Thursday, January 24, 2013

PERASAAN PUN KINI BISA DIUKUR



oleh Agus Mustofa 

Perasaan adalah hal yang abstrak, agaknya benar. Tetapi, apakah karenanya lantas tidak bisa diukur? Eh, kayaknya nanti dulu. Karena, upaya untuk mengukur perasaan itu kini semakin menunjukkan hasil. Meskipun upaya itu masih terus berproses menuju kualitas yang lebih baik.

Bagaimana cara mengukur perasaan? Tentu saja tidak bisa langsung. Melainkan harus diterjemahkan dulu ke bahasa alat. Mirip dengan mengukur gelombang radio atau televisi misalnya. Kita tidak pernah bisa ’melihat’ gelombang radio dan televisi itu dalam bentuk yang sesungguhnya dengan mata dan telinga. Tetapi, kita lantas bisa melihat dan mendengarnya ketika sudah dilewatkan alat terlebih dahulu.

Tenyata, penelitian mutakhir semakin mengarah kepada kemampuan untuk mengukur perasaan itu. Asal muasalnya, disebabkan oleh munculnya zat-zat biokimiawi yang diproduksi oleh otak seiring dengan berubahnya perasaan seseorang. Namanya neurotransmitter. Ada sangat banyak jenis neurotransmitter, yang ternyata sangat khas terkait dengan jenis-jenis perasaan yang terjadi. Neurotransmitter untuk kemarahan berbeda dengan kesedihan, berbeda dengan kegembiraan, berbeda dengan kemalasan, berbeda dengan kecemasan dan sebagainya.

Nah dengan memanfaatkan zat-zat yang diproduksi oleh sel-sel otak itu, kini ’perasaan’ semakin bisa didefinisikan, dan bahkan kemudian diukur kualitas maupun besarnya. Perasaan gembira misalnya, ternyata adalah identik dengan diproduksinya neurotransmitter bernama enkefalin oleh sel-sel otak. Sedangkan rasa cemas, identik dengan keluarnya adrenalin yang membuat jantung berdebar-debar dan berkeringat dingin. Dan, perasaan malas disebabkan oleh munculnya neurotransmitter GABA dan Serotonin.

Proses ini bisa berlaku sebaliknya. Yakni, jika seseorang diinjeksi dengan zat-zat tersebut, yang tadinya tidak gembira bisa menjadi gembira. Yang tadinya tidak cemas bisa menjadi cemas. Yang tadinya tidak malas bisa menjadi malas. Yang tadinya penakut, bisa menjadi pemberani. Yang tadinya sedih bisa menjadi tertawa terus menerus. Dan seterusnya. Wah, ternyata ’perasaan’ mulai bisa dikuantifikasi dengan peralatan...

Sebagian zat itu terkandung di dalam Narkoba. Karena itu, para pemakai narkoba bisa menjadi seperti orang gila dan berperilaku ’aneh’ dikarenakan zat-zat yang terkandung di dalamnya mempengaruhi kerja otaknya. Ada yang terus menerus tertawa, padahal tidak ada yang lucu dari apa yang dilihatnya. Ada yang menjadi tidak punya rasa takut. Ada yang menjadi ’tenang’ berlebihan. Ada pula yang menjadi beringas. Dan lain sebagainya.

Dengan kata lain, ternyata ’perasaan’ bisa dikonversi menjadi zat-zat neurotransmitter. Dan sebaliknya, zat-zat tersebut bisa dikonversi kembali menjadi perasaan. Dengan demikian, ini bisa dijadikan sebagai media untuk mengukur perasaan. Bukan hanya pada kualitasnya, melainkan juga pada ’dosis’nya secara kuantitatif.

Pengukuran yang lebih maju adalah yang dilakukan secara elektromagnetik. Saya termasuk yang melakukan pengukuran dengan alat semacam itu, yakni menggunakan kamera aura. Dengan mengobservasi getaran tubuh seseorang, ternyata kita bisa mengukur ’suasana hati’ alias perasaannya. Yaitu, setelah diterjemahkan terlebih dahulu menjadi warna-warna cahaya. Tinggi rendahnya frekuensi pada diri seseorang ternyata menggambarkan seberapa besar tingkat emosinya.

Jika emosinya sedang tinggi, maka jantung sebagai ’Hati Luar’ akan bergejolak, berdegup-degup tidak beraturan. Getaran jantung itu merembet ke seluruh tubuh, bisa sampai menyebabkan tangan seseorang gemetaran, bibirnya juga bergetar, dan seluruh tubuhnya menggeletar. Jika dalam kondisi demikian, badan orang itu dihubungkan ke sensor kamera aura, maka bisa dipastikan warna auranya akan merah.

Derajat warna merah itu bermacam-macam, mulai dari yang gelapsampai yang terang. Dan bisa menunjukkan seberapa besar tingkat kemarahannya. Bahkan alat di klinik aura kami, di Surabaya,  bisa merekam secara video dalam kurun waktu tertentu. Sehingga akan terlihat perubahan warnanya secara realtime. Pada saat orang tersebut bisa mengendalikan emosinya, warna merahnya memudar, kemudian berganti menjadi warna-warna yang lebih sejuk. Misalnya, hijau, biru, nila, ungu, sampai putih.

Getaran jantung, getaran perasaan di Otak, dan warna-warna aura yang dihasilkan selalu sinkron secara konsisten. Ini menunjukkan, bahwa perasaan di otak yang sangat abstrak itu setelah ditransfer ke jantung menjadi desiran elektromagnetik yang bisa diukur kualitas dan besarnya. Dengan memahami ilmu warna aura, kita lantas bisa menerjemahkan makna warna itu secara psikologis kembali, bahwa seseorang itu sedang berada dalam pengaruh perasaan tertentu.

Sebagai perbandingan, Anda bisa melihat hasil penelitian yang dilakukan oleh pakar-pakar Brain-Heart dari Institute of HeartMath. Bahwa gelombang jantung dan otak itu ternyata sangat riil hubungannya sehingga bisa diukur langsung dengan menggunakan Electro Cardio Graph (ECG) dan Electro Encephalog Graph (EEG).

Pancaran gelombang perasaan yang berasal dari otak yang masih lemah, akan menjadi berlipat kali lebih kuat ketika getarannya sudah diresonansikan ke jantung. Ini karena kuat medan jantung berlipat-lipat kali lebih besar dibandingkan otak. Sehingga seperti masuk ke dalam amplifier saja layaknya. Dan kemudian bisa menebar keluar dirinya.

Dalam penelitian itu bisa digambarkan Kuat Medan Elektromagnetik yang muncul dari getaran jantung seseorang. Radiasinya bisa diukur sampai jarak 1 meter lebih dari tubuhnya. Sehingga, bisa mengimbas kepada orang-orang yang berada di dekatnya. Inilah penjelasannya, kenapa berdekatan dengan orang yang emosional, Anda akan ikut-ikutan emosional. Dan berdekatan dengan orang-orang yang sabar, Anda akan terimbas menjadi  sabar pula. Ternyata getaran jantung (Qalb) Anda teresonansi oleh getaran jantung (Qalb) seseorang yang ada di dekat Anda itu.

Bukan hanya kuat medannya, ternyata pola gelombangnya pun bisa menjadi sinkron ketika perasaan kita dengan seseorang itu sepaham dan saling mengerti. Disana juga digambarkan gelombang otak dan gelombang jantung orang yang bersalaman. Ketika belum bersalaman, gelombang otak si A berbeda dengan gelombang jantung si B (tentu saja). Tetapi, ketika bersalaman, gelombang otak si A sinkron dengan gelombang jantung si B, dalam bentuk gelombang yang harmonis.

Maka, apa kesimpulannya…?
Ternyata, manusia memancar-mancarkan gelombang elektromagnetik yang berporos pada mekanisme Otak-Jantung yang kita kenal sebagai bahasa Qalbu. Pancaran itu bisa bersifat internal ~ dalam diri sendiri antara dada & kepala ~ maupun eksternal yang mengimbas orang lain di sekitarnya. Perasaan lembut akan menularkan kelembutan, perasaan kasar akan menularkan suasana emosional yang membuat orang di sekitarnya tidak betah, dan kemudian pergi menjauhinya..!

QS. Ali Imran (3): 159
Maka disebabkan perasaan penuh kasih (rahmat) dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu...

Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~

No comments:

Post a Comment