Kecil itu bermakna...
Sesuatu tidak akan dikatakan besar ketika kecil tiada.
Kecil itu
cantik...
Kecantikan bunga mawar tampak sempurna saat keadaan kuncup.
Kecil itu
anggun...
Bonsai memiliki keunikan tersendiri yang khas bagi yang menyelami seninya.
Kecil itu
mungil...
Seorang bayi senantiasa mendapat sentuhan kasih dari sang bunda, belaian sayang
dari sang ayah, dan kecupan lembut dari orang-orang sekitarnya.
Namun kecil
itu dahsyat...
Apresiasi akan lebih menggema ketika si kecil memenangkan persaingan melawan si
besar daripada sebaliknya. Dan kitab suci telah mengabadikan kisah nabi Daud
dengan Goliat sebagai i’tibarnya.
Perbedaan Kebutuhan (needs)
dengan Keinginan (wants)
Sebelumnya kita perlu mengetahui perbedaan kebutuhan dan
keinginan.
Kebutuhan adalah sesuatu yang
diperlukan oleh manusia untuk mencapai kesejahteraan, namun jika tidak
terpenuhi maka manusia akan merasa tidak sejahtera atau kurang sejahtera.
Sedangkan keinginan adalah
sesuatu tambahan atas kebutuhan yang diharapkan dapat dipenuhi sehingga manusia
tersebut merasa lebih puas. Namun bila keinginan tidak terpenuhi maka
sesungguhnya kesejahteraannya tidak berkurang.
Sederhananya kebutuhan itu harus
ada untuk kelangsungan kehidupan, sedangkan keinginan hanya bersifat tambahan.
Alokasi Pendapatan (Income)
ZISWAF (Zakat,
Infaq, Shodaqah, dan Wakaf)
ZISWAF ini jumlahnya 2.5% dari
pendapatan. Anda harus mengeluarkannya segera setelah mendapatkan pemasukan.
Jika tidak, seperti pengalaman banyak orang, Anda menunda terus dan bahkan
Anda tidak akan pernah mengeluarkan.
Sebagai contoh; pemasukan Anda setiap bulannya adalah Rp. 5.000.000. Maka pengeluaran untuk ZISWAF
adalah 2.5% x 5.000.000 = Rp. 125.000.
Tabungan Darurat (Emergency Savings)
Jenis pengeluaran ini berfungsi
untuk jaga-jaga di mana kita berada pada situasi yang membutuhkan uang secara
mendesak seperti biaya berobat, kecelakaan, atau hal-haI yang mengharuskan
tersedianya uang dengan segera pada masa sulit. Idealnya, tabungan darurat ini
targetnya Rp. 15.000.000. Anda bisa mencicilnya sebesar 5% setiap bulannya.
Meneruskan contoh di atas.
Besaran tabungan untuk mencicil per bulannya; 5% x Rp. 5.000.000 = Rp. 250.000
3. Investasi
Pengalokasian dana untuk
investasi ini sangat dipengaruhi oleh gaya hidup seseorang. Masing-masing orang
berbeda meskipun dengan pendapatan yang sama. Tergantung cara pandang terhadap
kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Demikian juga seberapa jauh
mereka mempersiapkan masa depan mereka.
Contoh sederhananya, seseorang
sudah cukup memiliki satu buah hanphone. Namun bagi orang lain tidak demikian. Berikut
juga terkait dengan merk handphone yang ia beli.
Dari pendapatan 5 juta tadi.
Anda mungkin bisa mengalokasikan Rp 1.625.000 setiap bulannya untuk investasi.
Bisa lebih besar atau lebih kecil dari itu. Seseorang tentu saja akan
memberikan perhatian lebih besar ketika memiliki anak yang membutuhkan biaya
pendidikan. Seperti biaya kuliah.
Belanja
Belanja adalah pengeluaran
terakhir setelah ketiga jenis pengeluaran sebelumnya sudah ditunaikan. Di
sinilah Anda akan menghabiskan bagian terbesar dari pendapatan. Jika pemasukan
Rp. 5.000.000 tadi dikurangi sudah dikurangi kebutuhan-kebutuhan di atas maka
sisanya adalahRp. 3.000.000 yang bisa Anda gunakan untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi, tagihan, dan kewajiban cicilan lainnya.
Perlu diingan kembali, besar
kecilnya dana yang akan Anda keluarkan untuk belanja ini sangat dipengaruhi
oleh gaya hidup Anda.
Keterangan tambahan
Salah satu
keutamaan sedekah adalah bertambahnya Rizki (Q.S Al-baqarah : 245 &261)
Selain itu sedekah juga mensucikan jiwa (QS At-Taubah: 103)
Sebaik-baiknya
harta yang diinfakkan diperuntukkan kepada kedua orangtua, kerabat, anak
yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (Q.S Al-baqarah :
215)
Ketika jiwa
kering
Nurani mendamba sambutanMu
Dikala nafsu meronta
Tak lain hati selalu ingin menyapaMu
Gelora mulai merajai
Kenyataan terpukul imajinasi
Terhampar rayuan itu
Berpaling sebatas merengek
Terus melawan kefanaan pasti
Mencoba mengarah kebahagiaan hakiki
Tiada bisa selain bergeming
Tiada kuasa kecuali terpelanting
Ya Rahman...
Penggenggam jiwa
Penguasa kehendak
Sang pencipta gelora
Tiada henti hamba menyungkur kepadaMu
Engkaulah dzat maha segalanya
Keagunganmu tiada kesanggupan penggambaran
Hamba terus dan terus mengeluh di hadapMu
Mencoba berlari untuk selalu memohon petunjukMu
Cukup sering
terdengar melalui telinga kita atau bahkan kerap kali terlontar dari lisan kita
sendiri ketika hendak menjelaskan sesuatu maksud asal kejadian manusia, yakni
kata fitrah. Fitrah juga banyak disebut-sebut kondisi dikala selesai menunaikan
suatu amalan pembersihan diri (puasa, zakat) hingga menuju keadaan di mana
seseorang terbebas dari tanggungan dosa yang telah dilakukan (kemenangan).
Namun sebenarnya apakah fitrah itu?
Dalam kamus bahasa Indonesia fitrah didefinisikan sebagai keadaan yang masih
asli atau suci. Pada intinya fitrah merupakan asal muasal kejadian dan
merupakan citra alami manusia yang bersifat kodrati.
Semua manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat baik, bersikap santun,
mempunyai rasa saling mengasihi, dan berperilaku positif lainnya, yang
kesemuanya merupakan sikap ketaatan kepada Allah SWT. Di sisi lain potensi
untuk berbuat buruk, ingkar, memberontak, dan sebagainya juga melekat pada diri
manusia.
Firman Allah dalam surah Asy-syam ayat 8:
Faalhamaha fujuroha wataqwaha
”Maka Dia (Allah) mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketaqwaannya.”
(QS. Asy-Syam : 8)
Kebaikan dan kejahatan merupakan fitrah yang dimiliki oleh masing-masing insan,
dan sewaktu-waktu akan muncul salah satunya yang selanjutnya menjelma menjadi
prilaku. Sehingga bisa dikatakan sebagai potensi relatif.
Ibarat sebuah kendaraan, kemudi ada di tangan kita. Kemanakah kendaraan
tersebut diarahkan pengemudi yang menyetirnya. Sikap mana yang akan dipilih
dari kedua kecenderungan (kejahatan dan ketaqwaan) kitalah yang punya andil
besar dalam menentukannya. Karena di dalam tubuh manusia sudah dilengkapi
dengan instrumen yang berwewenang menentukan pilihan saat menerima tawaran
ilham. Interpretasi terhadap ilham itu yang nantinya akan menelurkan perbuatan
baik atau buruk.
Rasulullah SAW bersabda :
Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada sekerat daging, jika ia baik, baiklah
jasad seluruhnya, dan jika ia rusak, rusaklah jasad seluruhnya. Ingatlah, itu
adalah hati.
(HR. Bukhari & Muslim)
Kemanakah kita akan berjalan, hati yang akan mengarahkan, di manakah tempat
yang akan dituju, otoritas pilihan juga ada di hati. Kehendak hati ini pula lah
selanjutnya memerintahkan otak untuk berpikir metode manakah yang akan
dijalankan untuk memenuhi kehendak hati tersebut. Sehingga berbuah perilaku
yang dimaksudkan.
Vitalnya peran hati memaksa manusia untuk benar-benar mengarahkan kehendak yang
akan muncul. Sepintas terlihat agak sulit memang tetapi harus dipaksakan,
besarnya dampak yang akan terjadi itulah, keteguhan mengelola hati menjadi
sebuah keharusan. Uniknya, kita yang mempunyai hati, namun sering kali tidak
mengerti maksud dan keinginan yang terlintas serta fenomena-fenomena yang
bergejolak di dalamnya.
Firman Allah di dalam Al-Qur’an :
”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
(QS. Ar Ra’d : 28)
Dzikir (ingat) kepada Allah menjadikan kita mendapat bimbingan dan pencerahan
dari dzat yang maha pemberi petunjuk. Selain itu dzikir yang berupa tafakur
akan semakin mengarahkan kita pada jalur ketaqwaan.
Seperti firman Allah dalam surah Ali Imron ayat 190-191 :
”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian siang dan malam
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan
berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata), ya tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; maha
suci Engkau, lindungilah kami dari adzab neraka.”
(QS. Ali Imron : 190-191)
Dengan berdzikir berarti menumbuhkembangakan pilihan dalam ketaqwaan yang pada
akhirnya menghasilkan amal shalih.
Demikian manusia dengan segala keunikannya, kekurangannya, dan
potensi-potensinya dalam kebaikan maupun keburukannya. Setiap orang berharap
agar menjadi lebih baik dalam sikap dan perilakunya, masing-masing manusia
mendambakan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Keinginan-keinginan
tersebut tentu saja harus sinergis dengan jalan hidup yang ditempuh, beserta
dengan konsekuensi-konsekuensi yang harus dijalankan pada setiap pilihannya.
Oleh karena itu, menjalani fitrah sebagai manusia yang dalam hatinya tak jarang
dihadapkan pada polemik dan persoalan dilematis, kita yang merupakan manusia
lemah, maka hendaknya senantiasa memohon bimbingan dan petunjuk dari sang
penguasa hati sesungguhnya, Allah SWT.