oleh Agus
Mustofa
Kenapa ada
alam semesta? Ya, pokoknya sudah ada ‘begini’ dengan sendirinya. Kenapa Ada
pria dan wanita? Ya, pokoknya alam semesta ‘ingin’ mengadakan laki-laki dan
perempuan. Kenapa ada manusia di muka bumi? Ya, pokoknya ‘ada’ karena seleksi
alam. Kenapa planet bumi ini demikian ideal untuk memunculkan kehidupan,
sementara di planet lain tidak diketemukan sampai sekarang? Ya, pokoknya bumi
ini ‘cocok’ dan memenuhi syarat-syarat munculnya makhluk hidup..!
Hhhh..,
barangkali ribuan pertanyaan ‘kenapa’ lagi yang akan dijawab ‘pokoknya’ oleh
ilmu pengetahuan. Anda masih bisa menambah daftar pertanyaan itu sekreatif
Anda. Misalnya, kenapa makhluk hidup kok bernafas pakai oksigen, kok nggak
Nitrogen saja? Bukankah jumlah nitrogen di planet ini jauh lebih banyak
dibandingkan oksigen? Kenapa kita hidup? Kenapa kita mesti mati? Kenapa kita
punya kepala, mata telinga, hidung, lidah, jantung, paru-paru, dan sebutlah apa
saja..! Sains tidak akan pernah bisa menjawabnya dengan tuntas. Ia akan
berputar-putar semakin membingungkan… :(
Sejarah
sains sudah membuktikan semua itu. Ia tidak pernah bisa menjawab misteri
realitas ini dengan tuntas. Dan selalu berujung pada ‘ketidaktahuan’. Belajar
makrokosmos lewat ilmu Astronomi, Kosmologi, Astrofosika, Astrobiologi
misalnya, Anda akan DITANTANG oleh ketidak tahuan yang Maha Dashyat.
Dari segi
ukuran alam semesta saja, manusia sudah demikian naifnya. Sebutir debu yang
SOMBONG dan MENGGELIKAN, yang bermimpi menaklukkan alam semesta yang
diameternya puluhan miliar tahun cahaya. Dan tidak diketahui tepinya sampai
saat ini. Kecuali cuma mengira-ngira dari kejauhan. Data-data valid yang
disombongkan oleh Sains bakal ‘ketemu batunya’ di alam semesta. Karena, usia
manusia tidak cukup untuk mengarungi dan mengambil sampelnya.
Jangankan
usia manusia, usia seluruh peradaban manusia pun tidak cukup untuk memahami
alam semesta ini. Usia peradaban manusia cuma berorde ‘ribuan’ tahun. Ruang
alam semesta butuh eksplorasi selama miliaran tahun. Hanya manusia yang tak
tahu diri yang bisa menyombongkan SAINS sebagai segala-galanya.
Tanyakanlah
kepada jagoan sains mana pun: dimanakah tepi alam semesta ini? Bentuknya
seperti apa? Ukurannya seberapa? Dimensinya berapa? Dari mana asalnya, dan
kelak akan kemana? Maka jawabannya tak akan pernah tuntas. Kenapa? Karena, sang
ilmuwan itu tak punya kemampuan untuk mengarungi ruang dan waktu, MENYAKSIKAN
sendiri evidences yang diharapkan. Sains telah berada di ‘ambang batas’
kedigdayaannya, dimana di balik itu ia sudah tidak mampu ‘berkata-kata’ lagi.
Kecuali ‘menunggu’, ‘menduga’, ‘mengira’, ‘berharap’ ‘berspekulasi’, dan
semacamnya, yang mengingkari kepongahan sains sendiri, bahwa segala
sesuatu harus berdasar evidences… ;)
Bukan hanya
soal RUANG maha raksasa yang mewadahi alam semesta, melainkan juga soal WAKTU
yang memenjarakan segala realitas ini bergerak menuju kehancurannya. Karena
'gerakan waktu' yang tak bisa dikendalikan oleh saintis manapun itulah, alam
semesta bakal menuju kehancurannya. Semakin lama semakin tua, dan kemudian
mati. Lagi-lagi ilmuwan yang ‘hebat-hebat’ itu tak mampu berkata apa-apa
tentang kemisteriusan dimensi waktu. Kenapa? Ya, karena dimensi waktu ini
terikat ke dimensi ruang, dimana ruangnya tak ketahuan batasnya. Jadi,
bagaimana mungkin para ilmuwan itu bisa tahu ‘dulu’ dan ‘nanti’, kalau ia pun
tidak pernah tahu ‘disana’ dan ‘disitu’.
Bukan hanya
di skala makrosmos yang ‘nggegirisi’, di skala mikrokosmos pun tak kalah
‘mengerikan’. Materi yang dulu diduga tersusun dari atom sebagai benda terkecil
itu, kini semakin menunjukkan ‘sifat aslinya’ yang membingungkan. Ternyata ia
tersusun dari partikel-partikel yang lebih kecil, lebih kecil, dan lebih kecil
lagi.
Yang di
level elektron saja sudah memunculkan dualitas antara materi dan energi
(gelombang). Dan di skala lebih kecil lagi memunculkan ‘teori ketidakpastian’,
sehingga ilmuwan tidak pernah bisa menentukan lokasi sebuah partikel bersamaan
dengan kecepatannya. Kecuali hanya ‘menebak-nebak’ secara statistik belaka.
Lagi-lagi sains terbentur pada tembok ‘kepongahannya’ sendiri dalam hal
evidence.
Belum lagi
masalah kehidupan yang penuh dengan misteri. Tanyakanlah kepada jagoan biologi
mana pun, kenapa sebutir telur ayam bisa menetas dan memunculkan kehidupan
setelah dierami. Darimanakah munculnya kehidupan itu? Tolong kasih ‘bukti’
darimana sumber kehidupannya? Dan kenapa telur lainnya dari induk yang sama kok
tidak menetas dan memunculkan kehidupan? Apakah alam ini hidup, sehingga bisa
‘menularkan’ kehidupannya kepada seonggok protein dan lemak yang ada di dalam
cangkang telur itu? Padahal, konon kabarnya, para pengingkar Tuhan ‘tidak
percaya’ kalau alam semesta ini adalah ‘organisme hidup’.
Dan
seterusnya, dan lain sebagainya. Demikian banyak ‘bukti-bukti empiris’ yang
justru menegaskan bahwa sains bukan segala-galanya. Tetapi, jangan lantas Anda
menuding saya sebagai anti sains. Oh, malah sebaliknya, saya gandrung sekali.
Dan juga, jangan lantas mengatakan Sains itu tidak berguna. Ouh, sebaliknya,
sangat-sangat berguna. Karena telah terbukti banyak membantu manusia dalam
mengatasi berbagai masalah hidupnya untuk menjadi lebih baik. Tapi, sekali
lagi, bukan segala-galanya.
Maka,
kegagalan sains bakal membawanya ke dua pilihan. Yang pertama, membiarkannya
dalam kemisteriusan, sambil mengatakan: itu sudah DI LUAR kemampuan SAINS.
Sehingga muncullah istilah-istilah pseudo-science – karena sains sudah
tak mampu menjangkaunya dengan bukti-bukti. Atau, istilah paranormal, karena
dianggap sudah keluar dari kelaziman. Atau metafisika, karena sudah tak mampu
dijelaskan lagi oleh Fisika, dan lain sebagainya.
Pilihan yang
kedua, kegagalan sains akan mendorongnya berlindung ke ranah filosofis, yang
dari ‘rahimnya’ sains dilahirkan. Disinilah mereka ‘melarikan diri’ dari
ketidak berdayaannya mengungkap realitas yang semakin misterius. Karena, setiap
penemuan saintifik selalu memunculkan misteri baru yang lebih rumit. Tapi,
cermatilah sejarah filsafat. Para filsuf sejak zaman dahulu kala sampai
sekarang pun berputar-putar kebingungan, tak menemukan jawabannya. Kecuali
mengakhirinya dengan ‘dugaan’, ‘perkiraan’, ‘harapan’, dan ‘spekulasi’ tanpa
bukti.
Disinilah
peran agama memberikan kepastian. Perhatikanlah ayat-ayat Qur’an yang memiliki
kekuatan ‘klaim’ yang sangat besar. Bukan dogma, apalagi doktrin. Al
Qur’an tidak pernah memaksa-maksa siapa pun untuk beriman. Kalau ada yang berpendapat
bahwa Islam melakukan paksaan kepada umat dalam menjalani agamanya, pasti orang
itu BELUM KENAL Islam. Dia mengira Islam seperti agama-agama lain yang
dikenalnya. Yang disampaikan lewat dogma dan doktrin.
QS. Al
Baqarah (2): 256
TIDAK ada
PAKSAAN dalam beragama (Islam); sesungguhnya TELAH JELAS jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut
(tuhan selain Allah) dan BERIMAN kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
QS. Yunus
(10): 99-100
Dan JIKA
Tuhanmu MENGHENDAKI, pastilah BERIMAN semua orang yang di muka bumi seluruhnya.
Maka apakah kamu (hendak) MEMAKSA manusia supaya mereka menjadi orang-orang
yang beriman semuanya?
Kurang
eksplisit bagaimanakah firman Allah ini? Bahwa, TIDAK ADA paksaan dalam Islam.
Tidak ada dogma dan doktrin. Yang ada ialah tabayun alias KLARIFIKASI
atas firman-firman Allah. Karena, sebagaimana ayat di atas, SUDAH JELAS antara
kebaikan dan keburukan, antara kebenaran dan kejahatan, antara yang bermanfaat
dan yang membawa mudharat. Umat Islam diperintahkan untuk menggunakan AKAL
dalam beragama.
Tetapi,
bahwa Al Qur’an melakuan ‘klaim-klaim’ yang sangat provokatif itu memang benar
adanya. Agar umat manusia MENOLEH. Apalagi, yang hatinya sudah KERAS seperti
batu. Mulai dari klaim kebenaran kitab sucinya, kebenaran Nabinya, sampai
kebenaran Tuhannya. Bukan memaksa, tetapi memancing manusia untuk
memikirkannya. Berikut ini adalah sebagian kecil tantangan al Qur’an kepada
manusia.
QS. An
Nisaa’ (4): 82
Maka apakah
mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari
sisi Allah, tentulah mereka mendapat PERTENTANGAN yang banyak di dalamnya.
QS. Al
Baqarah (2): 23
Dan jika
kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba
Kami (Muhammad), BUATLAH satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
QS. Yunus
(10): 37
TIDAK
MUNGKIN Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; (kitab ini) membenarkan
kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah
ditetapkannya, TIDAK ada KERAGUAN di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta
alam.
QS. Al
A’raaf (7): 158
Katakanlah:
"Hai manusia sesungguhnya aku adalah UTUSAN Allah kepadamu semua, yaitu
ALLAH yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; TIDAK ADA Tuhan SELAIN
Dia, Yang MENGHIDUPKAN dan MEMATIKAN, maka berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada
kalimat-kalimat-Nya dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".
Dan
sebagainya, Al Qur’an berisi ‘klaim-klaim’ yang membelalakkan mata. Tetapi
bukan untuk memaksa, melainkan ‘menantang’ untuk dibuktikan. Bagaimana cara
membuktikannya? Tentu saja dengan ilmu-ilmu yang berkembang seiring peradaban
manusia. Yaa ilmu sejarah, ilmu bahasa, ilmu biologi, fisika, astronomi,
matematika, kimia, kedokteran, biomolekuler, dan ilmu apa saja yang bisa digunakan
untuk ‘membuktikan’ kebenaran Al Qur’an.
Bukan
‘rebutan mengklaim’ sains, seperti yang dituduhkan. Karena perintah untuk
berilmu pengetahuan itu adalah sebuah KENISCAYAAN di dalam agama Islam. Dan
pelakunya tidak harus orang Islam. Di zaman keemasan Islam para pelaku
kelilmuan itu adalah orang-orang Islam. Tetapi, di zaman sesudahnya memang SDM
Islam mengalami kemunduran yang sangat memprihatinkan. Tetapi, itu tidak serta
merta menjadikan AGAMA Islam lantas ‘merebut-rebut’ sains… :(
Tentu ini
sudut pandang yang sangat keliru. Karena puluhan bahkan ratusan ayat di dalam
Al Qur’an justru mendorong umat Islam untuk menguasai sains. Sebagaimana sudah
saya tulis dalam puluhan buku yang saya terbitkan. Untuk apa? Bukan untuk
‘berpongah-pongah’ dengan sains yang serba terbatas itu. Melainkan untuk
membuktikan dan menyadari ‘betapa kecil’ dan ‘ringkihnya’ manusia, dan betapa
Maha Hebatnya Allah Sang Penguasa Jagat Semesta dengan segala Ilmu-Nya. Islam
mengajari umatnya untuk ‘mentauhidkan’ ilmu pengetahuan agar mengenal dan
tunduk pada Keagungan-Nya…!
QS. Ath
Thalaaq (65): 12
Allah-lah
yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku
padanya, AGAR kamu MENGETAHUI bahwasanya Allah MAHA BERKUASA atas segala
sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ILMU-Nya benar-benar MELIPUTI segala sesuatu.
~ Salam
Mentauhidkan Ilmu Pengetahuan ~
No comments:
Post a Comment