oleh Agus
Mustofa
Kita mencoba
masuk lebih dalam ke diri manusia. Semakin ke dalam semakin halus tingkatannya,
semakin tinggi frekuensinya, dan semakin dahsyat energinya. Sekaligus, semakin
abstrak bentuknya. Secara umum, ’tubuh’ manusia bisa dibagi menjadi 3
eksistensi dasar, yaitu: badan, jiwa, dan Ruh. Badan adalah eksistensi paling
kasar, jiwa lebih halus, dan ruh adalah yang paling halus. Tetapi, karena Jiwa
memiliki tingkatan-tingkatan lagi, maka secara keseluruhan diri manusia lantas
terdiri dari 7 lapisan, yang semakin ke dalam semakin tinggi kualitasnya.
Badan
tersusun dari zat-zat biokimiawi seperti C, H, O, N, S, P, Ca, Na, dan lain
sebagainya. Unsur-unsur itu ’dilebur’ dan disenyawakan oleh Sang Pencipta
menjadi susunan tubuh yang terdiri dari susunan atom-atom. Kemudian, menjadi
susunan molekul, menjadi susunan sel, menjadi jaringan sel, organ-organ, dan akhirnya
menjadi tubuh seutuhnya. Inilah karya terbaik yang disebut al Qur’an sebagai ahsani
taqwim ~ ’sebaik-baik bentuk’ makhluk hidup.
Seluruh
tubuh itu dikoordinasikan oleh organ komando yang sangat hebat fungsinya, yakni
Otak. Organ berbentuk bubur di dalam kepala ini mengomando tubuh lewat
mekanisme sarafi dan hormonal, sehingga tubuh kita menjadi satu kesatuan
koordinasi yang luar biasa canggihnya.
Otak juga
dibantu 6 macam ’radar’ dalam bentuk alat pengindera, yakni: mata, telinga,
hidung, perasa, peraba, dan hati. Semua itu, secara global sudah kita bahas
serba sedikit, agar memperoleh pemetaan masalahnya secara holistik. Dan, semua
yang telah kita bahas itu ternyata baru 'badan kasar' yang berada di lapis
pertama eksistensi manusia.
Badan kasar
manusia adalah ’alat’ atau fasilitas yang berfungsi untuk menjembatani alam
dunia dengan sosok yang lebih halus di dalamnya. Itulah yang dikenal sebagai
jiwa. Atau bioplasma, dalam istilah kedokteran jiwa. Inilah sosok halus badan
manusia yang tersusun dari energi. Ada sejumlah lapisan energi di dalam tubuh
manusia yang membentuk badan lebih halus, lebih halus, dan semakin halus,
sampai menuju ke inti eksistensi seorang manusia.
Entah
kebetulan atau tidak, banyak kalangan spiritual ~ yang Islam maupun non ~
memiliki persepsi yang mirip satu sama lain. Bahwa tubuh manusia ini terdiri
dari 7 lapisan badan. Mulai dari yang kasar sampai yang terhalus. Sebutannya
berbeda-beda, tetapi mengacu ke sesuatu yang kurang lebih sama. Ada yang
menyebutnya: nafs, qalb, ruh, sirr, sirr as sirr, khafi dan akhfa. Ada
pula yang meminjam istilah-istilah dalam al Qur’an dengan menyebut urutan: Jism,
Nafs, Aql, Qalb, Fuad, Lubb, dan Ruh.
Di kalangan
meditasi juga dikenal istilah: cakra dasar, cakra seks, cakra solar pleksus,
cakra jantung, cakra tenggorok, cakra mata ketiga, dan cakra mahkota. Dan
beberapa lagi istilah yang digunakan oleh beberapa kalangan yang berbeda,
tetapi uniknya mengacu ke jumlah 'tujuh', mirip dengan jumlah langit yang
diceritakan al Qur’an. Saya sendiri mencoba melihat realitas lapisan tubuh
manusia ini dari sisi pemahaman yang berbeda, yakni dalam sudut pandang sains
yang menjadi ’kacamata’ pendekatan Tasawuf Modern.
Selain badan
kasar yang berupa material, badan manusia memiliki lapisan yang lebih halus.
Yakni yang kita kenal sebagai jiwa. Sifatnya energial. Dalam sains dipahami,
bahwa energi adalah suatu kuantitas dan kualitas yang terdapat pada materi
secara inheren. Jika di situ ada materi, maka di situ pula ada energi.
Kualitas dan
besarnya energi, seiring dengan kualitas susunan materinya. Sebagai contoh,
sebuah kayu memiliki energi yang tersimpan di dalam kayu itu. Sepotong besi
juga memiliki energi di dalamnya. Tetapi, kualitas energi kayu dan besi berbeda
dikarenakan susunan atom-atom dan molekulnya berbeda. Tentu saja besi lebih
kuat dari pada kayu, karena struktur penyusunnya yang lebih bagus.
Demikian
pula dengan tubuh manusia. Setiap kita memiliki susunan tubuh yang berbeda,
sehingga kualitas jiwa kita juga berbeda. Semakin hebat struktur tubuhnya,
terutama otak, maka semakin hebat pula kualitas jiwanya. Semua manusia memiliki
jiwa berupa ’badan energial’ itu di dalam badan kasarnya.
Susunannya
sama dengan badan kasarnya, tetapi dalam bentuk energial. Dia punya otak
energial, punya jantung energial, punya mata energial, telinga energial, dan
anggota badan energial lainnya. Jika badan kasarnya mengalami kerusakan, maka
badan energialnya juga mengalami kerusakan. Jika otak materialnya mengalami
kerusakan, dengan sendirinya, otak energialnya juga mengalami kerusakan. Itulah
sebabnya, kenapa orang gila mengalami kerusakan otak fisik, sekaligus
psikologisnya.
Secara
fisika dan sufistik, kita lantas bisa menggambarkan lapisan badan-badan manusia
itu mengikuti tingkat kehalusan energinya. Lapisan pertamanya adalah material
dengan susunan fisikal yang sudah kita bahas. Lapisan kedua, adalah jiwa
energial yang paling rendah kualitasnya, yakni setingkat getaran mekanik.
Lapisan
ketiga, yang lebih halus, adalah setingkat energi elektromagnetik yang
bersumber dari getaran atomik. Lapisan keempat, lebih halus lagi, setara dengan
energi inti atom, atau yang kita kenal sebagai energi nuklir. Lapisan kelima
adalah energi yang bersumber dari partikel di tingkat kwantum. Lapisan ke enam
adalah energi yang muncul dari partikel penyusun paling dasar, yang kini sedang
diteliti . Dan, lapisan yang ketujuh adalah Ruh, yang berisi
sifat-sifat ketuhanan.
Secara
energial, jiwa itu semakin ke dalam semakin tinggi kualitasnya. Dan semakin
besar kekuatannya. Energi mekanik kalah besar dibandingkan energi
elektromagnetik. Tapi, energi elektromagnetik kalah hebat dibandingkan energi
nuklir. Dan energi nuklir, kalah dahsyat dibandingkan energi kuantum.
Semakin ke
dalam semakin halus, tetapi semakin dahsyat. Eksistensi materialnya semakin
hilang dan bergeser ke eksistensi energial. Jika energi mekanik masih sangat
material, maka yang namanya 'kuantum' itu eksistensi materialnya sudah bisa
dikatakan hampir lenyap. Ia disebut sebagai ‘pilinan energi’.
Kalau ini
kita paralelkan dengan tingkat-tingkat langit secara inner-cosmos ~
dalam jiwa setiap manusia ~ maka kita akan memperoleh tingkatan demikian:
materi berada di langit pertama, getaran energi mekanik di langit kedua.
Getaran energi elektromagnetik berada di langit ke-3. Getaran energi nuklir ada
di langit ke-4. Dan getaran energi kuantum berada di langit ke-5.
Di balik
energi kuantum ini masih ada satu level energi lagi, yaitu getaran partikel
yang disebut sebagai ‘god-particle’ dan kini sedang diselidiki keberadaannya
dengan menggunakan mesin pemecah partikel - Large Hadron Collider (LHC).
Mesin raksasa dengan panjang sekitar 27 km itu diinstal di perbatasan negara
Prancis dan Swiss. Partikel yang sedang diteliti itu diperkirakan adalah
partikel yang menjadi asal muasal penyusun alam semesta. Lebih tua dari energi
kuantum yang sekarang dianggap sebagai penyusun segala jenis benda.
Jika
partikel itu diketemukan, maka partikel kuno itu akan menjadi getaran paling
halus di level energi penyusun alam semesta. Partikel itu kini sudah semakin
jelas 'sosok'nya, meskipun masih butuh waktu untuk mengungkapnya secara lebih
gamblang. Maka, inilah getaran energi paling halus yang sejajar dengan langit
ke-6.
Sedangkan
langit ke-7 sudah bukan berada di level-level energi itu, melainkan berada di
dimensi Ruh. Apakah Ruh? Dia bukan energi, melainkan sifat-sifat ketuhanan.
Substansi dasarnya tidak diketahui, karena itu Allah memberikan semacam warning
ketika bicara tentang Ruh: tidaklah kalian diberi ilmunya, kecuali cuma sedikit...!
QS. Al
Israa’ (17): 85
Dan mereka
bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan SEDIKIT".
Wallahu
a’lam bishshawab
~ salam ~