oleh : Muhammad Syafii Antonio
Nabi Saw menghendaki agar umatnya hidup dalam kewajaran dan keseimbangan. Tidak
berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta, tidak pula mempersulit kehidupannya
sendiri. Sebuah riwayat menceritakan, beberapa sahabat Nabi memutuskan untuk
berpuasa sepanjang hari dan tidak tidur pada malam harinya. Mereka hanya
melakukan shalat; tidak makan daging atau makanan sejenisnya, serta tidak
mendekati wanita (istri). Ketika mengetahui hal tersebut Nabi Saw berkata, ‘Aku
tidak perintahkan untuk melakukan hal-hal semacam itu. Kalian memiliki
kewajiban terhadap diri kalian sendiri. Jika kalian dapat berpuasa dan
kadang-kadang tidak tidur pada malam harinya, aku tidur dan juga shalat.
Kadang-kadang aku berpuasa dan kadang-kadang tidak, aku juga makan daging dan
mentega. Maka barang siapa yang tidak mengikuti cara hidupku (sunnahku) dia
tidak ermasuk golonganku.”
Nabi Saw melanjutkan, “Apa yang telah terjadi pada orang-orang ini? Mereka melarang pergaulan dengan wanita (istri), makanan yang enak, parfum (wewangian), tidur dan hal-hal baik lainnya bagi mereka di dunia ini. Aku tidak pernah mengajarkan kalian untuk bertapa; dalam agamaku, tidak ada pantangan terhadap wanita, daging, dan juga tidak ada asetisisme. Untuk pengendalian diri, ada puasa dan jihad yang mengandung segala kebaikan asetisisme. Beribadahlah pada Tuhan dan lakukanlah tugas-tugas dan agama, yaitu haji, shalat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadhan dan sebagainya. Orang-orang sebelum kalian telah dimusnahkan, karena mereka (yaitu, bersikap ekstrem) dan pada akhirnya terjebak hukum alam (karena mereka menentang hukum alam) dengan bersikap ekstrem. Para pertapa itu adalah keturunan mereka” (HR. Bukhari).
Nabi Saw melanjutkan, “Apa yang telah terjadi pada orang-orang ini? Mereka melarang pergaulan dengan wanita (istri), makanan yang enak, parfum (wewangian), tidur dan hal-hal baik lainnya bagi mereka di dunia ini. Aku tidak pernah mengajarkan kalian untuk bertapa; dalam agamaku, tidak ada pantangan terhadap wanita, daging, dan juga tidak ada asetisisme. Untuk pengendalian diri, ada puasa dan jihad yang mengandung segala kebaikan asetisisme. Beribadahlah pada Tuhan dan lakukanlah tugas-tugas dan agama, yaitu haji, shalat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadhan dan sebagainya. Orang-orang sebelum kalian telah dimusnahkan, karena mereka (yaitu, bersikap ekstrem) dan pada akhirnya terjebak hukum alam (karena mereka menentang hukum alam) dengan bersikap ekstrem. Para pertapa itu adalah keturunan mereka” (HR. Bukhari).
Hadits ini menerangkan prinsip-prinsip Islam yang membenarkan kenikmatan duniawi selama dalam batas-batas tertentu dan tidak berlebihan. Hadits tersebut menekankan pula pentingnya keseimbangan dalam hidup. Dalam hadits yang lain, Rasulullah Saw bersabda “Yang terbaik dari kalian adalah orang yang tidak mengabaikan dunia demi mengejar Hari Akhir, atau mengejar Hari Akhir demi dunia ini, dan tidak menjadi beban bagi orang lain.”
Nabi Saw menolak seluruh konsepsi agama yang salah yang dibentuk oleh sebagian orang demi memenuhi kepentingannya sendiri. Nabi juga menyatakan bahwa agama tidak mengajarkan kebencian terhadap dunia. Kebencian terhadap dunia tidak serta merta membuat seseorang menjadi saleh. Nabi Saw berdoa untuk kemakmuran para pengikutnya seperti digambarkan dalam hadits ini; “Ya Allah, orang-orang ini tidak mempunyai alas kaki (tidak juga kuda atau unta untuk kendarannya), berilah mereka (kuda atau unta) untuk dikendarai; Ya Allah, orang-orang ini tidak mempunyai pakaian (telanjang); maka berilah mereka pakaian. Ya Allah, orang-orang ini dalam keadaan lapar, maka berilah mereka makanan”. (HR. Abu Dawud).
Menelaah doa yang dipanjatkannya itu, kian jelaslah bahwa Nabi Muhammad Saw menginginkan supaya umatnya hidup dalam kecukupan. Bukan dalam kondisi yang serba kekurangan atau kemelaratan.
No comments:
Post a Comment