Saturday, September 8, 2012

Filosofi Jalan Raya



Dalam diskusi kecil bersama dua orang yang paling menyayangiku dan aku sayangi. Ternyata di sekitar kita banyak pelajaran hidup yang perlu diketahui, dipahami, direnungkan, dan diterapkan.

Belajar tidak harus di dalam ruang kelas, tidak selalu guru yang membimbing dan mengajari kita berupa manusia. Alam dan segala isinya beserta fenomena-fenomenanya merupakan sekolah kehidupan yang benar-benar nyata. Baik gunung, lautan, pasar, atau pun jalan raya.

Hidup bisa diibaratkan sebagai suatu jalan raya. Di mana merupakan tempat melintas segala jenis kendaraan. Mulai dari bus, truk, mobil, becak, motor, sepeda kayuh, dan bahkan pejalan kaki. Masing-masing dari mereka memiliki gaya dan kecepatan yang berbeda. Bis lebih cepat dari motor, truk lebih cepat dari sepeda kayuh, pejalan kaki tentu saja lebih lambat dari motor.

Perbedaan pola ketika melaju, kecepatan ketika bergerak, dan kapasitas kemampuan menjadikan setiap kendaraan pastinya memiliki porsi tersendiri. Baik bahan bakar, tempat serta luasan area melintas. Sudah sewajarnya bis dengan kecepatan yang dimilikinya berada di lintasan tengah, mobil yang lebih lambat berada lebih pinggir, begitu pula motor dan pejalan kaki.

Namun jika pola ini dirubah misalnya. Pejalan kaki berada di tengah, sedangkan bis berada di pinggir. Pola ini akan merusak harmonisasi. Pejalan kaki akan tertabrak jika ada kendaraan lain ingin melintas dengan kecepatan tinggi, bis akan kehilangan keseimbangan karena terganggu atribut lalu lintas dan pepohonan yang berada di pinggir jalan hingga bisa jadi menyebabkan terguling.

Begitu pula dengan hidup. Setiap orang meiliki kapasitas dan kemampuan berbeda satu dengan yang lain. Baik dari segi fisik, pikiran, maupun mentalnya. Perbedaan itulah yang menyebabkan masing-masing orang memiliki porsi yang tidak sama. Ada orang lebih kaya, memiliki kedudukan lebih tinggi, lebih pandai, dan memiliki tanggung jawab lebih besar daripada yang lain.

Bisa jadi orang dijadikan kelebihan harta memang lebih siap menjalani hidup dengan keadaannya, atau orang yang memiliki kedudukan jabatan lebih tinggi pada dasarnya lebih mampu dari segi fisik dan mentalnya. Begitu juga sebaliknya.

Lantas yang menjadi tugas kita adalah menyukuri keadaan yang kita miliki dengan senantiasa memberikan yang terbaik dari setiap tugas yang kita kerjakan. Sehingga kita bisa memaknai hidup yang kita jalani.

Dengan memahami kondisi semacam ini, maka gejolak hati akan teredam dan lebih terarah pada tujuan sesungguhnya. Karena seperti halnya berbagai macam kendaraan yang melintas di jalan raya, tiap-tiap individu mempunyai tujuan. Dan di atas semua tujuan tersebut pada hakikatnya semua orang bergerak menuju ke satu titik yang sama, yaitu kebahagiaan hakiki.