Abstract
Market
is the important entity in economic activity. Market is a place where
the demand and supply meet. This is a kind of distribution in economic.
As Adam Smith said that there is invisible hand that orders demand and
supply in it’s order. But now, that theory disappeared when there is a
market power in the market. So, how it can be. Is it Adam’s theory was
wrong or is there another system that could create what Adam’s theory.
Invisible
hand can be seem when the structure of the market is a perfectly
competitive market. The characteristic of that market are homogeneous
product, perfect knowledge, small relatively output, price taker and
free entry and exit. Thus characteristic cold be found in Islamic
market, because in Islam, market has rules how the demand and supply
influence each other. Monopolistic is forbidden, and many things that
could create market power are forbidden. Ibnu Taimiyah said, that
Islamic market is like perfectly competitive market. That fact shows us
that Islam is the best way in every single life.
JEL Classification: B21, D41
Keywords: Market, Perfect Competition, Islamic Market
PENDAHULUAN
Islam
adalah agama yang universal, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia,
baik yang bersifat ibadah maupun muamalah. Begitu pula ekonomi. Dalam
Islam diatur bagaimana perilaku konsumen dan produsen dalam menjalankan
aktivitas ekonomi mereka. Interaksi-interaksi mereka dalam pasar diatur
agar tidak terjadi market power
yang menguntungkan satu pihak. Dalam struktur pasar Islami, memang ada
kebebasan dalam berekonomi, namun masih dibatasi dengan aturan-aturan
tanpa mengabaikan prinsip tanggung jawab dan keadilan.
Terciptanya
sebuah pasar yang bersaing secara sempurna adalah impian setiap orang,
karena dengan begitu keadilan antara produsen dan konsumen akan
tercipta. Adam Smith dalam bukunya yang berjudul An Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth of Nations menyebutkan
bahwa; semua rumah tangga dan perusahaan yang berinteraksi di pasar,
seolah-olah dibimbing oleh suatu kekuatan atau tangan yang tidak nampak (invisible hand), sehingga interaksi pasar dapat mengarah pada hasil yang diinginkan.
Teori ini akan berhasil ketika dalam sebuah pasar tersebut tidak adanya kuasa pasar (market power)
yaitu kemampuan satu pelaku (atau sekelompok kecil pelaku) ekonomi
untuk mempengaruhi harga-harga yang berlaku di pasar. Hal ini
menunjukkan pentingnya tercipta sebuah pasar persaingan yang sempurna,
dimana baik produsen maupun konsumen berlaku sebagai price taker.
Jauh sebelum itu, Islam telah memiliki prototipe bagaimana pasar yang
ideal, dimana tidak ada kezhaliman, tidak adanya penguasaan oleh satu
pelaku ekonomi dan sebagainya.
Beberapa
tujuan penulisan paper ini adalah: a) Untuk mengetahui karakteristik
pasar persaingan sempurna, b) Mengetahui bagaimana struktur pasar dalam
Islam, dan c) Untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam terhadap pasar
persaingan sempurna. Selain tujuan diatas, penulis juga ingin
membandingkan konsep konvensional dan konsep Islam dalam pasar
persaingan sempurna.
Adapun
masalah yang akan penulis bahas lebih lanjut dalam tulisan ini adalah:
a) Apa itu pasar persaingan sempurna dan karakteristiknya, b) Bagaimana
pasar persaingan sempurna dalam Islam, dan c) Konsep manakah yang lebih
baik antara konvensional dan Islam dalam pasar persaingan sempurna.
Tulisan ini memakai metode kualitatif. Penulis melakukan review terhadap
beberapa literatur yang berkaitan, yang kemudian penulis bandingkan
dengan teori-teori yang penulis dapatkan.
PEMBAHASAN
Pasar adalah sekumpulan pembeli dan penjual dari sebuah barang dan jasa tertentu[1]
(Mankiw, 2000). Para pembeli sebagai sebuah kelompok menentukan
permintaan terhadap sebuah produk, dan para penjual sebagai kelompok
lainnya menentukan penawaran terhadap produk. Aktivitas usaha
yang dilakukan di pasar pada dasarnya akan melibatkan dua subyek pokok,
yaitu produsen dan konsumen. Kedua subyek tersebut masing-masing
mempunyai peranan yang sangat besar terhadap pembentukan harga barang
yang ada di pasar.
Sementara
itu mekanisme pasar adalah suatu mekanisme untuk menjalankan aktivitas
perekonomian dalam rangka mengadakan penyesuaian atas gejolak-gejolak
yang timbul[2] (Idri; 2008). Mekanisme pasar cenderung untuk menyesuaikan jumlah barang yang diminta (demand) dan jumlah barang yang ditawarkan (supply) sehingga memungkinkan penggunaan sumber yang tertib untuk pemenuhan kebutuhan[3]
(Grossman; 95). Dalam hal ini, mekanisme pasar dikelola secara bebas
tanpa banyak intervensi oleh kekuasaan tertentu sehingga pasar berjalan
sebagaimana kodratnya dan terjadi keseimbangan serta ketertiban.
Karakteristik Pasar Persaingan Sempurna
Menurut Gregory Mankiw dalam bukunya[4] (2000) mendefinisikan pasar persaingan sempurna sebagai berikut: “Pasar
persaingan sempurna (perfectly competitive market) adalah suatu pasar
dimana terdapat banyak sekali pembeli dan penjual sehingga pengaruh
masing-masing terhadap harga pasar dapat diabaikan karena sedemikian
kecilnya”.
Adapun Manurung[5] (2008) menjelaskan bahwa sebuah pasar persaingan sempurna harus memenuhi asumsi-asumsi berikut:
1. Homogenitas Produk (Homogeneous Product)
Yang
dimaksud dengan produk yang homogen adalah produk yang mampu memberikan
kepuasaan (utilitas) kepada konsumen tanpa perlu mengetahui siapa
produsennya. Konsumen tidak membeli merek barang tetapi kegunaan barang.
Karena itu semua perusahaan dianggap mampu memproduksi barang dan jasa
dengan kualitas dan karakteristik yang sama.
2. Pengetahuan Sempurna (Perfect Knowledge)
Para
pelaku ekonomi (konsumen dan produsen) memiliki pengetahuan sempurna
tentang harga produk dan input yang dijual. Dengan dernikian konsumen
tidak akan mengalami perlakuan harga jual yang berbeda antara satu
perusahaan dengan perusahaan lainnya.
3. Output Perusahaan Relatif Kecil (Small Relatively Output)
Semua
perusahaan dalam industri (pasar) dianggap berproduksi efisien (biaya
rata-rata terendah), baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Kendatipun demikian jumlah output setiap perusahaan secara individu
dianggap relatif kecil dibanding jumlah output seluruh perusahaan dalam
industri.
4. Perusahaan Menerima Harga Yang Ditentukan Pasar (Price Taker)
Konsekuensi dari asumsi ketiga adalah bahwa perusahaan menjual produknya dengan berpatokan pada harga yang ditetapkan pasar (price taker).
Karena secara individu perusahaan tidak mampu mempengaruhi harga pasar.
Yang dapat dilakukan perusahaan adalah menyesuaikan jumlah output untuk
mencapai laba maksimum.
5. Keleluasaan Masuk-Keluar Pasar (Free Entry and Exit)
Bebas masuk atau keluar berarti tidak ada biaya khusus yang menyulitkan perusahaan untuk masuk maupun keluar dari suatu pasar[6] (Pindyck; 2007).
Supply dan Revenue dalam Pasar Persaingan Sempurna
Tingkat
harga dalam pasar persaingan sempurna ditentukan oleh permintaan dan
penawaran. Produsen secara individu harus menerima harga tersebut
sebagai harga jual. Output yang di produksi juga lebih kecil daripada
output pasar, maka berapapun yang di produksi tidak mempengaruhi harga.
Karena itu, kurva permintaan pada pasar persaingan sempurna berbentuk
garis lurus horizontal[7] (Manurung; 2008).
Adapun penerimaan total (total revenue) perusahaan sama dengan jumlah output (Q) dikali harga jual (P). Karena harga telah ditetapkan, penerimaan rata-rata (average revenue) dan penerimaan marjinal (marginal revenue)
adalah sama dengan harga. Dengan demikian kurva permintaan (D) sama
dengan kurva penerimaan rata-rata (AR) sama dengan kurva penerimaan
marjinal (MR) dan sama dengan harga (P).
Pasar dalam Islam
Dalam
Islam, umat muslim itu dianjurkan untuk berusaha apa saja selama masih
dalam koridor syariah, artinya selama usaha itu tidak melanggar
ketentuan-ketentuan yang di syariatkan Allah SWT. Demikian pula dalam
hal melakukan kegiatan ekonomi, semua boleh dilakukan asalkan tidak
melanggar aturan-aturan tersebut. Salah satu aktivitas ekonomi dapat
terlihat dalam pasar, dimana bertemunya antara penjual dan pembeli untuk
melakukan transaksi atas barang atau jasa, baik dalam bentuk produksi
maupun penentuan harga. Transaksi jual beli dibolehkan dalam Islam
selama tidak mengandung riba dan hal-hal yang dapat merugikan salah satu
pihak, sebagaimana Allah SWT berfiman dalam QS. Al-Baqarah ayat 275:
“Yang
demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan
riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Mekanisme
pasar yang dibangun dalam Islam berdasarkan norma ajaran Islam yang
berhubungan dengan aktivitas ekonomi. Mekanisme pasar bukanlah suatu hal
yang sempurna atau baku sehingga dimungkinkan gagal dalam mencapai
tujuan ekonomi. Disinilah dibutuhkan intervensi agar mekanisme pasar
berjalan sesuai dengan kepentingan perekonomian yang Islami.
Dalam
ajaran Islam, pasar ditempatkan pada posisi yang proporsional berbeda
dengan pandangan kapitalisme maupun sosialisme yang ekstrim. Pasar bukan
satu-satunya mekanisme distribusi yang utama dalam perekonomian tetapi
hanya merupakan salah satu dari berbagai mekanisme yang diajarkan
syariat Islam.
Pasar Persaingan Sempurna dalam Islam
Mekanisme pasar yang Islami menurut Ibnu Taimiyah haruslah memiliki kriteria-kriteria berikut:
1.
Orang-orang harus bebas untuk masuk dan keluar pasar. Memaksa penduduk
menjual barang tanpa ada kewajiban untuk menjualnya adalah tindakan yang
tidak adil dan ketidakadilan itu dilarang.
2. Tingkat informasi yang cukup mengenai kekuatan-kekuatan pasar dan barang-barang dagangan adalah perlu.
3.
Unsur-unsur monopolistik harus dilenyapkan dari pasar sehingga segala
bentuk kolusi antara kelompok para penjual dan pembeli tidak
diperbolehkan.
4.
Homogenitas dan standardisasi produk sangat dianjurkan ketika terjadi
pemalsuan produk, penipuan dan kecurangan-kecurangan dalam
mempresentasikan barang-barang tersebut.
5.
Setiap penyimpangan dari kebebasan ekonomi yang jujur, seperti sumpah
palsu, penimbangan yang tidak tepat, dikecam oleh ajaran Islam.
Dari
pendapat Ibnu Taimiyah di atas tentang mekanisme pasar dalam Islam,
kita dapat melihat mekanisme-mekanisme tersebut mengarah pada
karakteristik pasar persaingan sempurna. Hal itu berarti bahwa pasar
dalam Islam itulah yang dalam teori konvensional disebut dengan pasar
persaingan sempurna, dimana asumsi-asumsi yang disebutkan oleh pakar
ekonomi konvensional ada (ditemukan) dalam pasar yang Islami.
Salah
satu contoh pasar persaingan sempurna dalam pasar Islam adalah yang
terjadi pada masa khalifah Umar bin Khattab RA. Pada saat itu Umar
berjalan dipasar kurma, ketika itu Umar mendapati salah seorang pedagang
yang menjual dibawah harga yang ada di pasar tersebut. Umar memberikan
dua pilihan pada penjual tersebut, yang pertama naikkan harga sampai
sama dengan harga yang ada di pasaran atau keluar dari pasar ini.
Kisah
di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam sebuah pasar persaingan
sempurna harga yang ditawarkan adalah sama dengan harga yang ditawarkan
oleh seluruh pedagang dalam pasar tersebut jika barang dagangan tidak
terdeferensiasi (berbeda).
Adam Smith vs Ibnu Taimiyah
Konsep
mekanisme pasar yang ditawarkan oleh kapitalisme dalam perkembangannya
telah menimbulkan monopoli pasar. Di mana para penguasa atau pemodal
mengendalikan harga sesuai kebutuhan mereka. Dengan demikian, harga yang
terbentuk dalam pasar bukanlah hasil supply dan demand
dalam pasar tersebut, melainkan ketentuan dari para pemodal. Berbalik
dengan sistem kapitalis, dalam sosialisme mekanisme pasar yang ada
sangat dipengaruhi oleh langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah.
Kedua
sistem konvensional tersebut akan berdampak pada minimnya terjadi pasar
persaingan sempurna (perfect competition), bahkan membawa pada
persaingan yang tidak sehat. Padahal dalam bukunya “Wealth of Nations”
Adam Smith menyatakan bahwa ada tangan yang tak nampak yang akan
membimbing pelaku pasar sehingga interaksi pasar dapat mengarah pada
hasil yang diinginkan.
Jika
kita terapkan teori Adam Smith ini dalam perekonomian konvensional
(kapitalis dan sosialis), maka tujuan pasar tidak dapat tercapai karena
dalam sistem kapitalis akan terjadi market power
yang membawa pasar pada persaingan mopolistik dan dalam sistem sosialis
akan terjadi penguasaan pemerintah terhadap harga sehingga penawaran
dan permintaan tidak dapat menyesuaikan diri secara alamiah. Hal ini
mengakibatkan lumpuhlah kekuatan tangan tidak nampak dalam
mengkoordinasikan pelaku pasar dalam membentuk perekonomian.
Berbeda
dengan yang di atas, pasar persaingan sempurna (perfect competition)
sangatlah bersesuaian dengan teori-teori yang dikemukakan Ibnu Taimiyah
yang menyebutkan bahwa dalam pasar Islam kebebasan berekonomi itu ada
namun juga ada intervensi pemerintah dalam batas-batas dan keadaan yang
dibutuhkan. Pasar persaingan sempurna sangatlah mungkin terjadi ketika
sistem ekonomi yang dipakai adalah sistem Islam. Teori-teori yang
dikemukakan Adam Smith dapat terealisasikan ketika pasar yang dihadapi
adalah pasar persaingan sempurna. Maka, ketika sistem yang digunakan
adalah sistem kapitalisme dan sosialisme, pasar persaingan sempurna akan
sulit terjadi.
PENUTUP
Pasar
persaingan sempurna adalah pasar yang terdiri atas banyak penjual dan
pembeli yang mana penjual menerima harga pasar karena output yang
dihasilkan relatif kecil dan barang yang diperdagangkan tidak
terdeferensiasi (homogen). Ciri-ciri pasar persaingan sempurna adalah:
a) Produk yang di jual haruslah homogen, b) Antara penjual dan pembeli
tidak ada asymmetric information, c) Output perusahaan lebih kecil dibandingkan dengan output pasar, d) Perusahaan bertindak sebagai price taker, dan e) Kebebasan keluar masuk pasar.
Struktur
pasar persaingan sempurna adalah struktur pasar yang lebih dekat dengan
struktur pasar Islami. Bukti kedekatannya adalah: a) Orang-orang harus
bebas untuk masuk dan keluar pasar, b) Tingkat informasi yang cukup
mengenai kekuatan-kekuatan pasar dan barang-barang dagangan adalah
perlu, c) Unsur-unsur monopolistik harus dilenyapkan dari pasar, d)
Homogenitas dan standardisasi produk sangat dianjurkan ketika terjadi
pemalsuan produk, penipuan dan kecurangan-kecurangan dalam
mempresentasikan barang-barang tersebut, serta e) Setiap penyimpangan
dari kebebasan ekonomi yang jujur, seperti sumpah palsu, penimbangan
yang tidak tepat, dikecam oleh ajaran Islam.
Mekanisme
yang diuraikan oleh Ibnu Taimiyah tersebut sama dengan karakteristik
pasar persaingan sempurna. Yang berarti bahwa pasar yang Islami itulah
pasar persaingan sempurna yang di inginkan setiap orang. Karena di
dalamnya tidak ada market power
dan asumsi-asumsi dalam pasar persaingan sempurna sangatlah mungkin
terjadi apabila aturan-aturan Islam diterapkan dalam pasar tersebut.
Melihat
dari kenyataan yang terjadi saat ini, asumsi-asumsi pasar persaingan
sempurna sangat jarang ditemukan, padahal pasar persaingan sempurna
adalah pasar yang ideal, dimana konsumen dan produsen tidak terzhalimi.
Salah satu cara yang penulis sarankan agar asumsi-asumsi tersebut dapat
tercipta adalah dengan menerapkan aturan-aturan Islam.
Islam
telah mengatur bagaimana interaksi-interaksi dalam pasar. Islam
melarang adanya penimbunan, monopoli, riba dan lain-lain yang merupakan
awal dari terciptanya mekanisme pasar yang mendekati pasar persaingan
sempurna. Seharusnya saat ini kita menggunakan sistem Islam karena Islam
telah mencontohkan bagaimana pasar itu seharusnya bergerak seperti yang
terjadi pada masa khalifah Umar bin Khattab dan sistem tersebut
berhasil menciptakan pasar persaingan yang sempurna. Jika ada sistem
yang terbukti telah berhasil menciptakan asumsi-asumsi yang mendekati
pasar berkeadilan yang diharapkan, lantas mengapa kita masih menggunakan
sistem yang jelas-jelas telah gagal dalam menciptakan pasar menuju
pasar yang bersaing secara sempurna? Wallaahu a’lam bitsawab.
DAFTAR PUSTAKA
Anto, M.B. Hendrie, 1998, Pengantar Ekonomi Mikro. Ekonosia: Yogyakarta.
Grossman, Gregory, 1995, Sistem-Sistem Ekonomi. Bumi Aksara: Jakarta.
Idri dan Titik Triwulan Tutie, 2008, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Lintas Pustaka: Jakarta.
Jusmaliani, dkk, 2005, Kebijakan Ekonomi dalam Islam. Kreasi Wacana: Yogyakarta.
Mankiw, M. Gregory, 2000, Pengantar Ekonomi.
Manurung, Mandala dan Prathama Raharja, 2008, Pengantar Ilmu Ekonomi. Penerbit FEUI: Jakarta.
Marthon, Said Saad, 2004, Ekonomi Islam di Tengah Krisis Ekonomi Global. Zikrul Hakim: Jakarta.
Pindyck, Robert S. dan Daniel L. Rubinfield, 2007. Mikroekonomi. Indeks: Jakarta.
Sudarsono, Heru, 2007, “Pasar dalam Perspektif Islam”, Makalah.
[2] Idri dan Titik Triwulan Tutie (2008). Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Lintas Pustaka: Jakarta
[3] Grossman (1995). Ia mengungkapkannya dalam buku berjudul Sistem-sistem Ekonomi.
[4] Mankiw (2000), Pengantar Ekonomi halaman 53.
[5] Mandala Manurung dan Pratama Rahardja (2008), Pengantar Ilmu Ekonomi. Penerbit FEUI: Jakarta.
[6] Robert Pindyck dan Daniel L. Rubinfield (2007), Mikroekonomi. Indeks: Jakarta.
[7] Manurung (2008) halaman 75.
Sumber : http://jurnalekis.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment