oleh Agus
Mustofa
Adalah
sangat menarik buat saya, ketika ada seseorang mengatakan dirinya tidak
bertuhan. Kenapa? Karena, ternyata Al Qur’an sebagai kitab suci yang
kebenarannya tak terbantahkan, tidak pernah menyebut adanya manusia atheis.
Yang ada ialah manusia yang tidak bertuhan kepada Allah.
Sehingga,
konsekuensinya, seluruh manusia pasti bertuhan. Cuma bertuhannya itulah yang
macam-macam. Ada yang bertuhan kepada patung, batu, kuburan, pohon, nenek
moyang, dan lain sebagainya, seperti yang terjadi pada orang-orang tradisional
zaman dulu. Meskipun, sampai sekarang masih ada juga yang mewarisi tradisi itu.
Sehingga, jika Anda berkeliling ke suku tradisional di seluruh dunia, Anda akan
mendapati mereka pasti menyembah tuhan-tuhan. Apa pun bentuknya.
Pada
kalangan yang lebih modern, juga selalu bertuhan. Tidak ada yang tidak
bertuhan. Hanya saja tuhannya bukan benda-benda tradisional itu. Melainkan yang
dianggap lebih ‘masuk akal’ dan ‘bergengsi’. Misalnya, bertuhan kepada sains.
Bertuhan kepada logika dan rasionalitas. Bertuhan kepada ilmuwan yang
dikaguminya. Bertuhan kepada diri sendiri. Dan seterusnya. Pokoknya, apa pun
namanya, setiap manusia pasti bertuhan kepada sesuatu.
Sains
menjadi kecenderungan baru sebagai ‘agama’ manusia modern. Sehingga ada yang
menyebut istilah: Scientology. Mereka memanfaatkan sains untuk melakukan
praktek-praktek kehidupannya termasuk spiritualisme. Siapakah tuhan yang mereka
anut? Adalah hukum alam dengan segala formulasi-formulasi yang terus berubah
berdasar bukti-bukti empiris yang seringkali telah mengalami manipulasi.
Nah, oleh
karenanya tidak ada orang yang benar-benar atheis. Yang beragama pasti punya
tuhan, yang tidak beragama pun pasti punya tuhan. Tinggal, tuhannya itu siapa.
Dan memiliki kemampuan yang hebat ataukah tidak… ;) Bahwa kemudian ada yang
memaknai atheis sebagai menolak adanya tuhan lain, selain yang diakuinya, itu oke-oke
saja. Barangkali ini semacam pembelaan diri, dan sekedar mencari teman untuk
menyebut orang lain seperti dirinya yang atheis… ;)
Misalnya,
karena orang Islam tidak percaya kepada tuhan Yesus, Zeus, Siwa, Wisnu, Apollo,
Rha, Venus, Athena, Thor, Sidharta Gautama, dst, maka disebutlah orang-orang
Islam sebagai atheis kepada tuhan-tuhan selain Allah. Itu sih benar adanya,
karena sesuai dengan kalimat syahadatnya: ‘tidak ada tuhan selain Allah’.
Artinya, banyak tuhan yang dianut manusia, tetapi Tuhan yang paling hebat
adalah Allah.
Dengan kata
lain, ini justru menjadi ‘kalimat pembenar’ bahwa memang tidak ada yang
benar-benar atheis di dunia ini. Semuanya pasti bertuhan, tinggal bertuhannya
kepada siapa. Dan itulah, yang memang sejak awal dikatakan oleh al Qur’an. Dan
kemudian saya jadikan ungkapan dasar, bahwa tidak ada orang yang tidak
bertuhan. Persoalannya tinggal, dia mengakui Allah sebagai Tuhan yang menguasai
seluruh tuhan-tuhan itu, ataukah tidak.
Jadi ketika
ada seseorang yang menyangkal semua tuhan, termasuk menyangkal keberadaan
Allah, maka sesungguhnya dia juga telah bertuhan kepada ‘sesuatu’, selain tuhan
yang tidak diakuinya itu. Diantaranya, dia telah bertuhan kepada konsep
ke-atheis-annya. Atau, kepada para tokoh pencetusnya. Atau, kepada logika dan
rasionalitasnya sendiri yang dikiranya sudah hebat, sehingga tidak butuh
tuhan-tuhan apa pun selain dirinya.
Sementara,
demikian banyak kelemahan yang ada pada dirinya, termasuk cara berpikir. Dan,
begitu banyak pula hal-hal yang terjadi di luar kendalinya. Mulai dari
kelahiran, kesehatan, rezeki, kesuksesan, sampai pada kematian. Demikian banyak
‘faktor X’ yang tidak bisa dikendalikannya. Dan ia menganggap semua itu hanya
sebagai ‘kebetulan’ belaka. Padahal, itu justru menunjukkan kelemahan berpikir
yang sangat mendasar.
Mana ada
‘kebetulan’ yang terjadi secara terus menerus dan demikian teratur. Bukan hanya
dalam skala besar makrokosmos, melainkan sampai ke hal-hal yang sangat detil di
mikrokosmos. Jika kita ‘open-mind’ maka kita akan dengan mudah menyimpulkan dan
sekaligus ‘merasakan’ betapa di balik semua ini ada ‘Sesuatu’ yang sangat
Cerdas, yang mengendalikannya dengan sangat teliti. Alam semesta dengan segala
isinya tidak terjadi dan berlangsung by accident tapi benar-benar by
design.
Lantas
dikatakan, ‘yaah semua itu kan karena evolusi alam’. Sebuah ungkapan
pembenaran yang mencari mudahnya saja tanpa mau mengkaji lebih detil. Kalaupun
itu dipaksakan juga, maka berarti dia mengakui bahwa alam inilah yang memiliki
‘kecerdasan’ itu. Alam bisa mengatur dirinya sendiri. Bisa menciptakan dirinya
dari ketiadaan menjadi ada. Bisa menyeimbangkan gaya gravitasi di seluruh
penjuru semesta. Bisa mengadakan gaya nuklir yang menyatukan partikel-partikel,
dan kemudian menjadikannya atom-atom, molekul-molekul, planet-planet, bintang
dan galaksi. Dengan segala gaya gravitasi dan elektromagnetik yang mengatur
peristiwa di dalamnya.
Dan lantas
bisa memunculkan kehidupan di muka bumi dengan segala keteraturannya. Dan
kemudian, bisa mengarahkan bumi memiliki air, punya atmosfer, punya
gunung-gunung yang menyeimbangkan bumi, punya mekanisme hujan yang sangat
canggih. Lantas, tiba-tiba juga bisa ‘berkehendak’ menciptakan sel tunggal yang
hidup di bumi. Yang membuat para ilmuwan seluler maupun biomolekuler
‘geleng-geleng kepala’ menyaksikan kecanggihannya yang demikian menakjubkan.
Dan kelak memunculkan kehidupan manusia yang berperadaban, yang demikian
kompleks.
Bagaimana
mungkin atom-atom yang tak punya kehendak bisa membentuk formasi H2O, lemak,
protein, gula, dan berbagai nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Yang jika meleset
sedikit saja, misal H2O menjadi H2O2, maka triliunan sel di dalam tubuh kita
bakal keracunan dan mati massal. Dst. Dslb. Dll…
Oh, bagaimana
bisa ada ‘orang berakal’ yang menyebut semua itu sebagai berjalan secara
kebetulan? Tanpa adanya kecerdasan di balik segala kejadian yang demikian
teratur dan akurat? Wahai, benarkah alam yang mati ini memiliki kemampuan
sedemikian dahsyatnya? Wahai, benarkah alam yang mati ini memiliki kehendak dan
tujuan? Dan, memiliki kekuasaan untuk mengendalikan segalanya sampai waktu
tertentu? Dan bisa merespon dengan sangat cerdas semua peristiwa yang terjadi
di dalamnya? Dst, dll, dlsb… :(
Orang-orang
yang terkungkung di dalam ego sempit, akan mengatakan: ‘’ya, demikianlah memang
alam semesta. Itu sudah given.’’ Hhehe, siapa yang memberi… :)
Atau mungkin akan mengatakan: ‘’ya memang alam ini punya kecerdasan,
punya kehendak, punya tujuan, punya kekuasaan, bisa bereaksi, bisa
mengendalikan, dst, dst…’’.
Nah, mulai
muncul pengakuannya, bahwa alam dikendalikan oleh sebuah Kecerdasan yang Maha
Hebat. Yang Kehendaknya tidak ada yang bisa melawan. Yang Kekuasannya meliputi
seluruh alam semesta. Yang Ilmunya tak terbatas kedahsyatannya. Yang Akurasinya
membuat kita terbengong-bengong, dst, dst, dst. Itulah Tuhannya orang Islam.
DIA adalah
‘SESUATU’ yang menciptakan alam semesta ini dari tiada menjadi ada,
mengontrolnya dengan kekuasaan dan kecerdasan yang tak terukur oleh manusia,
dan kelak akan melenyapkannya kembali jika saatnya tiba..!
QS. Al Hasyr
(59): 22-24
Dia-lah
Allah Yang tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib
dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Dia-lah
Allah Yang tidak ada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha
Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha
Perkasa, Yang Maha Berkuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha
Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Dia-lah
Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk
Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang
ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
~ Salam
Beragama dengan Akal Sehat ~
No comments:
Post a Comment