oleh Agus
Mustofa
~
MENYAKSIKAN SAAT-SAAT PENCIPTAAN MANUSIA ~
Kapankah
penciptaan manusia di dalam rahim seorang ibu mulai berlangsung? Ternyata,
peristiwa dahsyat itu dimulai saat sel spermatozoa sang ayah bertemu dengan sel
telur sang ibu di dalam sebuah lorong gelap saluran tuba falopii. Saluran yang
ada di kanan kiri perut bagian bawah seorang ibu itu adalah sebuah kanal yang menghubungkan
’sarang telur’ yang disebut ovarium dengan ’rahim’, dimana cikal bakal manusia
akan ’ditumbuhkan’ oleh Sang Pencipta.
Pertemuan
sel telur dengan spermatozoa merupakan sebuah drama yang sangat mengagumkan.
Sebuah peristiwa yang menjadi permulaan drama panjang kehidupan seorang manusia
di muka Bumi. Sebuah peristiwa multikompleks dimana sebagian takdir seorang
manusia ditetapkan oleh Sang Pencipta dalam bentuk qadar. Misalnya,
jenis kelaminnya, kekuatan organ-organ tubuhnya, jenis rambut dan kulitnya,
warna bola matanya, bakat-bakatnya, dan sebagainya. Selebihnya, Allah
memberikan sebagian sifat ’Maha Berkehendak-Nya’ kepada sang manusia untuk
mengusahakan sendiri takdirnya di alam dunia.
Pra-penciptaan
manusia itu dimulai dengan lepasnya spermatozoa sang ayah dari ’sarangnya’
untuk dipertemukan dengan ovum sang ibu yang juga terlepas dari ’sarangnya’.
Agar bisa bertemu dengan sel telur, jutaan spermatozoa dari seorang ayah harus
menempuh perjalanan panjang sekitar 10 jam. Mulai dari bagian paling luar organ
reproduksi wanita, sampai di jarak sepertiga dari sarang telur sang ibu.
Kira-kira, setara dengan perjalanan naik mobil dari Surabaya ke Jakarta.
Jika jutaan
spermatozoa itu ’kecapaian’ dan tidak bisa mencapai posisi sel telur ibu, maka
kandaslah proses penciptaan manusia itu. Misalnya, karena daya vitalitasnya
memang rendah. Atau dihalangi oleh alat kontrasepsi. Atau, barangkali
’tersesat’ karena ada kelainan struktur organ sang ibu.
Dalam
keadaan normal, sel spermatozoa yang berjumlah jutaan dan berbentuk kayak
kecebong kecil dengan ekor yang bergetar-getar itu seperti punya radar untuk
menuju ke sarang telur sang ibu. Tidak tersesat. Meskipun sebagiannya boleh
jadi ’gugur’ di tengah jalan. Bagi yang bisa melintasi ruangan rahim, mereka akan
terus melaju memasuki lorong gelap tuba falopii, dan kemudian terjadi pertemuan
bersejarah yang meleburkan spermatozoa dan sel telur disana. Walaupun jumlahnya
jutaan, yang berhasil membuahi sel telur biasanya hanya satu saja. Kecuali,
terjadi proses anomali sehingga terbentuk pembelahan sel kembar dikarenakan ada
sejumlah sel bibit ayah yang berhasil menerobos masuk ke dalam sel telur.
Sejak
pertemuan itulah proses penciptaan manusia berlangsung, dengan pentahapan yang
sangat dramatis. Dari satu telur induk hasil leburan itu, lantas membelah
menjadi dua, menjadi empat, delapan, enam belas, tiga puluh dua, dan
seterusnya, sampai bertiliun-triliun, hanya dalam waktu sekitar 9 bulan saja.
Yang aneh,
sambil membelah menjadi triliunan sel, setiap sel yang sebenarnya identik itu
seperti ada yang mengomando untuk menjadi sel-sel yang berbeda posisi dan
karakter. Ada yang menjadi sel darah, sel tulang, sel daging, sel jantung, sel
hati, sel usus, sel liver, ginjal, paru, mata, otak, kulit, kelenjar-kelenjar,
dan seterusnya, dan sebagainya, sampai mencapai sekitar 200 jenis sel dalam
tubuh manusia dewasa. Bisakah Anda bayangkan jika sel-sel itu salah
menerjemahkan perintah? Misalnya, mestinya membentuk sel jantung, keliru
menjadi sel mata atau sel kulit atau sel tulang. Tentu akan menjadi masalah
besar bagi sang janin.
Mereka
lantas berkelompok-kelompok membentuk jaringan sel yang saling berkoordinasi.
Dimulai dari sejumlah sel yang berkoordinasi membentuk sel-sel embrionik, yang
menjadi cikal bakal bayi. Proses ini berlangsung selama beberapa hari pertama,
sel induk yang melebur di dalam saluran falopii itu pun membelah sambil
bergerak turun menuju rahim. Sesampai di rahim, ia mencari tempat menempel di
dinding ruang pembiakan itu. Dan kemudian melekat sambil mengeluarkan
‘akar-akar’ yang menancap di dinding rahim, agar ia bisa menyerap sari-sari
makanan untuk tumbuh dan berkembang.
Fase ini
oleh al Qur’an disebut sebagai ‘Alaqah’ alias ‘yang menempel’ atau
’melekat’ di dinding rahim. Ada yang menyebut ini sebagai segumpal darah.
Sebenarnya itu terjemahan yang kurang tepat. Karena, ‘alaqah memang
berbeda dengan sel-sel darah. Meskipun secara mata awam mirip dengan darah yang
menggumpal. Seperti terlihat pada ibu yang sedang mengalami keguguran.
’Alaqah adalah kumpulan sel-sel ’primitif’
yang dikenal sebagai sel embrionik alias stem sel. Dari sel-sel embrionik
inilah kemudian tubuh calon manusia itu terbentuk menjadi lebih spesifik.
Yakni, membentuk gumpalan daging yang kelak akan berkembang menjadi kulit bagian
luar, bagian dalam, dan sejumlah organ dalam.
Setelah itu,
bermunculanlah tulang-tulang rawan di dalam gumpalan daging itu. Dalam waktu
yang bersamaan, gumpalan daging dan tulang belulang itu memanjang ke arah atas
dan bawah, sehingga membentuk kepala, tubuh, kaki, dan tangan. Sementara di
bagian dalamnya terus membentuk organ-organ dalam yang semakin kompleks. Dan
tulang belulang yang semakin mengeras itu pun dibungkus dengan otot-otot
sebagai penggeraknya. Akhirnya, terbentuklah tubuh manusia dengan sangat
menakjubkan.
QS. Al
Mukminun (23): 12-14
Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani dalam tempat yang kokoh.
Kemudian air mani itu Kami jadikan alaqoh, lalu alaqoh itu Kami jadikan gumpalan
daging dan (di dalam) gumpalan daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging (otot-otot).
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
Ayat diatas
bercerita tentang proses penciptaan manusia dimana bahan-bahan dasar tubuh
manusia disarikan dari zat-zat organik dalam tanah. Tetumbuhanlah yang
’bertugas’ menyerap saripati tanah itu, lantas diubah menjadi buah, daun,
biji-bijian, dan umbi yang dimakan manusia. Kemudian, sebagiannya dicerna dan
diproses menjadi sperma pada laki-laki dan sel telur pada perempuan, yang
disimpan di dalam sarang yang aman. Setelah itu, prosesnya mengikuti
tahapan-tahapan di atas, sampai terbentuk makhluk bernama manusia yang sama
sekali berbeda dengan bahan-bahan dasarnya itu.
Allah
menyebut manusia sebagai makhluk yang memiliki bentuk sebaik-baiknya. Di
dalamnya ada jiwa yang disempurnakan. Dan, kepadanya ditiupkan ruh saat
penciptaanya. Kapankah jiwa dan ruh itu terbentuk? Apakah bersamaan dengan
badan yang diciptakan secara bertahap sebagaimana diceritakan diatas? Ataukah
sebelum ada badan sudah ada jiwa dan ruh? Dan konon mereka sudah bersyahadat?
Siapakah yang bersyahadat itu dan kapan? Kenapa kita tidak ingat?
Kita bisa
menelusurinya lewat proses penciptaan itu di data-data kedokteran, sekaligus
melakukan cross-check secara Qur’ani.
1. Bahwa
permulaan kehidupan manusia adalah saat bertemunya spermatozoa dengan ovum.
Masa sebelum itu, manusia disebut sebagai belum berbentuk apa-apa. Badannya
belum terbentuk, jiwanya belum terbentuk, ruh-Nya belum ditiupkan. Menurut
istilah ayat di bawah ini, saat itu manusia berbentuk makhluk yang ’belum bisa
disebut’. Barulah setelah itu, Allah bercerita bahwa manusia diciptakan dengan
cara mencampurkan air mani (dari laki-laki dan perempuan).
QS. Al
Insaan (76): 1-2
Bukankah
telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum
merupakan sesuatu yang bisa disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak
mengujinya karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.
2. Data
kedokteran menunjukkan bahwa kehidupan janin sudah dimulai pada hari pertama,
sejak bertemunya bibit ayah dan ibu. Sejak itu pula embrio manusia sudah
bertumbuh menunjukkan kehidupan. Ada yang tumbuh sempurna, ada pula yang tumbuh
tidak sempurna. Tetapi, sudah hidup. Karena itu, bisa bertumbuh. Sehingga kalau
digugurkan, itu sudah berarti membunuh cikal bakal manusia. Berapa pun umur
kandungannya.
Jangankan 4
bulan alias 120 hari, pada usia kandungan 60 hari saja janin sudah memiliki
organ lengkap, mulai dari kepala, badan, tangan, hingga kaki. Ukurannya memang
masih 2,5 cm tetapi sudah hidup dan bergerak. Usia kehamilan berikutnya, hanya
tinggal menyempurnakan belaka. Tulang belulangnya dipanjangkan dan
disempurnakan. Organ-organ dalamnya dibesarkan dan disempurnakan. Otaknya
disempurnakan. Panca inderanya disempurnakan, dan seterusnya. Tetapi, pendengaran
dan penglihatannya sudah mulai terbentuk, bahkan pada usia kehamilan sekitar
40-an hari. Demikian pula jenis kelaminnya sudah terdeteksi pada usia kehamilan
40-an hari.
Betapa salah
kaprahnya dokter yang berani menggugurkan kehamilan pada usia kehamilan diatas
itu, tanpa alasan yang benar..! Bahkah, ketika saya diundang dalam sebuah forum
ilmiah di Fakultas Kedokteran Unair Surabaya tentang ini, saya mengatakan,
janin itu sebenarnya sudah hidup sejak saat awal terbentuknya stem sel alias
sel induk, di hari pertama. Dan ternyata, sejumlah guru besar yang hadir
menyatakan sependapat.
3. Sebagian
Ruh Allah telah ditiupkan ke embrio yang menjadi cikal bakal manusia sejak hari
pertama. Dan karena itu, sang embrio menjadi hidup, dan terus berkembang menjadi
makhluk yang lebih sempurna. Apakah ruh sudah ada sebelum embrio terbentuk?
Tentu saja, karena ruh adalah ’sebagian’ dari eksistensi ilahiah. Ruh bukan
diciptakan, melainkan ’ditiupkan’ alias ’ditularkan’ belaka. Dan ruh setiap
manusia adalah sama. Ruh yang ada di dalam diri saya dan diri Anda
adalah sama, yakni sifat-sifat ketuhanan yang ditularkan kepada manusia,
sehingga ia menjadi hidup, berkehendak, melihat, mendengar, berkata-kata, dan
seterusnya. Semua itu tertulari oleh sifat Allah yang Maha Hidup, Maha
Berkehendak, Maha mendengar, Maha Melihat, Maha Berkata-kata, dan seterusnya.
4. Yang
berbeda pada setiap manusia bukanlah ruh, melainkan jiwa. Dalam al Qur’an
disebut sebagai nafs (tunggal) atau anfus (jamak). Nah, jiwa ini
diciptakan oleh-Nya bersamaan dengan badan. Dan menyempurna seiring dengan
menyempurnanya badan. Khususnya otak. Semakin sempurna fungsi otaknya, semakin
sempurna pula fungsi jiwanya. Sebaliknya, semakin tidak sempurna otaknya,
semakin tidak sempurna pula jiwanya. Dan jiwa inilah yang bersyahadat pada saat
awal proses penciptaan. Sebagaimana ayat berikut ini.
QS. Al
A’raaf (7): 172
Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari tulang belakang mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
(anfus) mereka: "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab:
"Betul, kami bersaksi". (Yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
lalai terhadap ini."
Lantas
kenapa kita tidak ingat bahwa kita sudah bersaksi? Tentu saja, karena ingatan
manusia belum terbentuk waktu itu. Karena otak juga belum terbentuk. Sehingga,
memori atas syahadat kita itu tidak terekam di dalam ingatan otak melainkan
terekam di dalam genetika kita. Bukankah waktu itu yang ada hanya sebuah sel
hasil peleburan spermatozoa dan ovum? Dan di dalam sel induk yang sudah ditiupi
ruh itu baru ada jiwa yang sangat primitif yang belum punya
perangkat memori seperti jiwa yang sudah sempurna.
Maka seiring
dengan berkembangnya tubuh janin, berkembang pula jiwa kemanusiaan yang semakin
menyempurna. Syahadat dari jiwa yang primitif itu pun menyebar ke seantero
tubuh dan jiwa yang kian mendewasa. Meskipun kita ’tidak ingat’ lagi tetang
syahadat kita ’dengan otak’, tetapi kita bisa ’merasakan’ dalam seluruh tubuh
dan jiwa secara instinktif. Bahwa di dalam diri dan diluar diri kita ini
sebenarnya ada ’Sebuah Kekuatan’ Maha Besar yang sudah inheren
dalam kehidupan. Dialah yang menciptakan alam semesta beserta isinya, termasuk
manusia di dalamnya.
Kenapa bisa
demikian? Karena memang itulah fitrah manusia, makhluk ciptaan-Nya yang sedang
mencari jalan kembali kepada Sang Pencipta: Allah Azza wajalla...
QS. Az
Zukhruf (43): 9
Dan sungguh
jika kamu tanyakan kepada mereka (siapa pun): "Siapakah yang
menciptakan langit dan bumi?", pasti mereka akan menjawab:
"Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui".
QS.
Ar Ruum (30): 30
Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Inilah) agama yang lurus; sayang kebanyakan manusia tidak
mengetahui,
Wallahu
a’lam bishshawab
~
salam ~