oleh Agus
Mustofa
Universe
sedang menuju kehancurannya! Ini menjadi ‘konsekuensi logis’ dari dari hukum
alam yang kita tempati sekarang, dimana entropinya terus membesar. Begitulah
hukum Termodinamika II menyimpulkan. Seiring dengan bertambahnya waktu, tingkat
kekacauan dan kerusakan alam semesta menjadi semakin parah. Sampai suatu
ketika, seluruh materi alam semesta, termasuk makhluk hidup di dalamnya tak
mampu menanggung lagi.
Kenapa
entropi alias ‘kekacauan’ alam semesta bertambah parah? Karena alam semesta
ternyata sedang mengembang, ibarat sebuah balon udara yang sedang ditiup.
Sehingga, dimensi ruang alam semesta ini membesar. Dampaknya, seiring dengan
bertambahnya waktu, jarak antar-materi akan semakin renggang, dan energi alam
semakin mendingin.
Ibarat
manusia, alam semesta sedang menuju kematiannya. Tidak bisa tidak.
Merenggangnya materi memunculkan kekacauan, sedangkan mendinginnya energi akan
‘membunuh’ dan ‘membekukan’ seluruh makhluk yang ada di dalamnya. Seluruh
bintang, matahari dan galaksi bakal padam. Tentu, tak ada kehidupan yang bisa
bertahan di dalam alam semesta yang seperti itu.
Kecuali,
alam semesta ini berhenti mengembang. Yakni, saat volumenya mencapai ukuran
maksimum dan kemudian mengerut kembali. Apakah hal ini mungkin? Secara teori
mungkin, yaitu jika jumlah materi di alam semesta ini cukup besar sehingga
menghasilkan gaya gravitasi yang menghalangi pengembangan tiada henti. Dan
kemudian alam akan ditarik kembali menuju pusat alam semesta.
Analoginya,
mirip dengan batu yang kita lontarkan ke angkasa. Ada tiga kemungkinan yang
bakal terjadi. Yang pertama, jika tenaga lemparan kita sedemikian kuatnya,
sehingga mengalahkan gaya gravitasi Bumi. Maka batu tersebut akan melesat lepas
keangkasa luar. Dan lenyap.
Kemungkinan
yang kedua, kekuatan lemparan kita seimbang dengan gaya gravitasi Bumi. Maka,
batu tersebut akan melesat ke angkasa, melambat, dan kemudian tertahan di
ketinggian tertentu, di angkasa sana. Sedangkan kemungkinan yang ketiga, gaya
lemparan kita kalah besar dibandingkan gaya gravitasi Bumi. Hasilnya, batu
tersebut akan melambat, melambat, dan melambat, akhirnya berhenti. Lantas,
jatuh kembali ke permukaan Bumi disebabkan tarikan gravitasi.
Nah, sampai
sekarang, para ahli astronomi sedang sibuk mencari sumber gravitasi yang
diharapkan bisa menghalangi mengembangnya alam semesta menuju ketiadaan itu.
Secara berangsur-angsur, mereka menemukan sejumlah ‘materi gelap’ dan ‘energi
gelap’ di kedalaman alam semesta. Meskipun jumlahnya belum memadai untuk
mengimbangi gerakan mengembang sang universe. Tetapi, ke masa depan diyakini materi
dan energi gelap itu bakal mencapai jumlah kritis yang dibutuhkan. Hmm,
ternyata sains pun disandarkan pada sebuah 'keyakinan' meskipun belum terbukti.
Jika, dark
matter dan dark energy tersebut kelak terbukti mencukupi, maka
secara teoritis bisa dipastikan alam semesta yang mengembang ini tidak akan
mengembang seterusnya. Melainkan, akan berhenti di suatu jarak tertentu, dan
kemudian mengerut kembali menuju pusat alam semesta. Alam ini bakal lolos dari
kematian ‘skenario pertama’. Yakni, tidak jadi mati dengan cara mendingin... :)
Universe
lantas mengerut dan mengecil kembali. Dan itu, lantas akan menaikkan kembali
suhu alam semesta, serta merapatkan kerenggangan materinya. Yang terjadi,
adalah sebuah proses pemampatan kembali, sehingga suhu alam semesta akan
semakin panas, dan semakin panas, seiring dengan merapatnya seluruh materi,
serta menciutnya ruang jagad raya.
Alih-alih
mati mendingin, alam semesta kini terancam mati kepanasan..! Bahkan, terancam
hancur lebur saat runtuh di pusat alam semesta kesedot gravitasi tiada tara
dari sebuah blackhole maha raksasa. Materi, energi, ruang, dan waktu
bakal hilang lenyap ditelan ketiadaan... :(
Sebagian
ahli Astrofisika masih berharap, alam semesta yang lenyap itu bisa muncul
kembali disebabkan adanya ‘gaya osilasi’ di pusat alam semesta. Sehingga
seperti sebuah bola karet yang jatuh ke permukaan bumi, ia terpental naik lagi.
Tapi semua pembicaraan ini masih dalam tataran teori yang bukti-buktinya masih
terus digali. Belum ada bukti empiris yang utuh, kecuali baru tanda-tanda, dan
kecenderungan ke masa depan dengan berbagai alternatifnya.
Namun
setidak-tidaknya, kita punya dasar argumentasi yang masuk akal dalam mendekati
masalah ini. Daripada sekedar bicara ngelantur, yang nggak keruan
jluntrungannya yang didasari cerita-cerita mistis. Atau, sekedar dugaan-dugaan
yang bersifat skeptis.
Lantas,
kalau begitu, bagaimana caranya agar kita bisa memperoleh kemantapan pemahaman
tentang masa depan alam semesta? Karena secara tidak langsung, ini juga berbicara
tetang nasib kita, dan nasib kemanusiaan di seluruh penjuru dunia.
Alhamdulillah
kita sebagai orang muslim memiliki sebuah ‘kitab ajaib’ bernama Al Qur’an. Yang
ternyata, bercerita tentang trend alam semesta ke masa depan tersebut.
Memang sih belum teruji secara empiris juga, tetapi bisa dikaji dan
didekati dengan kaidah-kaidah ilmiah sebagaimana ‘teori-teori di atas kertas’
yang kita bicarakan di atas.
Ayat-ayat
berikut ini bercerita tentang trend berkembangnya alam semesta, sesuai dengan
fakta ilmiah yang diperoleh para ahli astronomi. Bahwa benda-benda langit
sedang menjauh satu sama lain. Atau, jika dilihat dari planet bumi terkesan
‘meninggi’ ke segala arah seperti disebutkan ayat berikut ini. Atau meluas,
karena faktanya memang sedang meninggi ke berbagai penjuru.
QS. Al
Ghaasyiyah (88): 18
Dan (apakah
mereka tidak memperhatikan) langit, bagaimana ia ditinggikan?
QS. Adz
Dzaariyat (51): 47
Dan langit
itu Kami bangun dengan kekuatan dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya
(mengembang).
Dan yang
menakjubkan, Allah lantas menginformasikan, bahwa pengembangan itu tidak akan
terjadi terus menerus. Karena, Allah ‘menahannya’ untuk tidak lenyap. Ini mirip
dengan skenario kedua yang telah kita bahas di atas. Dimana, alam semesta bakal
tidak mendingin terus menerus, sehingga mati. Dalam ayat berikut ini, Allah
memberikan penegasan bahwa alam semesta tidak bakal mati dengan cara kedinginan
seperti itu.
QS. Faathir
(35): 41
Sesungguhnya
Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh
jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya
selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
Yang
terjadi, adalah sebaliknya: alam semesta bakal mengerut kembali. Ibarat
lembaran-lembaran kertas yang digulung lagi setelah selesai digelar. Dan
kemudian, kelak akan runtuh di pusat alam semesta dimana proses itu dimulai.
Keruntuhan yang menghancurkan, dengan kehancuran yang sangat dahsyat. Dan
melenyapkan segala isi jagad raya.
QS. Al
Anbiyaa’ (21): 104
(Yaitu) pada
hari Kami gulung langit seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana
Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya.
Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.
Yang lebih
menarik, Allah masih memberi tambahan informasi: ‘’ Sebagaimana Kami
telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya…’’.
Ini mengindikasikan, bahwa setelah kehancuran itu, boleh jadi alam semesta akan
muncul lagi, dengan mekanisme seperti sebelumnya. Dalam teori kosmologi di
atas, diibaratkan bola yang jatuh ke tanah akan terpental kembali, dikarenakan
adanya gaya pegas alias gaya osilasi...!
Saya tidak
akan meneruskan pembahasan kiamat ini lebih detil, disebabkan halaman yang
sangat terbatas. Tetapi bagi Anda yang tertarik, bisa membacanya di buku serial
ke-2: Ternyata Akhirat Tidak Kekal. Dalam kesempatan ini, saya hanya ingin
menyampaikan, bahwa pendekatan saintifik telah memberikan arah pemahaman yang
jelas kepada kita tentang bakal kiamatnya alam semesta. Dengan cara apa pun.
Mungkin mendingin, mungkin memanas, ataupun runtuh serta lenyap menuju pada
ketiadaan.
Dan, salah
satu dampak dari mengerutnya alam semesta itu adalah entropi yang menurun.
Yakni berbalikan dengan hukum dunia. Jika alam semesta sekarang ini sedang
semakin kacau, maka di alam semesta yang mengerut itu alam akan kembali
tertata. Meskipun waktu terus berjalan ke arah depan, ruang jagad semesta
ternyata bergerak berbalik arah, mengecil kembali. Materi-materinya merapat,
dan energinya memanas kembali.
Inilah yang
dalam buku saya itu saya sebut sebagai alam yang memiliki hukum terbalik. Jika
di alam yang sedang mengembang sekarang, semua menuju pada kerusakan, maka di
alam yang berjalan terbalik itu, justru menuju tertata. Jika di dunia ini semua
makanan selalu menuju pada membusuk, maka kelak makanan justru bakal bertambah
segar. Jika sekarang manusia menuju pada kematiannya, maka kelak manusia justru
akan mengalami kebangkitannya dari dalam kubur, hidup kembali dan tak pernah
bisa mati lagi sampai lenyapnya alam semesta.
Ibarat
sebuah film dokumenter yang diputar secara terbalik. Awalnya, kita merekam ada
sebuah gelas jatuh dari meja, yang kemudian pecah berkeping-keping. Maka,
ketika rekaman itu diputar secara terbalik, urutan kejadian di dalam film
tersebut menjadi: kepingan-kepingan gelas kaca yang behamburan di lantai
tiba-tiba bergerak naik ke atas meja kembali, membentuk gelas yang utuh.
Begitulah, analogi sederhana dari sebuah alam yang entropinya berjalan menurun.
Efeknya,
sungguh sangat dahsyat bagi kehidupan kita. Itulah yang oleh Al Qur’an disebut
sebagai ‘Hari Berbangkit’. Manusia akan bangkit kembali dari dalam kuburnya,
disebabkan Allah membalik entropi alam semesta. Mirip dengan gelas yang sudah
pecah berhamburan, menjadi utuh kembali..!
QS. Al
Qiyamah (75): 3-4
Apakah
manusia mengira, bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang
belulangnya (yang sudah hancur berserakan)? Bukan demikian, sebenarnya Kami
kuasa menyusun jari jemarinya dengan sempurna (seperti
sediakala).
Dan yang
kedua, efek ‘pembalasan' akan muncul di fase itu. Orang-orang yang di dunia
(fase entropi naik) selalu berbuat kejahatan, ia akan memperoleh balasan berupa
kejahatan pula di akhirat (fase entropi menurun). Dan, orang-orang yang selalu
berbuat kebajikan, dengan sendirinya akan memperoleh balasan kebajikan.
Mekanismenya sangat sederhana: kalau di dunia banyak memberi energi
positip, kelak akan menerima energi positip. Dan jika di dunia banyak mengambil
energi (berbuat negative), ia akan kehilangan energi (balasan
negative). Begitulah mekanisme surga dan neraka, dipandang dari sudut perubahan
entropi.
Maka,
‘kiamat’ dan ‘alam pengadilan’ dengan mekanisme ‘balasan perbuatan’, adalah
sebuah keniscayaan. Dilihat dari sisi science maupun apalagi ethics. Bahwa
kehidupan ini tidak hanya akan berhenti di alam dunia. Karena, memang kematian
bukanlah akhir dari segalanya. Melainkan justru menjadi pintu gerbang dari fase
kehidupan berikutnya. Sayang, kelak banyak orang yang menyesal karena salah
mengira...! Bersambung sekali lagi… :)
QS. Al
Haaqqah (69): 27
Wahai
kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segalanya…
~ Salam
Beragama dengan Akal Sehat ~
No comments:
Post a Comment