakan manusia. Kemudian, sebagiannya dicerna dan diproses menjadi sperma pada laki-laki dan sel telur pada perempuan, yang disimpan di dalam sarang yang aman. Setelah itu, prosesnya mengikuti tahapan-tahapan di atas, sampai terbentuk makhluk bernama manusia yang sama sekali berbeda dengan bahan-bahan dasarnya itu.

Allah menyebut manusia sebagai makhluk yang memiliki bentuk sebaik-baiknya. Di dalamnya ada jiwa yang disempurnakan. Dan, kepadanya ditiupkan ruh saat penciptaanya. Kapankah jiwa dan ruh itu terbentuk? Apakah bersamaan dengan badan yang diciptakan secara bertahap sebagaimana diceritakan diatas? Ataukah sebelum ada badan sudah ada jiwa dan ruh? Dan konon mereka sudah bersyahadat? Siapakah yang bersyahadat itu dan kapan? Kenapa kita tidak ingat?

Kita bisa menelusurinya lewat proses penciptaan itu di data-data kedokteran, sekaligus melakukan cross-check secara Qur’ani.

1. Bahwa permulaan kehidupan manusia adalah saat bertemunya spermatozoa dengan ovum. Masa sebelum itu, manusia disebut sebagai belum berbentuk apa-apa. Badannya belum terbentuk, jiwanya belum terbentuk, ruh-Nya belum ditiupkan. Menurut istilah ayat di bawah ini, saat itu manusia berbentuk makhluk yang ’belum bisa disebut’. Barulah setelah itu, Allah bercerita bahwa manusia diciptakan dengan cara mencampurkan air mani (dari laki-laki dan perempuan).

QS. Al Insaan (76): 1-2
Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang bisa disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.

2. Data kedokteran menunjukkan bahwa kehidupan janin sudah dimulai pada hari pertama, sejak bertemunya bibit ayah dan ibu. Sejak itu pula embrio manusia sudah bertumbuh menunjukkan kehidupan. Ada yang tumbuh sempurna, ada pula yang tumbuh tidak sempurna. Tetapi, sudah hidup. Karena itu, bisa bertumbuh. Sehingga kalau digugurkan, itu sudah berarti membunuh cikal bakal manusia. Berapa pun umur kandungannya.

Jangankan 4 bulan alias 120 hari, pada usia kandungan 60 hari saja janin sudah memiliki organ lengkap, mulai dari kepala, badan, tangan, hingga kaki. Ukurannya memang masih 2,5 cm tetapi sudah hidup dan bergerak. Usia kehamilan berikutnya, hanya tinggal menyempurnakan belaka. Tulang belulangnya dipanjangkan dan disempurnakan. Organ-organ dalamnya dibesarkan dan disempurnakan. Otaknya disempurnakan. Panca inderanya disempurnakan, dan seterusnya. Tetapi, pendengaran dan penglihatannya sudah mulai terbentuk, bahkan pada usia kehamilan sekitar 40-an hari. Demikian pula jenis kelaminnya sudah terdeteksi pada usia kehamilan 40-an hari.

Betapa salah kaprahnya dokter yang berani menggugurkan kehamilan pada usia kehamilan diatas itu, tanpa alasan yang benar..! Bahkah, ketika saya diundang dalam sebuah forum ilmiah di Fakultas Kedokteran Unair Surabaya tentang ini, saya mengatakan, janin itu sebenarnya sudah hidup sejak saat awal terbentuknya stem sel alias sel induk, di hari pertama. Dan ternyata, sejumlah guru besar yang hadir menyatakan sependapat.

3. Sebagian Ruh Allah telah ditiupkan ke embrio yang menjadi cikal bakal manusia sejak hari pertama. Dan karena itu, sang embrio menjadi hidup, dan terus berkembang menjadi makhluk yang lebih sempurna. Apakah ruh sudah ada sebelum embrio terbentuk? Tentu saja, karena ruh adalah ’sebagian’ dari eksistensi ilahiah. Ruh bukan diciptakan, melainkan ’ditiupkan’ alias ’ditularkan’ belaka. Dan ruh setiap manusia adalah sama. Ruh yang ada di dalam diri saya dan diri Anda adalah sama, yakni sifat-sifat ketuhanan yang ditularkan kepada manusia, sehingga ia menjadi hidup, berkehendak, melihat, mendengar, berkata-kata, dan seterusnya. Semua itu tertulari oleh sifat Allah yang Maha Hidup, Maha Berkehendak, Maha mendengar, Maha Melihat, Maha Berkata-kata, dan seterusnya.

4. Yang berbeda pada setiap manusia bukanlah ruh, melainkan jiwa. Dalam al Qur’an disebut sebagai nafs (tunggal) atau anfus (jamak). Nah, jiwa ini diciptakan oleh-Nya bersamaan dengan badan. Dan menyempurna seiring dengan menyempurnanya badan. Khususnya otak. Semakin sempurna fungsi otaknya, semakin sempurna pula fungsi jiwanya. Sebaliknya, semakin tidak sempurna otaknya, semakin tidak sempurna pula jiwanya. Dan jiwa inilah yang bersyahadat pada saat awal proses penciptaan. Sebagaimana ayat berikut ini.

QS. Al A’raaf (7): 172
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari tulang belakang mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa (anfus) mereka: "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul, kami bersaksi". (Yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lalai terhadap ini."

Lantas kenapa kita tidak ingat bahwa kita sudah bersaksi? Tentu saja, karena ingatan manusia belum terbentuk waktu itu. Karena otak juga belum terbentuk. Sehingga, memori atas syahadat kita itu tidak terekam di dalam ingatan otak melainkan terekam di dalam genetika kita. Bukankah waktu itu yang ada hanya sebuah sel hasil peleburan spermatozoa dan ovum? Dan di dalam sel induk yang sudah ditiupi ruh itu baru ada jiwa yang sangat primitif yang belum punya perangkat memori seperti jiwa yang sudah sempurna.

Maka seiring dengan berkembangnya tubuh janin, berkembang pula jiwa kemanusiaan yang semakin menyempurna. Syahadat dari jiwa yang primitif itu pun menyebar ke seantero tubuh dan jiwa yang kian mendewasa. Meskipun kita ’tidak ingat’ lagi tetang syahadat kita ’dengan otak’, tetapi kita bisa ’merasakan’ dalam seluruh tubuh dan jiwa secara instinktif. Bahwa di dalam diri dan diluar diri kita ini sebenarnya ada ’Sebuah Kekuatan’ Maha Besar yang sudah inheren dalam kehidupan. Dialah yang menciptakan alam semesta beserta isinya, termasuk manusia di dalamnya.

Kenapa bisa demikian? Karena memang itulah fitrah manusia, makhluk ciptaan-Nya yang sedang mencari jalan kembali kepada Sang Pencipta: Allah Azza wajalla...

QS. Az Zukhruf (43): 9
Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka (siapa pun): "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", pasti mereka akan menjawab: "Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui".

 QS. Ar Ruum (30): 30
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Inilah) agama yang lurus; sayang kebanyakan manusia tidak mengetahui,


 Wallahu a’lam bishshawab
 ~ salam ~