Wednesday, January 30, 2013

KETIKA SAINS TAK MAMPU MENJAWAB YANG GAIB





Kalau menjawab pertanyaan ‘KENAPA’ saja Sains tak mampu, apalagi menjawab hal-hal yang GAIB, seperti: Jiwa, Ruh, Kehendak, Alam Kematian, Alam Akhirat, Kiamat, Takdir, Malaikat, Jin, dan lain sebagainya. Paling-paling, jawaban yang keluar dari seorang pakar sains hanyalah: semua itu di luar wilayah sains. Atau, itu berada dalam wilayah ‘keimanan’… :)

Hanya sebatas itulah memang ‘kemampuan’ Sains. Karena ia dikembangkan berdasar kemampuan berpikir kulit otak yang bersifat sensorik, berdasar panca indera. Sehingga, sesuatu baru diakui sebagai evidence atau bukti ketika bisa dilihat, didengar, dibaui, dikecap, dan diraba. Secara langsung, maupun setelah ditransfer ke variable-variabel yang bisa diamati oleh panca indera.

Di luar itu, Sains sudah tidak mampu. Tetapi, itu memang ‘tidak salah’. Dan tidak bisa disalahkan. Karena para pakar Sains memang sudah ‘membatasi diri’ seperti itu. Sehingga, konsekuensinya, segala sesuatu yang di luar wilayah ‘terbukti’ itu lantas dinamai dengan: pseudo-science, paranormal, metafisika dan lain sebagainya. Pada tingkat ini, saya masih bisa ‘sependapat’ atau setidak-tidaknya mengapresiasi-lah.

Yang saya menjadi tidak sependapat itu adalah: ketika para pakar Sains berpendapat bahwa SEGALA SESUATU yang tidak bisa dijelaskan oleh Sains berarti TIDAK ADA. Alias bukan realitas. Inilah masalah utamanya, sehingga kenapa saya mengeluarkan ungkapan: ‘Sains bukan segala-galanya’. Karena, Sains memang tidak bisa menjelaskan segala-galanya. Dan, sama sekali tidak benar, HANYA Sains saja yang bisa menjelaskan realitas. Selebihnya tidak bisa. Inilah yang saya sebut sebagai’ kepongahan’ itu..! Bukan kepongahan sains memang, lebih tepatnya adalah kepongahan para pakar Sains yang berpendapat seperti itu.

Woow, terlalu banyak hal yang tidak bisa dijelaskan oleh Sains. Jangankan yang ‘gaib-gaib’, yang tidak gaib saja sedemikian banyaknya. Melanjutkan sedikit, tentang ketidakmampuan Sains menjawab pertanyaan ‘kenapa’ di note saya sebelumnya; situasinya akan menjadi sangat ‘menggelikan’ ketika Anda mengejar para pakar sains dengan pertanyaan KENAPA itu.

Ketika saya tanyakan: KENAPA ada laki-laki dan perempuan? Dijawabnya: karena ada kromosom XY dan XX. Tapi cobalah kejar lagi dengan pertanyaan: Lha, KENAPA ada kromosom XX dan XY? Mungkin dia akan menjawab: karena diatur oleh sejumlah gen yang ada di dalam kromosom. Kemudian, Anda bertanya lagi: Lha, KENAPA kok ada gen-gen yang bisa mengatur terjadinya jenis kelamin itu? Mungkin, dia akan menjawab: yaa, karena ada seleksi alam..!

Hheehe, terus KENAPA ada seleksi alam? Kira-kira jawabannya: Mmm.., ya karena alam ini memang punya hukum untuk menyeleksi..! Hhahaa, mulai mbulet kan..?! Tapi, Anda masih bisa terus bertanya dengan ‘KENAPA’. Lhaa iya, KENAPA kok alam punya kemampuan untuk menyeleksi? Trus dijawab lagi: Ya pokoknya begitulah…!! Nah, dialog seperti inilah yang akan menjadi ‘akhir’ dari diskusi antara Atheis dan Tasawuf Modern tentang sains.

Saya tentu tidak pernah menyalahkan sains sabagai ilmu. Lha wong saya juga penggemar sains. Saya cuma ingin menunjukkan bahwa Sains bukan segala-galanya. Apalagi, Sains bekerja secara trial & error. Dicoba, kalau ‘salah’ diluruskan, dan kalau ‘benar’ diteruskan. Sehingga adalah sebuah ‘kekeliruan besar’ kalau ada orang yang begitu mengagungkan Sains, sehingga mengira hanya dengan Sains-lah manusia bisa MEMAHAMI seluruh REALITAS. Hmm, dia sedang bermimpi di siang bolong. Atau, mungkin mimpi sambil berdiri, kayak foto di wall saya itu… :)

Kecuali, dia sudah mendefinisikan bahwa yang disebut ‘realitas’ itu HANYALAH yang dipahami oleh Sains. Selebihnya bukan realitas, karena tidak bisa dipahami oleh sains. Wah, kalau sampai muncul klaim demikian, ini sudah bukan kepongahan lagi, tapi sudah arogansi. Dan, menjungkir-balikkan makna realitas. Karena, Sains sendiri masih terus berkembang secara trial & error untuk memahami realitas yang belum diketahuinya.

Jadi, masalahnya sangat SEDERHANA. Sains itu cuma SECUIL ilmu yang ada dalam REALITAS. Alam semesta ini adalah SAMUDERA ILMU. Yang sudah terungkap barulah SETETES saja. Masih jauh lebih banyak yang belum diketahui daripada yang sudah. Ibarat ruang alam semesta: lebih banyak ruang GELAP-nya, daripada kerlipan CAHAYA bintang pengisinya. Itulah yang difirmankan Allah dalam ayat berikut ini.

QS. Luqman (31): 27
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena, dan lautan (menjadi tinta). Kemudian ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) sesudah (kering)-nya, niscaya TIDAK akan HABIS-HABIS-nya (dituliskan) kalimat (ilmu) Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

QS. Ath Thalaaq (65): 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, AGAR kamu MENGETAHUI bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ILMU-Nya benar-benar MELIPUTI segala sesuatu.

Begitulah sahabat, kalau Anda men-challenge Sains dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar secara beruntun, maka diskusinya akan berujung pada ‘ketidak-tahuan’. Ya memang itulah hakikat sains. Ia berangkat dari ‘ketidaktahuan’ dan akan berakhir dengan ‘ketidaktahuan’. Karena itu, jangan menjadikan Sains sebagai alat untuk ‘MELIHAT’ Tuhan. Sehingga, kalau Tuhan tidak bisa ‘dilihat’ dengan Sains lantas berkesimpulan bahwa TUHAN itu TIDAK ADA. Hhehe.., lha wong ‘peralatannya’ yang keliru, kok menyalahkan Realitas-Nya. Terlalu naïf kawan..!

Manusia memiliki perangkat yang jauh lebih ‘keren’ selain Pikiran Sadar yang menjadi sumber Sains itu. Yakni, Alam Bawah Sadar. Islam menyebutnya sebagai Qalb & Fu-aad. Dan kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi HATI. Ada juga yang menyebutnya sebagai INTUISI. Ada lagi, INDERA KEENAM alias the sixth sense. Dan sebagainya. Ia memiliki kemampuan mengolah informasi ratusan ribu kali lipat lebih dahsyat dibandingkan Pikiran Sadar.

Islam mengajarkan PERPADUAN antara Pikiran Sadar dan Bawah Sadar itu secara simultan dengan panduan firman-firman Sang Pemilik Ilmu. Di dalam Al Qur’an disebut sebagai ‘tafakur’ dan ‘dzikir’. Atau, ada yang menyebut intetelektualitas dan hati. Jangan hanya digunakan salah satunya, karena bisa menjebak pada kesalahkaprahan. Orang yang hanya menggunakan ‘pikirannya’ akan terjebak kepada hal-hal yang materialistik saja. Sedangkan orang-orang yang hanya menggunakan ‘hatinya’ akan terjebak kepada ketidakpastian yang tak terkendali. Perpaduannya menghasilkan kesempurnaan yang disebut sebagai kualitas ULUL ALBAB. Tipikal orang seperti inilah yang kata Al Qur'an bakal bisa mengambil pelajaran dari Firman-Nya dengan sebaik-baiknya.

QS. Ali Imran (3): 7
… Dan TIDAK DAPAT mengambil PELAJARAN kecuali orang-orang yang menggunakan akal (ulul albab).

Maka, bagi agama Islam, pembelajaran SAINS adalah sebuah KENISCAYAAN. Sebagaimana niscayanya penggunaan HATI. Itulah yang tergambar dalam ratusan ayat-ayat Al Qur’an yang selalu menjadi landasan saya dalam menulis buku-buku Diskusi Tasawuf Modern. Sebuah pembelajaran dengan mekanisme Ulul Albab.

QS. Ali Imran (3): 190-191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang hari terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ULUL ALBAB), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah (DZIKRULLAH) sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka TAFAKUR (berpikir secara ilmiah) tentang penciptaan langit dan bumi (sampai menyimpulkan): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Dengan perpaduan antara dzikir dan tafakur itulah umat Islam tidak TERBELENGGU ke dalam pemahaman PARSIAL dalam memahami REALITAS. Mulai dari yang bersifat materialistik, energial, maupun spiritual. Mulai dari alam dunia, alam barzakh, sampai alam akhirat. Atau, dari yang bersifat badaniyah, nafsiyah, sampai ruhiyah. Islam mengajarkan SAMUDERA ILMU kepada hamba-hamba-Nya yang ingin memahami realitas dalam arti yang sebenar-benarnya. Karena, semuanya itu memang ilmu-ilmu Allah, Dzat Maha Berilmu yang menguasai segala realitas jagat semesta. Inilah yang disebut sebagai BERTAUHID hanya kepada ALLAH itu... :)

QS. An Nisaa’ (4): 126
KEPUNYAAN Allah-lah apa yang di LANGIT dan apa yang di BUMI, dan adalah Allah Maha MELIPUTI segala sesuatu.

~ Salam Mentauhidkan Ilmu Pengetahuan ~

No comments:

Post a Comment