oleh Agus
Mustofa
Alam semesta
dengan segala isinya ini tidak muncul tiba-tiba. Ia mengalami proses bertahap
selama miliaran tahun, sehingga menjadi seperti sekarang. Dan itu bukan hanya
terjadi pada makhluk hidup (biologi) saja, melainkan di seluruh penjuru alam
semesta. Semuanya melewati proses evolusi..!
Virus dan
kuman berevolusi. Ikan-ikan berevolusi. Ular, kadal dan reptil-reptil
berevolusi. Demikian pula berbagai binatang buas, binatang ternak, burung, dan
segala macam jenis hewan lainnya, serta manusia. Tapi, jangan salah, Bumi dan
planet-planet pun mengalami evolusi. Atmosfernya berevolusi, daratan dan lautan
berevolusi. Gunung-gunung, bebatuan, tambang-tambang minyak, batubara, emas,
tembaga, nikel, uranium, dan sebagainya mereka semua mengalami evolusi selama
berjuta-juta tahun. Bahkan bumi sudah berevolusi sekitar 5 miliar tahun.
Termasuk
juga tatasurya kita ini berevolusi. Mataharinya juga. Pun bintang-bintang di
angkasa raya. Galaksi-galaksi, super kluster, dan seluruh isi alam semesta ini
sedang mengalami evolusi selama lebih dari 13 miliar tahun. Begitulah memang
mekanisme alam, yang di dalam Islam dikenal sebagai sunnatullah.
Bentuk bumi,
planet-planet, bintang, galaksi, dan berbagai benda langit, miliaran tahun yang
lalu tidak seperti yang kita lihat sekarang. Demikian pula, miliaran tahun
mendatang, tidak juga seperti sekarang. Semuanya sedang berubah secara bertahap
lewat ‘seleksi alam’…
Wah, jadi
ada ‘seleksi alam’ kah di seluruh penjuru jagad semesta ini? Bukan hanya untuk
makhluk hidup to? Jawabnya lugas: jelas ADA. Tentu saja bagi yang mau berpikir
terbuka. Dan mau menyaksikan perubahan yang sedang terjadi di seluruh jagad
raya. Semua benda sedang berubah menuju bentuk, tatanan, bahkan fungsi yang
berbeda seiring dengan perjalanan waktu. Hanya saja, peristiwa-peristiwa
makrokosmos memang terjadi dalam skala miliaran tahun. Sehingga seakan-akan
tidak terjadi perubahan berarti dalam kurun usia seorang manusia.
‘Seleksi
alam’ adalah hukum alam yang inheren dalam eksistensi universe dengan
segala isinya. Siapa atau apa saja, yang bisa bertahan terhadap seleksi
alam bakal bisa meneruskan drama ‘kehidupannya’. Sebaliknya yang tak mampu
bertahan, bakal ‘mati’ dan musnah. Binatang, tumbuhan, dan manusia sebagai
makhluk hidup, terkena seleksi alam itu. Dan planet, bulan, matahari, serta
bintang-bintang pun terkena seleksi alam. Ada yang tetap berada di dalam
tatanannya. Ada yang mencelat dari orbitnya. Ada yang meledak menjadi
supernova, dan ada juga yang kesedot lenyap ke dalam black hole.
Bahkan dalam
skala miliaran tahun sejarah universe, kita ‘menyaksikan’ evolusi telah
dan sedang terjadi, mulai dari skala mikrokosmos sampai ke makrokosmos. Mulai
dari quark, partikel-partikel sub atomic, atom, molekul, sampai munculnya
benda-benda raksasa yang mengisi ruang jagad raya. Awalnya alam semesta hanya
berupa ‘lautan energi’ sop kosmos, yang kemudian meledak dan mengembang,
sehingga menghasilkan partikel-partikel, disusul terbentuknya atom berinti
sederhana – proton tunggal – yang kita kenal sebagai Hidrogen. Lantas,
muncullah atom berinti proton & neutron ganda seperti Helium, meningkat
lagi menjadi Berelium, dan seterusnya. Sehingga, sekarang di alam semesta ada
lebih dari seratus jenis atom, dengan intinya berisi ratusan proton dan
neutron. Begitulah evolusi yang terjadi di lingkungan benda mati.
‘Seleksi
alam’ pula yang menyebabkan partikel-partikel bebas itu bergabung menjadi atom,
menjadi molekul, menjadi gas, padatan atau pun cairan, dan kemudian bergerombol
membentuk planet, tatasurya, galaksi, dan sebagainya. Ringkas kata, saya hanya
ingin meluruskan pendapat yang mengatakan bahwa seleksi alam dan evolusi hanya
terjadi pada makhluk hidup alias ranah biologi saja.
Evolusi dan
seleksi alam adalah hukum alam yang sudah menyatu di seluruh penjuru jagad
semesta. Mikorokosmos maupun makrokosmos. Biologi maupun non biologi. Bahkan
termasuk peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, budaya, dan lain sebagainya. Ini
adalah mekanisme dasar ‘drama kehidupan’ alam semesta.
Masalahnya,
dalam konteks ‘ketuhanan’ yang sedang kita bicarakan ini adalah: apakah seleksi
alam itu berlangsung secara ‘sengaja’ atau ‘tidak sengaja’? Ada yang
‘mengendalikan’ ataukah berjalan secara ‘liar’? Ada ‘kecerdasan’ yang terlibat
di dalamnya ataukah ‘menggelinding’ begitu saja?
Menjadi agak
lucu juga, ketika seleksi alam disebut sebagai ‘alternative ketiga’ dari
pilihan: by accident ataukah by design. Kebetulan ataukan
diciptakan. Karena yang ditanyakan itu justru adalah tentang ‘seleksi alam’ itu
sendiri.Ketika ditanyakan: mekanisme seleksi alam tersebut terjadi sengaja
ataukah tidak sengaja? Dijawab: ya, terjadi lewat seleksi alam. Lha iya, ada
yang mengendalikan atau tidak? Jawabnya: ya, terjadi melalui seleksi alam. Walahh,
susah amat sih berkomunikasinya… :(
Padahal
dengan sangat sederhana bisa dijawab. Misalnya, kalau memang mau ‘menghindari’
jawaban bahwa seleksi alam itu bukan atas ‘campur tangan Tuhan’ (karena memang
atheis), ia bisa menjawab: semua itu terjadi ‘dengan sendirinya’, tidak ada
yang mengendalikan, dan bukan kebetulan, serta tidak ada kecerdasan apa pun yang
terlibat di dalam proses itu. Pokoknya, ya terjadi begitu saja… ;)
Maka,
marilah kita runtutkan cara berpikir kita dengan jernih. Yang pertama,
pahamilah dulu bahwa alam semesta ini memiliki hukum termodinamika yang
menjelaskan adanya implikasi entropi. Bahwa alam semesta ini sudah terbukti
menuju pada proses kerusakan dan kekacauan yang semakin tinggi.
Benda-benda
langit semakin hari semakin tua, dan kemudian akan mati pada waktunya. Bumi
juga semakin lama semakin tua, dan kelak pun bakal mati sebagaimana benda-benda
langit lainnya. Isi bumi ini, termasuk manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan juga
semakin lama semakin tua dan kemudian mati. Maka, menurut hukum termodinamika
kedua, untuk mempertahankan agar semua itu tidak segera mati, harus ada energi
ataupun usaha yang dimasukkan ke dalam sistem, sehingga mengkompensasi entropi
yang terus meningkat.
Misal, agar
mesin mobil tidak segera mati, ya harus diberi bensin. Agar manusia tidak
segera mati, mesti dimasuki makanan, minuman, dan oksigen. Agar buah tidak
membusuk, haruslah diawetkan. Agar dunia tidak tenggelam oleh sampah, ya harus
dibersihkan. Agar kita menjadi pintar, ya harus belajar. Agar hidup kita
sukses, ya harus ada usaha dan perjuangan. Dan seterusnya. Dan lain sebagainya.
Itulah hukum entropi alam semesta yang berlaku pada makhluk hidup maupun benda
mati. Sebuah hukum yang bersifat universal..!
Maka
bagaimana bisa ada suatu pendapat yang mengatakan bahwa seleksi alam bisa
berjalan dengan sendirinya tanpa ada campur tangan dari luar sistem? Tanpa ada
bensin yang dimasukkan ke mesin mobil, tanpa ada makanan dan oksigen yang kita
konsumsi, tanpa ada usaha dan pembelajaran..?! Ini sungguh-sungguh menyalahi
hukum alam yang paling dasar.
Alam semesta
ini tidak akan bisa bertahan selama miliaran tahun seperti ini, jika tidak
ada CAMPUR TANGAN dari luar sistem. ‘Usaha’ yang berasal dari luar jagad
raya itu sendiri. Energi yang tidak berasal dari dalam ruang, waktu, materi
& energi universe. Siapa saja yang menganggap alam semesta bisa berjalan
dengan sendirinya, ia telah menabrak hukum ilmiah yang paling dasar. Dengan
kata lain, ia mulai berpikir dengan cara meninggalkan kaidah-kaidah saintifik.
Jika alam
semesta tidak memperoleh tambahan ‘usaha’ atau energi dari luar sistem, alam
ini sudah runtuh dan hancur lebur sejak ledakan pertama: big bang. Dalam alam
yang entropinya meningkat seperti alam kita ini, ledakan tidak pernah
menghasilkan suatu ‘sistem yang tertata’ seperti jagad raya sekarang. Dimana
partikel-partikel sub atomik berangsur-angsur menjadi atom, dan atom-atom
menjadi molekul dengan keseimbangan gaya yang luar biasa. Lantas
berangsur-angsur menjadi unsur-unsur alam semesta penyusun benda-benda langit
dalam skala maha raksasa. Dan kemudian memunculkan gaya nuklir kuat, nuklir
lemah, elektromagnetik, serta gravitasi secara berurutan. Sebuah LEDAKAN selalu
menghasikan kerusakan dan KEKACAUAN. Lha ini kok malah menghasilkan
KETERATURAN..!
Kenapa semua
ini bisa terbentuk sedemikian harmonisnya? Karena ada FAKTOR dari luar sistem
yang memasukkan ‘usaha’ sebagai bentuk campur tangan agar hukum entropi tidak
menghancurkannya. Siapakah DIA? Itulah yang oleh orang-orang atheis disebut
sebagai FAKTOR X. Dan kita, umat Islam menyebut-Nya sebagai Allah Azza
Wajalla..! Zat yang Maha Cerdas, Maha Berkuasa, dan Maha Bijaksana.
QS. Al Mulk
(67): 3
Yang telah
menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat, kamu sekali-kali tidak
melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.
Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak
seimbang?
QS. Al
Infithaar (82): 6-8
Hai manusia,
apakah yang telah memperdayakanmu (sehingga kamu mengingkari) Tuhanmu
Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan
kejadianmu dan menjadikan (struktur tubuh)-mu seimbang, dalam
kecanggihan bentuk yang Dia kehendaki, Dia telah menyusun tubuhmu.
Allah yang
Maha Sempurna telah menciptakan mekanisme hukum alam yang sangat menakjubkan.
Kecelakaan, kematian dan kehancuran, bukanlah tanda tidak sempurnanya desain
penciptaan universe, tetapi justru menunjukkan betapa sempurnanya sunnatullah
yang telah menyeimbangkan antara hukum entropi dengan keniscayaan adanya campur
tangan Sang Maha Perkasa. (Bersambung… )
~ Salam
Beragama dengan Akal Sehat ~
No comments:
Post a Comment