oleh Agus
Mustofa
Pertanyaan
ketiga yang disodorkan oleh kawan kita yang atheis adalah: apakah Tuhan yang
Menciptakan alam semesta ini Maha Suci dan Maha Bijaksana? Karena menurutnya,
jika Tuhan memang Maha Suci dan Bijaksana, seharusnya tidak perlu menciptakan
musibah, bencana, kemiskinan, peperangan, kejahatan, dan seterusnya. Apakah
Tuhan tidak mampu menciptakan kehidupan yang tanpa penderitaan? Kalau begitu,
lantas buat apa bertuhan kepada Tuhan yang demikian?
Inilah salah
satu alasan mendasar yang menjadi background kenapa seseorang menjadi
atheis. Memang, secara umum, ada dua kelompok atheis. Yang pertama, adalah
orang atheis yang ingkar dan jahat. Yakni, orang-orang yang ‘memusuhi’ Tuhan
dan memusuhi kebajikan. Inilah yang di dalam Surat Alfatihah disebut sebagai
kelompok Al maghdluubi ‘alaihim ~ orang-orang yang ‘dimarahi’. Dan
kelompok kedua adalah orang-orang yang atheis dikarenakan ‘belum kenal’ Allah.
Belum paham Islam. Yang demikian ini disebut sebagai Adh dhoollin, alias
orang-orang yang tersesat.
Dalam
kesempatan yang terbatas ini, saya tidak ingin membahas kelompok pertama:
mereka yang atheis karena memusuhi Tuhan. Dan ingin lebih fokus kepada kelompok
kedua, yang menjadi atheis dikarenakan ‘belum kenal’ Allah saja. Saya kira,
pembahasan ini lebih relevan dalam kajian kali ini. Terutama terkait dengan
pertanyaan kawan kita di atas: apakah Tuhan Maha Suci dan Maha Bijaksana.
Saya ingin
memulai pembahasan ini dari pertanyaan terakhir: Apakah Tuhan tak mampu
menciptakan kehidupan yang tanpa penderitaan? Yaitu: tanpa hal-hal negative,
tanpa musibah, tanpa bencana, tanpa kemiskinan, tanpa penyakit, tanpa
kejahatan, tanpa kelaparan dan kehausan, tanpa korupsi dan kekerasan, tanpa
keserakahan, tanpa iri, dengki, dan berbagai keculasan..? Ooh, tentu saja
mampu. Lha, kalau tidak mampu, buat apa kita bertuhan kepada ‘sesuatu’ yang
tidak mampu seperti itu? Cari Tuhan yang mampu sajalah... ;)
Tetapi
kalaupun Tuhan lantas membuat semua variable kehidupan ini menjadi positive,
tanpa ada negative, apakah hidup kita akan menjadi lebih menyenangkan? Hmm,
jangan-jangan kita salah duga. Apakah Anda pernah membayangkan betapa ‘tidak
nikmatnya’ makan, ketika kita sedang kenyang. Dan betapa ‘tidak nikmatnya’
minum, ketika sedang tidak haus? Dengan kata lain, lapar dan haus itu sangat
penting, karena dengan adanya lapar & haus itu kita menjadi bisa merasakan
nikmatnya makan dan minum. Kalau tidak percaya cobalah sendiri: makanlah ketika
sedang kenyang, dan minumlah ketika tidak haus. Rasanya ‘hambar’ atau bahkan
menjadi 'eneg' karenanya. Sebaliknya, betapa nikmatnya makan ketika kita sedang
kelaparan dan kehausan. So, rasa lapar dan haus itu sengaja diciptakan
Tuhan untuk kenikmatan manusia.
Pernah
jugakah Anda membayangkan, betapa nikmatnya beristirahat setelah kecapekan?
Woow, tidur menjadi lelap, dan terasa nikmat luar biasa. Sebaliknya, betapa
pusing dan sakitnya kepala, tidur yang ‘dipaksa-paksakan dikarenakan badan
memang tidak sedang kelelahan. Jadi, betapa bijaksananya Allah yang telah
menciptakan variabel ‘kelelahan’ itu. Karena dengannya, DIA sedang memberikan
karunia berupa ‘referensi’ tentang nikmatnya tidur.
Pernahkah
juga Anda membayangkan betapa nikmatnya perasaan dan jiwa kita, sesaat setelah
lepas dari masalah berat? Dan betapa hambarnya hidup orang-orang yang tidak
pernah punya masalah? Yang tidak punya ‘tantangan’ untuk ditaklukkan. Yang
tidak punya ‘problem’ untuk diselesaikan. Yang tidak punya ‘harapan-harapan’
indah di masa depan, karena semua sudah tercukupi sekarang. Hhhh, betapa
hambarnya. Sebuah kehidupan yang tanpa gairah..!
Justru hidup
ini menjadi demikian indah, karena kita punya gairah dan harapan ke masa depan.
Dan harapan-harapan itu muncul dikarenakan kita merasa bahwa hari ini belum
mencapai sesuatu yang kita inginkan. Belum mencapai kesempurnaan. Kalau semua
harapan sudah pupus sekarang, untuk apa kita melanjutkan hidup? Di-tamat-kan
sajalah, karena sudah tak menggairahkan lagi… ;)
Justru hidup
ini menjadi demikian indah karena ada penderitaan, sehingga kita punya harapan
untuk memupus penderitaan itu. Baik pada diri sendiri maupun pada orang lain.
Hidup ini juga menjadi indah karena ada kejahatan, sehingga kita bergairah
untuk menebar kebaikan. Hidup ini pun menjadi indah, karena ada kemiskinan,
sehingga kita bisa merasakan sejahteranya menjadi orang kaya, dan bersemangat
untuk memberantas kemiskinan agar mereka juga merasakan bahagia seperti kita.
Woow, betapa indahnya kehidupan ini. Mestinya kita berterima kasih kepada
Tuhan, karena DIA telah menciptakan kehidupan yang demikian dinamis, penuh
harapan dan gairah.
Pernahkah
Anda bayangkan ketika semua orang di dunia ini kaya raya? Saya jamin, Anda akan
merasakan betapa sulitnya hidup. Karena, tidak ada lagi yang mau menanam padi,
membudidayakan buah-buahan, susah-susah beternak, dan menyiapkan segala
makanan, serta memproduksi pakaian, mendirikan industri kendaraan, menggelar
hiburan. Pokoknya, tidak ada yang mau repot bekerja, semuanya ingin jadi Big
Boss. Kira-kira, tambah nyaman ataukah malah rumit kehidupan ini?
Pernahkah
Anda membayangkan, jika semua orang di dunia ini adalah penguasa? Hhehe, tidak
ada yang mau menjadi rakyat jelata..! Pernahkah juga Anda membayangkan, jika
Tuhan menjadikan semua manusia di dunia ini sebagai pemimpin? Ehhmm,
tidak ada yang mau jadi bawahan. Atau semua orang diciptakan pintar, tak ada
yang bodoh? Jadi nggak tahu dong, seseorang itu pintar kalau
tidak ada yang bodoh? Dst, dlsb.
Karena ada
orang sakit, lantas ada dokter. Karena ada penjahat, maka muncullah profesi
jaksa, hakim dan polisi. Karena ada pencuri dan perampok, muncullah pabrik
alarm, teralis besi, dan kunci pengaman. Karena ada orang miskinlah, yang
menyebabkan munculnya para dermawan. Dan, karena ada orang yang terzalimi, maka
muncullah para pahlawan. Dan seterusnya, dan lain sebagainya..!
Jika
permukaan bumi ini datar, maka air tak akan pernah mengalir ke tempat yang
lebih rendah. Kalau suhu udara di bumi ini sama di semua kawasan, maka tak ada
udara yang bergerak. Lantas tak terjadi musim. Tak ada hujan. Dan kemudian, tak
ada tumbuhan. Terus, tak ada binatang. Dan akhirnya, tak ada manusia! Tak ada
kehidupan..!
Jika tidak
ada binatang buas yang menjadi predator, maka rantai makanan tidak akan
bergerak. Rantai biologi menjadi stagnan. Akan muncul ketidakseimbangan
sistem kehidupan. Jika tidak ada bakteri pembusuk, virus, berbagai macam penyakit,
dan semacamnya, maka bisa dipastikan bumi ini sudah penuh dengan sampah, atau
dengan manusia yang tak mati-mati karena sehat terus.. ;(
Demikian
juga dengan peperangan, pembunuhan, musibah dan bencana. Semua itu adalah
variable negative dari drama kehidupan yang di sisi lain justru menegaskan
adanya variable positive. Dimana ada penderitaan disitu juga bakal muncul
kebahagiaan. Dimana ada kegagalan, maka disitu juga bakal ada kesuksesan.
Dimana ada kesedihan, maka disitu pula bakal muncul kegembiraan. Dimana pun ada
variable negative, maka disitu pula muncul variable positive. Dan karenanyalah,
drama kehidupan ini menjadi demikian indah dan dinamis.
QS. Adz
Dzaariyaat (51): 49
Dan segala
sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu ingat akan kebesaran
Allah.
QS. Ar Ra’d
(13): 3
Dan Dia-lah
Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai
padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah
menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda (eksistensi Allah) bagi kaum yang (mau) menggunakan
akalnya.
Oooh, betapa
Maha Bijaksananya Allah, Sang Tuhan Yang Maha Pandai. Hanya karena
kebodohanlah, lantas kita berprasangka buruk kepada-Nya. Padahal, Dia sedang
menginginkan kita bisa merasakan nikmat dan karunia-Nya. Dia Maha Suci dari
segala yang kita prasangkakan. Karena, kemampuan-Nya memang jauh di luar
perkiraan pikiran manusia yang sangat terbatas. Tapi, justru karena gap antara
DIA dan kita yang sedemikian 'tak berhingga' itulah, lantas menjadi menarik dan
menggairahkan untuk bertuhan kepada-Nya... :)
Akhirnya,
jika masih ada orang yang tetap ngeyel, dengan mengatakan: apakah
Tuhan tidak bisa menciptakan kehidupan yang variabelnya positip semua, tetapi nikmat
buat manusia? Pokoknya, seperti yang saya maui-lah. Hhehe.., maka cukuplah
Anda katakan: ‘’gimana kalau tuhannya sampeyan saja mas?’’
Tapi,
sungguh ‘tidak menarik’ dan 'tidak menggairahkan' bertuhan kepada orang yang
memahami hal yang 'demikian gamblang’ saja nggak ngerti-ngerti… :) ~
(Bersambung…)
~ Salam
Beragama dengan Akal Sehat ~
No comments:
Post a Comment