oleh Agus
Mustofa
Kalau
menjawab pertanyaan ‘KENAPA’ saja Sains tak mampu, apalagi menjawab hal-hal
yang GAIB, seperti: Jiwa, Ruh, Kehendak, Alam Kematian, Alam Akhirat, Kiamat,
Takdir, Malaikat, Jin, dan lain sebagainya. Paling-paling, jawaban yang keluar
dari seorang pakar sains hanyalah: semua itu di luar wilayah sains. Atau, itu
berada dalam wilayah ‘keimanan’… :)
Hanya
sebatas itulah memang ‘kemampuan’ Sains. Karena ia dikembangkan berdasar
kemampuan berpikir kulit otak yang bersifat sensorik, berdasar panca indera.
Sehingga, sesuatu baru diakui sebagai evidence atau bukti ketika bisa dilihat,
didengar, dibaui, dikecap, dan diraba. Secara langsung, maupun setelah
ditransfer ke variable-variabel yang bisa diamati oleh panca indera.
Di luar itu,
Sains sudah tidak mampu. Tetapi, itu memang ‘tidak salah’. Dan tidak bisa disalahkan.
Karena para pakar Sains memang sudah ‘membatasi diri’ seperti itu. Sehingga,
konsekuensinya, segala sesuatu yang di luar wilayah ‘terbukti’ itu lantas
dinamai dengan: pseudo-science, paranormal, metafisika dan lain sebagainya.
Pada tingkat ini, saya masih bisa ‘sependapat’ atau setidak-tidaknya
mengapresiasi-lah.
Yang saya
menjadi tidak sependapat itu adalah: ketika para pakar Sains berpendapat bahwa
SEGALA SESUATU yang tidak bisa dijelaskan oleh Sains berarti TIDAK ADA. Alias
bukan realitas. Inilah masalah utamanya, sehingga kenapa saya mengeluarkan
ungkapan: ‘Sains bukan segala-galanya’. Karena, Sains memang tidak bisa
menjelaskan segala-galanya. Dan, sama sekali tidak benar, HANYA Sains saja yang
bisa menjelaskan realitas. Selebihnya tidak bisa. Inilah yang saya sebut
sebagai’ kepongahan’ itu..! Bukan kepongahan sains memang, lebih tepatnya
adalah kepongahan para pakar Sains yang berpendapat seperti itu.
Woow,
terlalu banyak hal yang tidak bisa dijelaskan oleh Sains. Jangankan yang
‘gaib-gaib’, yang tidak gaib saja sedemikian banyaknya. Melanjutkan sedikit,
tentang ketidakmampuan Sains menjawab pertanyaan ‘kenapa’ di note saya
sebelumnya; situasinya akan menjadi sangat ‘menggelikan’ ketika Anda mengejar
para pakar sains dengan pertanyaan KENAPA itu.
Ketika saya
tanyakan: KENAPA ada laki-laki dan perempuan? Dijawabnya: karena ada kromosom
XY dan XX. Tapi cobalah kejar lagi dengan pertanyaan: Lha, KENAPA ada kromosom
XX dan XY? Mungkin dia akan menjawab: karena diatur oleh sejumlah gen yang ada
di dalam kromosom. Kemudian, Anda bertanya lagi: Lha, KENAPA kok ada gen-gen
yang bisa mengatur terjadinya jenis kelamin itu? Mungkin, dia akan menjawab:
yaa, karena ada seleksi alam..!
Hheehe,
terus KENAPA ada seleksi alam? Kira-kira jawabannya: Mmm.., ya karena alam ini
memang punya hukum untuk menyeleksi..! Hhahaa, mulai mbulet kan..?! Tapi, Anda
masih bisa terus bertanya dengan ‘KENAPA’. Lhaa iya, KENAPA kok alam punya
kemampuan untuk menyeleksi? Trus dijawab lagi: Ya pokoknya begitulah…!! Nah,
dialog seperti inilah yang akan menjadi ‘akhir’ dari diskusi antara Atheis dan
Tasawuf Modern tentang sains.
Saya tentu
tidak pernah menyalahkan sains sabagai ilmu. Lha wong saya juga penggemar
sains. Saya cuma ingin menunjukkan bahwa Sains bukan segala-galanya. Apalagi,
Sains bekerja secara trial & error. Dicoba, kalau ‘salah’
diluruskan, dan kalau ‘benar’ diteruskan. Sehingga adalah sebuah ‘kekeliruan
besar’ kalau ada orang yang begitu mengagungkan Sains, sehingga mengira hanya
dengan Sains-lah manusia bisa MEMAHAMI seluruh REALITAS. Hmm, dia sedang
bermimpi di siang bolong. Atau, mungkin mimpi sambil berdiri, kayak foto di
wall saya itu… :)
Kecuali, dia
sudah mendefinisikan bahwa yang disebut ‘realitas’ itu HANYALAH yang dipahami
oleh Sains. Selebihnya bukan realitas, karena tidak bisa dipahami oleh sains.
Wah, kalau sampai muncul klaim demikian, ini sudah bukan kepongahan lagi, tapi
sudah arogansi. Dan, menjungkir-balikkan makna realitas. Karena, Sains sendiri
masih terus berkembang secara trial & error untuk memahami realitas
yang belum diketahuinya.
Jadi,
masalahnya sangat SEDERHANA. Sains itu cuma SECUIL ilmu yang ada dalam
REALITAS. Alam semesta ini adalah SAMUDERA ILMU. Yang sudah terungkap barulah
SETETES saja. Masih jauh lebih banyak yang belum diketahui daripada yang sudah.
Ibarat ruang alam semesta: lebih banyak ruang GELAP-nya, daripada kerlipan
CAHAYA bintang pengisinya. Itulah yang difirmankan Allah dalam ayat berikut
ini.
QS. Luqman
(31): 27
Dan
seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena, dan lautan (menjadi tinta).
Kemudian ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) sesudah (kering)-nya,
niscaya TIDAK akan HABIS-HABIS-nya (dituliskan) kalimat (ilmu) Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
QS. Ath
Thalaaq (65): 12
Allah-lah
yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku
padanya, AGAR kamu MENGETAHUI bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu,
dan sesungguhnya Allah, ILMU-Nya benar-benar MELIPUTI segala sesuatu.
Begitulah
sahabat, kalau Anda men-challenge Sains dengan pertanyaan-pertanyaan
mendasar secara beruntun, maka diskusinya akan berujung pada ‘ketidak-tahuan’.
Ya memang itulah hakikat sains. Ia berangkat dari ‘ketidaktahuan’ dan akan
berakhir dengan ‘ketidaktahuan’. Karena itu, jangan menjadikan Sains sebagai
alat untuk ‘MELIHAT’ Tuhan. Sehingga, kalau Tuhan tidak bisa ‘dilihat’ dengan
Sains lantas berkesimpulan bahwa TUHAN itu TIDAK ADA. Hhehe.., lha wong
‘peralatannya’ yang keliru, kok menyalahkan Realitas-Nya. Terlalu naïf kawan..!
Manusia
memiliki perangkat yang jauh lebih ‘keren’ selain Pikiran Sadar yang menjadi
sumber Sains itu. Yakni, Alam Bawah Sadar. Islam menyebutnya sebagai Qalb &
Fu-aad. Dan kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi HATI. Ada juga
yang menyebutnya sebagai INTUISI. Ada lagi, INDERA KEENAM alias the sixth
sense. Dan sebagainya. Ia memiliki kemampuan mengolah informasi ratusan
ribu kali lipat lebih dahsyat dibandingkan Pikiran Sadar.
Islam
mengajarkan PERPADUAN antara Pikiran Sadar dan Bawah Sadar itu secara simultan
dengan panduan firman-firman Sang Pemilik Ilmu. Di dalam Al Qur’an disebut
sebagai ‘tafakur’ dan ‘dzikir’. Atau, ada yang menyebut intetelektualitas dan
hati. Jangan hanya digunakan salah satunya, karena bisa menjebak pada kesalahkaprahan.
Orang yang hanya menggunakan ‘pikirannya’ akan terjebak kepada hal-hal yang
materialistik saja. Sedangkan orang-orang yang hanya menggunakan ‘hatinya’ akan
terjebak kepada ketidakpastian yang tak terkendali. Perpaduannya menghasilkan
kesempurnaan yang disebut sebagai kualitas ULUL ALBAB. Tipikal orang seperti
inilah yang kata Al Qur'an bakal bisa mengambil pelajaran dari Firman-Nya
dengan sebaik-baiknya.
QS. Ali
Imran (3): 7
… Dan TIDAK
DAPAT mengambil PELAJARAN kecuali orang-orang yang menggunakan akal (ulul
albab).
Maka, bagi
agama Islam, pembelajaran SAINS adalah sebuah KENISCAYAAN. Sebagaimana
niscayanya penggunaan HATI. Itulah yang tergambar dalam ratusan ayat-ayat Al
Qur’an yang selalu menjadi landasan saya dalam menulis buku-buku Diskusi Tasawuf
Modern. Sebuah pembelajaran dengan mekanisme Ulul Albab.
QS. Ali
Imran (3): 190-191
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang hari
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ULUL ALBAB), (yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah (DZIKRULLAH) sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka TAFAKUR (berpikir secara ilmiah) tentang penciptaan langit
dan bumi (sampai menyimpulkan): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka.
Dengan
perpaduan antara dzikir dan tafakur itulah umat Islam tidak TERBELENGGU ke
dalam pemahaman PARSIAL dalam memahami REALITAS. Mulai dari yang bersifat
materialistik, energial, maupun spiritual. Mulai dari alam dunia, alam barzakh,
sampai alam akhirat. Atau, dari yang bersifat badaniyah, nafsiyah, sampai
ruhiyah. Islam mengajarkan SAMUDERA ILMU kepada hamba-hamba-Nya yang ingin
memahami realitas dalam arti yang sebenar-benarnya. Karena, semuanya itu memang
ilmu-ilmu Allah, Dzat Maha Berilmu yang menguasai segala realitas jagat
semesta. Inilah yang disebut sebagai BERTAUHID hanya kepada ALLAH itu... :)
QS. An
Nisaa’ (4): 126
KEPUNYAAN
Allah-lah apa yang di LANGIT dan apa yang di BUMI, dan adalah Allah Maha
MELIPUTI segala sesuatu.
~ Salam
Mentauhidkan Ilmu Pengetahuan ~