“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal." (QS. Ali Imran: 190)
Pagi
ini saya menyemai biji bayam. Memang tidak ada yang istimewa dari pekerjaan
ini. Dan siapa saja bisa melakukannya dengan mudah.
Selain
itu, tidak ada yang menarik perhatian lagi bagi akal kita darinya. Biji tersebut
sudah tentu nantinya menjadi bakal tanaman, kemudian beralih menjadi tanaman
kecil, yang selanjutnya berubah menjelma menjadi tanaman bayam dewasa yang siap
dipanen.
Tetapi
coba kita berhenti sejenak dan berpikir, apakah hanya dari biji sekecil itu,
yang telah kita ketahui sudah kering dan mati, bisa menumbuhkan tanaman lagi
dengan sendirinya?
Biji
bayam memiliki diameter sekitar 1 mm dan dengan berat sangat ringan. Dalam biji
sekecil itu di dalamnya tersimpan struktur dan informasi yang sangat rumit.
Lebih jauh lagi, saat kita tanam, biji tersebut akan bekerja dengan sendirinya
berdasarkan “prosedur kerja” yang sudah ditetapkan padanya dengan sangat detail.
Yakni berkecambah, tumbuh, membesar, berbunga, dan jika kita biarkan lama-kelamaan
akan layu, mengering dan mati.
Melalui bunga, tanaman bayam menghasilkan biji lagi yang akan melaksanakan tugas sama persis secara berulang-ulang.
Lalu
siapakah yang memerintahkan si biji untuk menjalankan prosedur kerja tersebut?
Di
sinilah yang acap kali terlupakan oleh banyak orang. Tidaklah mungkin biji bayam itu bekerja dengan
sendirinya. Tentu saja ada aktor yang maha mengatur dan maha detail di baliknya.
Dzat yang menjadikan langkah-langkah yang rapi bagi setiap makhluk dalam menjalankan
fitrahnya.
“Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir
tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan
mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian
ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?” (Al An'aam : 95)