Agama Islam
mempunyai nilai, aturan dan prinsip yang menjadi pedoman bagi umatnya.
Ajaran-ajaran tersebut disampaikan melalui Alqur’an dan As-Sunnah. Isi dari
ajaran tersebut memandu pemeluknya di berbagai kegiatan dalam setiap
kesempatan. Dari tata cara berinteraksi dengan Sang Pencipta, mengelola diri
sendiri, seni bermu’amalah dengan orang lain, hingga etika dalam memanfaatkan
potensi alam.
Salah satu aspek yang sangat ditekankan dalam Islam ialah perhatian terhadap waktu. Konsep pengelolaan dan pemanfaatan waktu, serta kerugian-kerugian ketika membiarkannya dibahas secara komprehensif dalam Surah Al-‘Ashr.
Firman Allah
:
“Demi masa (waktu). Sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr [103] : 1-3)
“Demi masa (waktu). Sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr [103] : 1-3)
Dalam Surah
tersebut, dijelaskan bahwa manusia berada dalam kerugian. Berdasarkan
redaksionalnya, kerugian di sini merupakan kerugian total, yang mengarah pada
kesesatan dan kecelakaan yang besar. Kerugian yang dimaksud merupakan implikasi
dari keteledoran atau menyepelekan waktu.
Ada suatu
ungkapan yang mengatakan Al-waqtu kasyaif, waktu adalah pedang. Kita tahu
pedang adalah sebuah senjata. Di mana pedang akan sangat membantu pemegangnya
untuk menumpas musuh-musuh dalam medan perang. Namun akan menjadi bumerang yang
melukai pemiliknya jika tidak mampu menggunakannya, dan berujung pada
penyesalan.
Lantas
siapakah orang beruntung yang terhindar dari kerugian besar?
Alladzina
amanu… Yaitu orang-orang yang beriman, orang percaya dan membenarkan dalam
hati. Percaya dan meyakini adanya Allah, Para Malaikat, Kitab-kitab, Para
utusan, Hari akhir, serta ketetapan baik dan buruk.
Wa
amilusholihati… yang beramal sholeh. Yaitu kegiatan atau aktivitas yang dapat
mendatangkan manfaat (bagi pribadi, keluarga, kelompok, dan manusia seluruhnya)
dan tidak mengakibatkan kerusakan.
Wa
tawashoubil haqqi…yang saling berwasiat dengan kebenaran. Suatu kebenaran
diperoleh dengan menggunakan ilmu. Untuk menggali lebih banyak kebenaran,
diharuskan menggali ilmu sebanyak-banyaknya.
Wa tawa
shubis shobri… yang saling berwasiat dengan kesabaran. Yakni sabar dalam
bertahan meraih prestasi, serta kemampuan menahan rayuan nafsu demi mencapai
yang terbaik.
Dari
pembahsan surat tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa untuk menyelamatkan
diri dari kerugian yang beraneka ragam manusia harus,
1. Beriman.
2. Beramal Sholeh.
3. Saling berwasiat dengan kebenaran.
4. Saling berwasiat dengan kesabaran.
2. Beramal Sholeh.
3. Saling berwasiat dengan kebenaran.
4. Saling berwasiat dengan kesabaran.
Keempat
komponen di atas merupakan kesatuan holistik. Artinya apabila hanya diambil
secara parsial, maka belum benar-benar selamat, beruntung dan terhindar dari
kerugian. Iman yang merupakan suatu pengetahuan harus ditunjang dengan amal
(tindakan). Amal juga membutuhkan kebenaran (ilmu pengetahuan). Dan semuanya
membutuhkan kesabaran dalam bertahan sambil terus meningkatkan iman, amal, dan
ilmu pengetahuan.
Sebuah hadis
menyatakan,
“Dua
kenikmatan yang sering disia-siakan oleh banyak orang; Kesehatan dan kesematan
(waktu luang).”
Sumber referensi :
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Quran dan terjemahannya.
Shihab, M. Q. 2001. Wawasan Al-Quran. Jakarta : Mizan
Sumber referensi :
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Quran dan terjemahannya.
Shihab, M. Q. 2001. Wawasan Al-Quran. Jakarta : Mizan
No comments:
Post a Comment