Tuesday, January 29, 2013

MANUSIA ADALAH MAKHLUK HIDUP ‘KHAS PLANET BUMI’





Hmm, akhirnya saya tergoda juga untuk menulis satu note tambahan. Ini karena, tulisan saya di note sebelumnya masih belum dipahami dengan baik. Sehingga terjadi distorsi yang ‘membahayakan’ pemahaman holistiknya. Yaitu, yang terkait dengan pendapat: ‘’… bisa saja kita bilang manusia diciptakan dari bintang di langit, toh unsurnya juga pasti sama (dengan bumi. pen.)…’’

Pendapat yang sepintas ‘terasa benar’ ini sungguh bisa ‘menyesatkan’. Karena sesungguhnya manusia adalah PRODUK PLANET BUMI. Bukan produk matahari, atau bintang-bintang. Bahkan, juga bukan produk planet Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, ataupun Mercurius dan Venus. Jadi, generalisasi tubuh manusia terbentuk dari unsur-unsur bintang itu tak memperoleh pijakan data yang valid… :(

Marilah saya jelaskan lebih jauh. Memang, kalau tubuh manusia dilihat unsur-unsur penyusunnya, sebagian besar terdiri dari atom Hidrogen, yang ini juga menjadi unsur dominan di matahari dan bintang. Tetapi point utamanya bukan pada atom, melainkan MOLEKUL dan SEL. Kalau Anda cuma bicara atom, maka itu sekedar bicara 'debu' yang memang berhamburan di angkasa raya. Karena ia adalah sisa-sisa ledakan kuno: big bang. Hidrogen adalah atom paling tua di seluruh penjuru alam semesta yang jumlahnya melimpah dimana-mana.

Tapi, masalah utamanya tubuh manusia bukan hanya terdiri dari Hidrogen. Melainkan H2O. Dan ini tidak terdapat di bintang atau matahari. Dikarenakan suhunya yang sangat tinggi, sehingga tidak mampu menghasilkan H2O. Bahkan, juga tidak terjadi di planet-planet tatasurya kita lainnya yang tidak mendukung munculnya kehidupan disana. Juga, belum diketemukan di planet-planet mirip bumi yang konon tersebar di berbagai galaksi, ataupun matahari selain yang kita miliki. MANUSIA adalah makhluk hidup KHAS BUMI.

Maka, sama sekali bukan hal sepele, jika kita menyimpulkan manusia diciptakan dari unsur bintang. Dampaknya, sebagaimana saya tulis dalam note sebelumnya, bisa memunculkan kesimpulan yang terdistorsi. Bahwa, berita Al Qur’an tidak saintifik, filososinya gak jelas, dan teologinya kacau. Saya berharap kawan-kawan bisa melihat hal ini lebih jernih. Jangan ini dianggap terlalu membesarkan-besarkan contoh sepele. Karena, justru dari ‘pemilihan contoh’ itulah tergambar konsep berpikir pencetusnya.

Penjelasan ini, akan menjadi lebih gamblang ketika kita menelusuri lebih jauh. Bahwa, H2O itu baru syarat dasar. Masih ada molekul-molekul gula, protein, lemak, dan berbagai mineral. Yang semua itu tidak terdapat di bintang dan matahari. Semua MOLEKUL pembentuk sel itu terdapat di Bumi, sebagai hasil proses pen-saripati-an oleh makhluk-makhluk hidup berderajat rendah secara evolusi.

Karena itu, saya sempat mengatakan di note sebelumnya: bahwa tidak ada data secuil pun yang menunjukkan tubuh manusia terbentuk dari bintang atau matahari. Karena, unsur-unsurnya belum mencukupi untuk membentuk tubuh manusia. Adalah sebuah simplifikasi yang berlebihan, ketika kawan kita memberikan argumentasi: ‘’karena sebagian besar tubuh manusia terdiri dari Hidrogen, maka bolehlah manusia disebut dibuat dari unsur-unsur bintang’’.

Tolong dipahamkan lagi, tubuh manusia TIDAK AKAN terbentuk, jika bahan dasarnya hanya HIDROGEN. Ia membutuhkan puluhan jenis unsur yang harus klop supaya bisa membentuk tubuh manusia yang hidup. Dan itu HANYA ada di BUMI: berupa ‘saripati tanah’ dan air. (Apa yang kita bicarakan ini baru seputar bahan dasar, belum mekanisme munculnya kehidupan, yang demikian canggih lewat sebuah mekanisme ‘Random yang Terkendali’..! Bukan seperti teori Darwinian yang sepenuhnya berdasar pada konsep ‘acak tak terkendali’).

Gambarannya akan tampak lebih jelas ketika kita bicara sel hidup. Yang ini justru menjadi kekhasan manusia sebagai makhluk paling kompleks di muka bumi. Bahkan di seluruh penjuru alam semesta. Bahwa manusia bukanlah seonggok kapur yang menyusun tulang belulangnya. Juga bukan seonggok lemak dan protein yang membentuk daging serta ototnya. Juga bukan seember air yang melarutkan keping-keping darah, keringat, dan berbagai cairan tubuh. Melainkan sebuah organisme hidup yang tersusun dari triliunan sel yang berkoordinasi dengan sangat canggih dan menakjubkan. Yang saya kira, saya tak perlu menjelaskan ini lebih jauh, karena sudah saya jelaskan dalam sejumlah buku saya, yang bercerita tentang penciptaan manusia.

Point yang ingin saya sampaikan sebenarnya bukanlah soal bahan baku tubuh manusia itu, melainkan POLA PIKIR yang ada di balik pengambilan contoh tersebut. Terjadi generalisir, yang saya sebut sebagai ‘kesembronoan’ dalam mengambil kesimpulan. Sehingga, sempat membuat kawan kita ‘pusing’, karena saya dianggap membesar-besarkan masalah … :)

Tapi mudahan-mudahan dengan adanya ‘note tambahan’ ini, kawan-kawan bisa semakin jernih memahami tulisan saya sebelumnya. Bahwa berita al Qur’an demikian clear secara saintifik. Filosofinya pun sangat jelas, tidak ada kontradiksi. Dan, teologinya tidak rancu dan complicated. Malahan, sangat sederhana. Apalagi bagi orang yang mau membuka ‘hatinya’. Karena, pendekatan logika dan rasionalitas yang menjadi dasar berpikir ilmiah itu sebenarnya memang ‘sangat kering’…

QS. Ar Ruum (30): 53
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta (mata hatinya) dari ketersesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami. Mereka itulah orang-orang yang telah muslim (berserah diri hanya kepada-Nya)…


~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~

TUBUH MANUSIA BUKAN BERASAL DARI BINTANG DI LANGIT





Sekitar 70 % tubuh manusia dewasa terdiri dari air, sisanya adalah saripati tanah. Pada anak kecil, kurang lebih 80 % tubuhnya tersusun dari air, dan sisanya saripati tanah. Sedangkan pada janin di dalam rahim, tak kurang dari 90 %  tubuhnya adalah air, sisanya adalah saripati tanah. Dan ujung-ujungnya, sekitar 95 % bahan sperma adalah air, sisanya saripati tanah…!

Sebuah korelasi yang sangat menakjubkan antara data-data empiris dengan ayat-ayat Al Qur’an. Allah menyebut manusia berasal dari campuran air yang berpadu dengan unsur-unsur saripati tanah. Bukan berasal dari bintang di langit yang unsur-unsurnya 99 % berupa campuran Hidrogen dan Helium. Apalagi, sudah pasti, disana tidak ada air.

Jadi, adalah sebuah kesimpulan yang ‘sembrono’ ketika ada pendapat yang mengatakan: ‘’… bisa saja kita bilang manusia diciptakan dari bintang di langit, toh unsurnya juga pasti sama (dengan bumi. pen.)…’’. Semata-mata, hanya karena ingin mengatakan bahwa berita Al Qur’an ‘meragukan secara ilmiah’, ‘tidak jelas secara filosofis’, dan ‘rancu secara teologis’.

‘Kesembronoan’ itu memang sudah terlihat dari cara membangun pijakan berpikir yang lemah, dengan mengatakan bahwa ‘bisa saja manusia tercipta dari bintang’. Yakni sebuah pendapat yang tidak didukung oleh data empiris secuil pun. Sehingga, hanya dengan satu pertanyaan yang sangat sederhana, seluruh kerangka pikiran yang dibangun sesudahnya bisa runtuh.

Cobalah ditanyakan: adakah ‘satu data’ saja yang menunjukkan bahwa makhluk hidup berasal dari bintang dan matahari? Tentu saja, jawabnya sangat gamblang: tidak ada. Dengan demikian, kita bisa mengambil kesimpulan pertama, bahwa cara berpikir semacam inilah yang justru ‘meragukan secara ilmiah’. Meminjamkan istilah kawan kita yang atheis: ‘scientifically meragukan’… ;)

Ini sangat berbalikan dengan informasi Al Qur’an yang sangat clear secara scientific. Bahwa manusia diciptakan dari campuran air dan unsur-unsur yang berasal dari tanah, dan kemudian diproses menjadi air mani alias sperma dan ovum. Sehingga kalau ditanyakan: apakah ada bukti empirisnya bahwa tubuh manusia tersusun dari air dan unsur-unsur tanah? Ooh, silakan dicek sendiri aja ke sekitar. Jumlahnya miliaran, sebanyak manusia penghuni bumi… :)

QS. Al Furqaan (25): 54
Dan Dia (Allah) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan kekerabatan. Dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.

QS. As Sajdah (32): 8
Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).

QS. Al Mukminuun (23): 12-13
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (yang berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikan saripati itu air mani di dalam tempat yang kokoh (rahim).

Jadi, adalah sebuah ‘kesimpulan yang fatal’ jika dia berpendapat bahwa Al Qur’an tidak saintific ketika berlawanan dengan teori evolusi Darwin. Itu terungkap dari kalimatnya: 1. Al Qur’an bilang manusia dari tanah. 2. Science bilang manusia bukan dari tanah. 3. Apakah manusia dari tanah? 4. Kalau jawabannya ‘dari tanah’, berarti Al Qur’an benar. Kalau sebaliknya, science yang benar. Lebih lanjut, kalau Darwinian evolution itu benar maka manusia tidak dari tanah (Btw, saya tidak bilang mana yang benar dan mana yang salah. “KALAU”) Sehingga menjadi complicated ketika seseorang bilang Al Qur’an yang benar, tetapi juga percaya bahwa Darwinian evolution benar.

Kesimpulan yang menurutnya complicated ~ rumit dan rancu ~ itu sebenarnya dibuat-buat sendiri, hanya karena ingin mempertahankan pendapat bahwa Al Qur’an dan Sains tidak bisa disatukan. Kesalahan-kesalahan itu muncul karena: 1. Dia sudah berasumsi Qur’an dan Sains tidak bisa disatukan. 2. Menggeneralisir bahwa saintifik itu harus seperti Darwinian. Artinya, jika tidak Darwinian pasti tidak saintifik. 3. Telah terjadi simplifikasi yang berlebihan dalam mengambil kesimpulan tentang ayat-ayat Qur’an yang bercerita ‘penciptaan manusia dari tanah’ itu, sehingga hasilnya distorsi. 4. Akhirnya lahirlah kesimpulan: ‘Philosophically Gak Jelas’ dan ‘Theologically Complicated’… :(

Padahal, kesimpulannya akan menjadi sangat jernih, jika asumsinya tanpa pretensi dan open minded. Yaitu, terima sajalah apa pun kemungkinannya, bahwa: 1. Al Qur’an bisa seiring dengan sains ataupun sebaliknya. 2. Yang disebut saintifik itu tidak harus seperti yang dikemukakan oleh teori Darwin. Karena Teori Darwin memiliki banyak kelemahan. 3. Berhati-hatilah menyimpulkan proses penciptaan manusia yang diceritakan al Qur’an, agar tidak terjebak pada simplifikasi yang distortif. Karena itu, meskipun sudah saya singgung serba sedikit di awal tulisan ini, jika ingin detil Anda bisa membacanya dalam buku saya yang berjudul: ‘Ternyata Adam Dilahirkan’ dan ‘Bersyahadat di Dalam Rahim’, tentang bagaimana memahami proses penciptaan manusia dari ayat-ayat Qur’an secara ilmiah.

Hal berikutnya, yang sempat membingungkan kawan kita ini, adalah soal proses random dalam evolusi. Dia mengatakan begini: ‘’… bagaimana Tuhan mengarahkan sebuah proses yang seharusnya tidak diarahkan? Bagaimana Tuhan punya tujuan untuk proses yang seharusnya tidak bertujuan? That’s the logical problem here.’’

Artinya, menurutnya adalah ‘tidak logis’ menyimpulkan sebuah teori ‘Evolusi yang Bertuhan’. Yang saya menyebutnya di dalam buku ‘Ternyata Adam Dilahirkan’ sebagai ‘Penciptaan Bertingkat’. Atau, kalau istilah kawan kita adalah: Godly Evolution.

Hmm, lagi-lagi ia terjebak pada asumsi yang dibikin ribet sendiri.. ;) Bahwa, jika prosesnya evolusi maka tidak mungkin melibatkan Tuhan. Alias, kalau melibatkan Tuhan pasti harus bukan proses evolusi. Sebuah paradigma yang tidak open minded. Padahal, jika ia mau membuka ‘hatinya’ secara jernih (Hhehe, saya lupa kalau di dunia ilmiah tidak ada istilah ‘hati’…), sebenarnya, sangat mudah untuk memadukan keduanya. Yakni, adalah mungkin-mungkin saja, Tuhan menciptakan makhluk hidup secara evolutif. No problemo.

Problem yang menghalangi kawan kita, ternyata hanyalah soal makna kata ‘Random’. Yakni, bahwa seleksi alam adalah sebuah peristiwa yang random, acak, tak punya tujuan, dan tidak bisa dikendalikan. Saya ingin menambahkan informasi, bahwa ‘random’ itu bukan hanya terjadi di dunia biologi, khususnya seleksi alam. Melainkan juga terjadi di dunia Fisika dengan teori kuantumnya. Salah satu pelopornya yang sangat terkenal adalah Werner Heisenberg, yang kemudian melahirkan Teori Ketidakpastian Heisenberg.

Inti ‘teori ketidakpastian’ itu adalah bahwa semua peristiwa berjalan secara acak. Sehingga, tidak ada yang pasti di alam ini. Hanya ada satu yang boleh disebut pasti, yaitu ‘ketidakpastian’ itu sendiri.  Ia sempat ditentang oleh Einstein sampai akhir hayatnya, karena menurut pelopor teori relativitas itu segala sesuatu berjalan dengan pasti dan terukur. Tapi kelak, ternyata teori kedua tokoh Fisika yang berseberangan itu bisa digabungkan oleh Feynman menjadi teori Elektrodinamika Kuantum, yang melahirkan berbagai pengembangan teknologi mutakhir seperti TV, laser, microchip computer, bom atom, dan lain sebagainya.

Sesuatu yang acak, ternyata bukan tidak bisa dikendalikan. Bahkan, sudah terbukti bisa dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi mutakhir. Ini mirip dengan rekayasa genetika yang berbasis pada ‘mutasi random’, yang dipermasalakan oleh kawan kita itu. Kini ilmu rekayasa genetika berkembang luar biasa dahsyatnya. Bahwa mutasi genetika yang dulu dianggap sebagai sesuatu yang tak bisa dikendalikan itu sekarang malah jadi ‘mainan’ para ahli untuk dikendalikan dan dimanfaatkan. Lha, kalau manusia aja bisa, apalagi Tuhan. Sama sekali tidak ada kontradiksi di dalamnya. Baik-baik saja.

Bahkan genome sudah dipetakan. Kemudian diutak-atik untuk menghasilkan mutasi yang terarah. Muncullah teknologi transgenic yang sudah merambah tanaman dan hewan. Mis: binatang-binatang kini bisa dibikin berpendar, mulai dari ikan, kelinci, monyet, anjing, dlsb. Demikian pula padi, kapas, jagung, tomat, dan berbagai buah-buahan sudah bisa dimutasi-genetik-kan menjadi memiliki sifat berbeda dari aslinya. Bahkan, dengan adanya teknologi cloning serta stem sel, kini rekayasa genetika telah melampaui seleksi alam yang konon random dan tak terkendali itu. Kenapa tidak..?!

Jadi, sama sekali tidak ada philosophy yang tidak jelas dalam hal ini. Yang ada hanyalah sudut pandang yang terlalu sempit, sehingga menganggap alam semesta tidak punya kecerdasan yang mengendalikan seluruh proses evolusi. Saya adalah penganut teori evolusi, tetapi bukan evolusi Darwin yang sempit. Melainkan Evolusi Ketuhanan (Godly Evolution) dengan segala kecanggihan desain-Nya yang sangat menakjubkan..!

QS. Luqman (31): 10-11
Dia (Allah) menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia menempatkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu. Dan mengembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.

Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah kepadaku apa yang telah diciptakan oleh tuhan-tuhan  selain Allah. Sebenarnya orang-orang yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.


~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~



DUNIA PASTI KIAMAT, DAN KITA PASTI DAPAT BALASAN





Universe sedang menuju kehancurannya! Ini menjadi ‘konsekuensi logis’ dari dari hukum alam yang kita tempati sekarang, dimana entropinya terus membesar. Begitulah hukum Termodinamika II menyimpulkan. Seiring dengan bertambahnya waktu, tingkat kekacauan dan kerusakan alam semesta menjadi semakin parah. Sampai suatu ketika, seluruh materi alam semesta, termasuk makhluk hidup di dalamnya tak mampu menanggung lagi.

Kenapa entropi alias ‘kekacauan’ alam semesta bertambah parah? Karena alam semesta ternyata sedang mengembang, ibarat sebuah balon udara yang sedang ditiup. Sehingga, dimensi ruang alam semesta ini membesar. Dampaknya, seiring dengan bertambahnya waktu, jarak antar-materi akan semakin renggang, dan energi alam semakin mendingin.

Ibarat manusia, alam semesta sedang menuju kematiannya. Tidak bisa tidak. Merenggangnya materi memunculkan kekacauan, sedangkan mendinginnya energi akan ‘membunuh’ dan ‘membekukan’ seluruh makhluk yang ada di dalamnya. Seluruh bintang, matahari dan galaksi bakal padam. Tentu, tak ada kehidupan yang bisa bertahan di dalam alam semesta yang seperti itu.

Kecuali, alam semesta ini berhenti mengembang. Yakni, saat volumenya mencapai ukuran maksimum dan kemudian mengerut kembali. Apakah hal ini mungkin? Secara teori mungkin, yaitu jika jumlah materi di alam semesta ini cukup besar sehingga menghasilkan gaya gravitasi yang menghalangi pengembangan tiada henti. Dan kemudian alam akan ditarik kembali menuju pusat alam semesta.

Analoginya, mirip dengan batu yang kita lontarkan ke angkasa. Ada tiga kemungkinan yang bakal terjadi. Yang pertama, jika tenaga lemparan kita sedemikian kuatnya, sehingga mengalahkan gaya gravitasi Bumi. Maka batu tersebut akan melesat lepas keangkasa luar. Dan lenyap.

Kemungkinan yang kedua, kekuatan lemparan kita seimbang dengan gaya gravitasi Bumi. Maka, batu tersebut akan melesat ke angkasa, melambat, dan kemudian tertahan di ketinggian tertentu, di angkasa sana. Sedangkan kemungkinan yang ketiga, gaya lemparan kita kalah besar dibandingkan gaya gravitasi Bumi. Hasilnya, batu tersebut akan melambat, melambat, dan melambat, akhirnya berhenti. Lantas, jatuh kembali ke permukaan Bumi disebabkan tarikan gravitasi.

Nah, sampai sekarang, para ahli astronomi sedang sibuk mencari sumber gravitasi yang diharapkan bisa menghalangi mengembangnya alam semesta menuju ketiadaan itu. Secara berangsur-angsur, mereka menemukan sejumlah ‘materi gelap’ dan ‘energi gelap’ di kedalaman alam semesta. Meskipun jumlahnya belum memadai untuk mengimbangi gerakan mengembang sang universe. Tetapi, ke masa depan diyakini materi dan energi gelap itu bakal mencapai jumlah kritis yang dibutuhkan. Hmm, ternyata sains pun disandarkan pada sebuah 'keyakinan' meskipun belum terbukti.

Jika, dark matter dan dark energy tersebut kelak terbukti mencukupi, maka secara teoritis bisa dipastikan alam semesta yang mengembang ini tidak akan mengembang seterusnya. Melainkan, akan berhenti di suatu jarak tertentu, dan kemudian mengerut kembali menuju pusat alam semesta. Alam ini bakal lolos dari kematian ‘skenario pertama’. Yakni, tidak jadi mati dengan cara mendingin... :)

Universe lantas mengerut dan mengecil kembali. Dan itu, lantas akan menaikkan kembali suhu alam semesta, serta merapatkan kerenggangan materinya. Yang terjadi, adalah sebuah proses pemampatan kembali, sehingga suhu alam semesta akan semakin panas, dan semakin panas, seiring dengan merapatnya seluruh materi, serta menciutnya ruang jagad raya.

Alih-alih mati mendingin, alam semesta kini terancam mati kepanasan..! Bahkan, terancam hancur lebur saat runtuh di pusat alam semesta kesedot gravitasi tiada tara dari sebuah blackhole maha raksasa. Materi, energi, ruang, dan waktu bakal hilang lenyap ditelan ketiadaan... :(

Sebagian ahli Astrofisika masih berharap, alam semesta yang lenyap itu bisa muncul kembali disebabkan adanya ‘gaya osilasi’ di pusat alam semesta. Sehingga seperti sebuah bola karet yang jatuh ke permukaan bumi, ia terpental naik lagi. Tapi semua pembicaraan ini masih dalam tataran teori yang bukti-buktinya masih terus digali. Belum ada bukti empiris yang utuh, kecuali baru tanda-tanda, dan kecenderungan ke masa depan dengan berbagai alternatifnya.

Namun setidak-tidaknya, kita punya dasar argumentasi yang masuk akal dalam mendekati masalah ini. Daripada sekedar bicara ngelantur, yang nggak keruan jluntrungannya yang didasari cerita-cerita mistis. Atau, sekedar dugaan-dugaan yang bersifat skeptis.

Lantas, kalau begitu, bagaimana caranya agar kita bisa memperoleh kemantapan pemahaman tentang masa depan alam semesta? Karena secara tidak langsung, ini juga berbicara tetang nasib kita, dan nasib kemanusiaan di seluruh penjuru dunia.

Alhamdulillah kita sebagai orang muslim memiliki sebuah ‘kitab ajaib’ bernama Al Qur’an. Yang ternyata, bercerita tentang trend alam semesta ke masa depan tersebut. Memang sih belum teruji secara empiris juga, tetapi bisa dikaji dan didekati dengan kaidah-kaidah ilmiah sebagaimana ‘teori-teori di atas kertas’ yang kita bicarakan di atas.

Ayat-ayat berikut ini bercerita tentang trend berkembangnya alam semesta, sesuai dengan fakta ilmiah yang diperoleh para ahli astronomi. Bahwa benda-benda langit sedang menjauh satu sama lain. Atau, jika dilihat dari planet bumi terkesan ‘meninggi’ ke segala arah seperti disebutkan ayat berikut ini. Atau meluas, karena faktanya memang sedang meninggi ke berbagai penjuru.

QS. Al Ghaasyiyah (88): 18
Dan (apakah mereka tidak memperhatikan) langit, bagaimana ia ditinggikan?

QS. Adz Dzaariyat (51): 47
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuatan dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya (mengembang).

Dan yang menakjubkan, Allah lantas menginformasikan, bahwa pengembangan itu tidak akan terjadi terus menerus. Karena, Allah ‘menahannya’ untuk tidak lenyap. Ini mirip dengan skenario kedua yang telah kita bahas di atas. Dimana, alam semesta bakal tidak mendingin terus menerus, sehingga mati. Dalam ayat berikut ini, Allah memberikan penegasan bahwa alam semesta tidak bakal mati dengan cara kedinginan seperti itu.

QS. Faathir (35): 41
Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

Yang terjadi, adalah sebaliknya: alam semesta bakal mengerut kembali. Ibarat lembaran-lembaran kertas yang digulung lagi setelah selesai digelar. Dan kemudian, kelak akan runtuh di pusat alam semesta dimana proses itu dimulai. Keruntuhan yang menghancurkan, dengan kehancuran yang sangat dahsyat. Dan melenyapkan segala isi jagad raya.

QS. Al Anbiyaa’ (21): 104
(Yaitu) pada hari Kami gulung langit seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.

Yang lebih menarik, Allah masih memberi tambahan informasi: ‘’ Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya…’’. Ini mengindikasikan, bahwa setelah kehancuran itu, boleh jadi alam semesta akan muncul lagi, dengan mekanisme seperti sebelumnya. Dalam teori kosmologi di atas, diibaratkan bola yang jatuh ke tanah akan terpental kembali, dikarenakan adanya gaya pegas alias gaya osilasi...!

Saya tidak akan meneruskan pembahasan kiamat ini lebih detil, disebabkan halaman yang sangat terbatas. Tetapi bagi Anda yang tertarik, bisa membacanya di buku serial ke-2: Ternyata Akhirat Tidak Kekal. Dalam kesempatan ini, saya hanya ingin menyampaikan, bahwa pendekatan saintifik telah memberikan arah pemahaman yang jelas kepada kita tentang bakal kiamatnya alam semesta. Dengan cara apa pun. Mungkin mendingin, mungkin memanas, ataupun runtuh serta lenyap menuju pada ketiadaan.

Dan, salah satu dampak dari mengerutnya alam semesta itu adalah entropi yang menurun. Yakni berbalikan dengan hukum dunia. Jika alam semesta sekarang ini sedang semakin kacau, maka di alam semesta yang mengerut itu alam akan kembali tertata. Meskipun waktu terus berjalan ke arah depan, ruang jagad semesta ternyata bergerak berbalik arah, mengecil kembali. Materi-materinya merapat, dan energinya memanas kembali.

Inilah yang dalam buku saya itu saya sebut sebagai alam yang memiliki hukum terbalik. Jika di alam yang sedang mengembang sekarang, semua menuju pada kerusakan, maka di alam yang berjalan terbalik itu, justru menuju tertata. Jika di dunia ini semua makanan selalu menuju pada membusuk, maka kelak makanan justru bakal bertambah segar. Jika sekarang manusia menuju pada kematiannya, maka kelak manusia justru akan mengalami kebangkitannya dari dalam kubur, hidup kembali dan tak pernah bisa mati lagi sampai lenyapnya alam semesta.

Ibarat sebuah film dokumenter yang diputar secara terbalik. Awalnya, kita merekam ada sebuah gelas jatuh dari meja, yang kemudian pecah berkeping-keping. Maka, ketika rekaman itu diputar secara terbalik, urutan kejadian di dalam film tersebut menjadi: kepingan-kepingan gelas kaca yang behamburan di lantai tiba-tiba bergerak naik ke atas meja kembali, membentuk gelas yang utuh. Begitulah, analogi sederhana dari sebuah alam yang entropinya berjalan menurun.

Efeknya, sungguh sangat dahsyat bagi kehidupan kita. Itulah yang oleh Al Qur’an disebut sebagai ‘Hari Berbangkit’. Manusia akan bangkit kembali dari dalam kuburnya, disebabkan Allah membalik entropi alam semesta. Mirip dengan gelas yang sudah pecah berhamburan, menjadi utuh kembali..!

QS. Al Qiyamah (75): 3-4
Apakah manusia mengira, bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya (yang sudah hancur berserakan)? Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun jari jemarinya dengan sempurna (seperti sediakala).

Dan yang kedua, efek ‘pembalasan' akan muncul di fase itu. Orang-orang yang di dunia (fase entropi naik) selalu berbuat kejahatan, ia akan memperoleh balasan berupa kejahatan pula di akhirat (fase entropi menurun). Dan, orang-orang yang selalu berbuat kebajikan, dengan sendirinya akan memperoleh balasan kebajikan. Mekanismenya sangat sederhana: kalau di dunia banyak memberi energi positip, kelak akan menerima energi positip. Dan jika di dunia banyak mengambil energi (berbuat negative), ia akan kehilangan  energi (balasan negative). Begitulah mekanisme surga dan neraka, dipandang dari sudut perubahan entropi.

Maka, ‘kiamat’ dan ‘alam pengadilan’ dengan mekanisme ‘balasan perbuatan’, adalah sebuah keniscayaan. Dilihat dari sisi science maupun apalagi ethics. Bahwa kehidupan ini tidak hanya akan berhenti di alam dunia. Karena, memang kematian bukanlah akhir dari segalanya. Melainkan justru menjadi pintu gerbang dari fase kehidupan berikutnya. Sayang, kelak banyak orang yang menyesal karena salah mengira...! Bersambung sekali lagi… :)

QS. Al Haaqqah (69): 27
Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segalanya…

~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~