Berjalan
menapaki waktu di dunia ini merupakan suatu rangkaian kehidupan yang
dianugerah Allah Swt. kepada manusia. Setiap nafas yang terhembuskan
dalam menjalani fitrah kehidupan, beragam bentuk dan warna fenomena
hidup akan senantiasa ditemui. Hal tersebut merupakan ”bumbu” penyedap
yang membuat hari-hari semakin berasa dan bermakna, di sisi lain dapat
dipandang sebagai aral dan rintangan yang menghambat kelancaran tujuan
yang dikehendaki.
Namun demikian, reaksi yang menjadi hasil persepsi masing-masing personal tidaklah serupa. Di mana persepsi tersebut nantinya menghasilkan suatu tindakan, ada yang tetap berusaha dengan sungguh-sungguh, bertindak sekadar respons atau bahkan bisa jadi hanya dapat pasrah dengan meratapi ketidakberuntungannya, hingga putus asa.
Sikap putus asa inilah yang terkadang oleh sebagian orang dipaksakan untuk dapat menjelma sebagai manifestasi dari pasrah kepada tuhan. Uniknya lagi tidak jarang manusia mempertanyakan keadilan putusan tuhan. Dan membuat konsep“God is not fair”.
Alangkah kurang bijak ketika kita memvonis suatu keadaan sebelum mempergunakan fasilitas berupa instrumen milik kita yang sebenarnya sangat dibutuhkan pada saat pengambilan keputusan. Itulah otah dan hati. Otak adalah tempat bermain logika dan bersemayamnya rasionalitas. Sedangkan hati merupakan wilayah yang merasakan kelembutan maksud, serta menangkap getaran-getaran ilham yang nantinya akan menelurkan sebuah insight berupa kemantapan sikap.
Jika kita benar-benar memanfaatkan dua potensi tersebut maka ketika menghadapi persoalan rumit otak akan mendalami duduk permasalahan, mengevaluasi titik kritis dari permasalahan tersebut, merumuskan berbagai solusi, memutuskan solusi mana yang diambil dengan berbagai pertimbangan logis, dan menerapkannya dalam tindakan selanjutnya.
Di lain pihak hati akan menerjemahkan maksud dari kondisi yang dialami, apakah ini merupakan suatu teguran, sinyal untuk melakukan improvisasi, ataukah sebuah seruan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi demi kelangsungan kebaikan di masa akan datang.
Firman Allah :
“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” (QS. Yusuf [12] : 87)
Maha suci Allah yang mempunyai nama-nama agung. Rahmat dan anugerah-Nya senantiasa meliputi makhluk-Nya di segala kondisi. Bahkan ujian dan beragam kesulitan yang lain merupakan bentuk pengajaran kasih sayang kepada hamba-Nya yang beriman.
Semoga kita selalu diberi kekuatan akal sehat dan kejernihan hati untuk dapat memahami dan menterjemahkan segala kondisi. Sehingga kita menjadi pribadi yang senantiasa optimis di semua keadaan.
Namun demikian, reaksi yang menjadi hasil persepsi masing-masing personal tidaklah serupa. Di mana persepsi tersebut nantinya menghasilkan suatu tindakan, ada yang tetap berusaha dengan sungguh-sungguh, bertindak sekadar respons atau bahkan bisa jadi hanya dapat pasrah dengan meratapi ketidakberuntungannya, hingga putus asa.
Sikap putus asa inilah yang terkadang oleh sebagian orang dipaksakan untuk dapat menjelma sebagai manifestasi dari pasrah kepada tuhan. Uniknya lagi tidak jarang manusia mempertanyakan keadilan putusan tuhan. Dan membuat konsep“God is not fair”.
Alangkah kurang bijak ketika kita memvonis suatu keadaan sebelum mempergunakan fasilitas berupa instrumen milik kita yang sebenarnya sangat dibutuhkan pada saat pengambilan keputusan. Itulah otah dan hati. Otak adalah tempat bermain logika dan bersemayamnya rasionalitas. Sedangkan hati merupakan wilayah yang merasakan kelembutan maksud, serta menangkap getaran-getaran ilham yang nantinya akan menelurkan sebuah insight berupa kemantapan sikap.
Jika kita benar-benar memanfaatkan dua potensi tersebut maka ketika menghadapi persoalan rumit otak akan mendalami duduk permasalahan, mengevaluasi titik kritis dari permasalahan tersebut, merumuskan berbagai solusi, memutuskan solusi mana yang diambil dengan berbagai pertimbangan logis, dan menerapkannya dalam tindakan selanjutnya.
Di lain pihak hati akan menerjemahkan maksud dari kondisi yang dialami, apakah ini merupakan suatu teguran, sinyal untuk melakukan improvisasi, ataukah sebuah seruan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi demi kelangsungan kebaikan di masa akan datang.
Firman Allah :
“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” (QS. Yusuf [12] : 87)
Maha suci Allah yang mempunyai nama-nama agung. Rahmat dan anugerah-Nya senantiasa meliputi makhluk-Nya di segala kondisi. Bahkan ujian dan beragam kesulitan yang lain merupakan bentuk pengajaran kasih sayang kepada hamba-Nya yang beriman.
Semoga kita selalu diberi kekuatan akal sehat dan kejernihan hati untuk dapat memahami dan menterjemahkan segala kondisi. Sehingga kita menjadi pribadi yang senantiasa optimis di semua keadaan.